Pemerintah Aceh meminta tim transisi Presiden dan Wakil
Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) menjadikan Aceh
atau "Serambi Mekah" sebagai wilayah dengan agenda prioritas
pembangunan yang mendesak.
"Tanpa bermaksud mendahului Putusan Mahkamah Konstitusi (atas
sengketa hasil Pilpres), dimana untuk sementara mengacu pada Keputusan
KPU, maka Aceh harus menjadi salah satu aspek yang dikaji Tim Transisi
Jokowi-JK sebagai salah satu agenda prioritas pembangunan yang mendesak
dan menuntut penyikapan segera," kata Gubernur Aceh Zaini Abdullah, di
Jakarta, Jumat (8/8/2014).
Atas dasar itu, pada hari ini Pemerintah Aceh bersama dengan Badan
Penguatan Perdamaian Aceh (BP2A) menyelenggarakan acara "Sosialisasi MoU
Helsinki dan UU RI Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh untuk
Kepemimpinan Nasional Yang Baru".
Acara sosialisasi itu dilakukan pemerintah Aceh dalam rangka merawat dan memperkuat perdamaian berkelanjutan di Aceh.
Secara praktis kegiatan ini didasari fakta bahwa nota kesepahaman
atau MoU Helsinki dan UU PA masih dipahami terbatas oleh beberapa elit
politik di negara ini, kata dia.
Di sisi lain, menurut dia, pemerintahan secara umum belum sepenuhnya
memahami secara holistik hakikat dari MoU Helsinki dan kedudukan UU PA
bagi Aceh. Hal itu menurut dia, diindikasikan belum terbentuknya seluruh
regulasi yang merupakan atribusi dan mandat UU PA, hingga memasuki
tahun kesembilan MoU Helsinki.
MoU Helsinki dan UU PA merupakan landasan pembangunan Aceh baru sejak
disepakatinya perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan
Pemerintah Republik Indonesia 15 Agustus 2005 silam, guna mencapai
masyarakat Aceh yang damai, mandiri dan makmur, dan sejahtera dalam
bingkai NKRI.
"Namun Aceh baru, belum sepenuhnya terwujud, akibat belum
terbangunnya pemahaman yang sama mengenai MoU Helsinki dan UU PA
tersebut. Perbedaan pandangan masih mendominasi proses-proses pembahasan
peraturan pemerintah, peraturan presiden dan juga qanun-qanun yang
dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan pemerintah Aceh,"
ujarnya.
Dia menekankan bahwa pemerintah Aceh meyakini pemerintah pusat masih
memiliki komitmen dan itikad kuat menuntaskan kewajiban bersama
memproduksi peraturan pemerintah dan peraturan presiden yang menjadi
turunan UU PA yang hingga kini masih tertunda.
Seiring dengan keyakinan terhadap pemerintah pusat, kata dia,
Pemerintah Aceh juga terus membangun dialog kebijakan untuk mencari
titik temu dan kebaikan-kebaikan dalam seluruh proses pembentukan
peraturan.
"Semangat ini harus terus dirawat dan dikelola secara produktif,
bahkan diujung masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II di bawah
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," ucapnya.
Dia menegaskan, Pemerintah Aceh meyakini pemerintahan Presiden
Yudhoyono akan bekerja keras menuntaskan tugas di masa akhir jabatan,
terkait amanat UU PA, membentuk peraturan pemerintah dan peraturan
presiden pada bidang-bidang krusial di antaranya terkait kewenangan
pemerintah Aceh, peraturan pemerintah terkait pengelolaan sumber daya
alam dan juga peralihan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di
Aceh.
Sebab, penuntasan tugas itu diyakini akan memastikan legasi positif,
konstruktif dan berkontribusi pada penguatan perdamaian secara
berkelanjutan. [antara]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar