Partai pengusung presiden dan wakil presiden terpilih Joko
Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK) merasa ditipu oleh Partai Demokrat dalam sidang
paripurna pengesahan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah.
Sebabnya, partai besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu memilih
hengkang dari sidang setelah kubu Jokowi-JK tunduk pada opsi yang mereka
ajukan.
"Kami merasa ditinggalkan, kami dizalimi," kata Yasona
Laoli, juru bicara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dalam sidang
paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat dini hari (26/9/2014).
Sidang
paripurna akhirnya memutuskan pemilihan kepala daerah dilakukan melalui
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Keputusan itu diambil setelah kubu
pendukung pilkada langsung dari poros koalisi Joko Widodo-Jusuf Kalla
kalah telak dari kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, pendukung pilkada
melalui DPRD, melalui sistem voting atau pemungutan suara terbanyak.
Koalisi
Jokowi-JK yang terdiri atas PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa,
serta Partai Hati Nurani Rakyat hanya mampu mengumpulkan 125 suara.
Jumlah itu termasuk pecahan 11 suara dari Partai GOlkar dan 4 suara dari
Demokrat. Namun kubu Prabowo-Hatta yang terdiri dari Partai Gerakan
Indonesia Raya, Partai Amanat Nasional, Partai Golkar, Partai Persatuan
Pembangunan, serta Partai Keadilan Sejahtera jauh lebih unggul dengan
226 suara.
Mulanya tiga opsi pemilihan kepala daerah menjadi
topik utama sidang paripurna. Selain opsi yang diajukan kubu Jokowi-JK
dan kubu Prabowo-Hatta. Demokrat mengusulkan opsi baru yakni pemilihan
langsung dengan 10 kriteria perbaikan.
Sidang
paripurna yang dimulai pada pukul 14.00 WiB, Kamis, 25 September, itu
alot lantaran ketiga kubu mempertahankan opsi masing-masing. Kubu
Jokowi-JK tak bisa bersatu dengan Demokrat lantaran tak menyetujui
kriteria uji publik yang diajukan oleh partai berlambang Mercy itu.
Mereka merasa berat karena uji publik dilakukan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. "Uji publik jangan dibawa ke ranah yang membahayakan,"
ujar Yasona.
Namun kubu Jokowi-JK akhirnya tunduk pada opsi
Demokrat dalam forum lobi. Menurut Syarifuddin Sudding, Ketua Fraksi
Partai Hati Nurani Rakyat, Demokrat sudah menunjukkan gelagat yang
mencurigakan dalam forum tertutup itu. "Mereka sudah berencana menarik
kembali opsi yang diajukan," ujarnya seusai lobi.
Nyatanya, Benny
K. Harman, juru bicara Demokrat, kembali mengajukan opsi tersebut dalam
sidang paripurna. Kubu Jokowi langsung menyetujui opsi mereka. Tetapi
kenyataan berbeda, partai berlambang Mercy malah walk out atau
meninggalkan paripurna. Mereka berdalih gagal meloloskan opsi yang
dikehendakinya. "Setelah mengamati dinamika dalam rapat paripurna dengan
tidak diakomodirnya opsi pilkada langsung dengan 10 koreksi total, maka
kami bersikap netral," ujar Benny.
Yasona mengatakan kubunya
semula terharu dengan sikap Demokrat yang mendukung pilkada langsung
sebagai bentuk penghormatan terhadap kedaulatan rakyat. Sehingga kubu
Jokowi-JK dengan hati yang tulus, kata dia, rela tunduk pada opsi yang
mereka ajukan. Namun perubahan sikap yang Demokrat tunjukkan setelah
diberi dukungan, kata dia, membuat kubunya kecewa.
Ia lantas menuding Demokrat menggunakan politik pecah belah dan
rekayasa pencitraan. "Skenario cantik ini dibuat seolah-olah untuk
mendukung kedaulatan rakyat, tetapi hatinya ternyata ada di sebelah sana
(Prabowo-Hatta)," kata dia, "Kami menyesalkan Partai Demokrat yang
meninggalkan kami memperjuangkan rakyat." [tempo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar