Jumat, 27 Juni 2014

Indosat Oh Indosat ...

Menjelang pemilihan presiden 9 Juli 2014 mendatang, penjualan Badan Usaha Milik Negara di era Megawati Soekarnoputri kembali diusik para calon presiden Prabowo-Hatta dan tim suksesnya. Tetapi ketika Joko Widodo (Jokowi) meluncurkan wacana pembelian kembali (buy back) Indosat, pihak Prabowo-Hatta berbalik menyerang dengan argumen bahwa langkah buy back adalah salah.
Memang membingungkan, Megawati yang menjual Indosat, karena waktu itu negara memerlukan dana, disebut salah, ketika diwacanakan dibeli kembali oleh Jokowi juga salah. Inilah Indonesiana, salah dan benar tergantung pada siapa dan keperluan siapa.
Saham Indosat per 31 Maret, dimiliki Ooredoo Asia PTE. LTD sebanyak 65 persen, Pemerintah Indonesia 14.29 persen, Skagen AS entities 5.42 persen dan publik 15,29 persen.
Menurut Tim Prabowo penjualan Indosat merugikan Indonesia, karena saat itu Indosat memiliki satelit palapa. Pemerintah saat itu, menjual menjual 41,94 persen saham Indosat sebesar Rp 5,62 triliun. Lantas, apa ruginya jika saham Indosat dibeli lagi? Ini alasan-alasan yang meramaikan kontroversi sekitar wacana buy back Indosat.

Satu slot izin orbit satelit sudah dicabut
Para tim sukses Prabowo-Hatta Rajasa, mengkritik penjualan Indosat karena perusahaan itu memiliki satelit yang bisa digunakan untuk bidang pertahanan dan keamanan Indonesia. Penjualan dituduh merugikan kedaulatan Indonesia.
Tetapi, menurut informasi, pemerintah telah mencabut izin pengelolaan slot orbit satelit 150,5 derajat BT dan menunjuk PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk untuk mengambil alih penggunaan slot satelit tersebut. Indosat akhirnya hanya slot orbit 113 derajat bujur timur (BT).
Pengambilalihan orbit satelit, karena karena keterbatasan waktu, Indosat dalam mengorbitkan satelit anyar. Pemerintah memutuskan untuk mencabut izin penggunaan dari Indosat dan memberikannya kepada BRI. Slot orbit tersebut pernah hilang pada 2007 namun berhasil direbut kembali dalam sidang internasional World Radio Conference (WRC) di Jenewa, Swiss.
Head of Research di Indonesian Stock Exchange (Bursa Efek Indonesia), Poltak Hotradero dalam laman media sosial menyarankan dana pembelian tersebut dapat dialokasikan untuk membeli satelit baru kemudian dapat dititipkan ke Telkom atau juga BRI via BRISAt dan sisa dananya dapat digunakan untuk membangun infrastruktur.
"Indonesia masih memiliki satelit Telkom-2 dan dan masih berkesempatan meluncurkan satelit Telkom-3 sebelum masa pakai Satelit Telkom-2 habis di tahun 2020. Selain itu, ada pula Satelit Garuda," katanya.

Harga BuyBack Terlalu Tinggi
Perusahaan telekomunikasi Indosat didirikan pada 1967 dan mulai beroperasi pada 1969. Pemerintah Indonesia membeli seluruh saham Indosat pada 1980 dan resmi menjadi badan usaha milik negara (BUMN) dan pada 1994 Indosat mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek New York. Saham pemerintahpun tergerus menjadi 65 persen saham di Indosat?
Di Era Megawati menjadi presiden, pemerintah menjual 40 persen lebih sahamnya di Indosat ke Singapore Technologies Telemedia (STT) dan pada Juni 2008, STT menjual seluruh sahamnya di Indosat kepada Qatar Telecom asal Qatar yang saat ini berganti nama menjadi Ooredoo.
Indosat menjadi operator seluler terbesar ketiga dengan 59,7 juta pelanggan, setelah Telkomsel dan XL Axiata, yang masing-masing memiliki 132,65 juta dan 68,5 juta pelanggan pada kuartal pertama 2014. Dengan kondisi tersebut, pembelian saham kembali akan sangat membutuhkan dana besar.
Anggota Komisi I Fraksi PAN Chandra Trita Wijaya mempunyai hitungan uang untuk membeli Indosat harganya bisa mencapai Rp 200 triliun. Hal ini merujuk pada hitungan penjualan Axis yang mencapai Rp 17 triliun. " Axis itu kecil tapi punya frekuensi besar. Mereka tidak bisa bersaing dengan operator 3 besar kemudian XL berani membayar Rp 17 triliun," katanya.

Indosat Kebelit Utang
Pada awal 2009, Qatar Telecom meningkatkan kepemilikan sahamnya di Indosat menjadi 65 persen setelah Pemerintah Indonesia mengeluarkan bagi investasi asing di perusahaan penyedia komunikasi seluler boleh dimiliki pihak asing hingga 65 persen.
Saat ini, anak usaha Ooredoo QSC yang dulu bernama Qatar Telecom QSC ini memiliki total utang sebesar Rp 23,93 triliun di akhir 2013 kemarin. Pada periode yang sama, perusahaan yang 14 persen sahamnya dimiliki pemerintah rugi sebesar Rp 2,7 triliun. Selain itu, perusahaan ini pernah dibelit kasus hukum IM2.
"Berapa uangnya?. Capres ngomong terlalu detil susah. Dia ngomong buy back maka akan tinggi harganya. Sekarang Indosat banyak utang, membeli Indosat harus nanggung utangnya. Uang darimana," ujar Anggota Komisi I Fraksi PAN Chandra Trita.

Lebih untung besarkan Telkom
Selain Indosat, Indonesia punya perusahaan telekomunikasi yang saat ini kinerjanya sedang sangat baik, PT Telkom. Perusahaan ini pun memiliki anak usaha PT Telkomsel yang bergerak sama di bidang telekomunikasi seluler. Apabila sulit dibeli kembali maka pemerintah bisa matikan Indosat
"Saya dapat informasi sebenarnya tidak ada klausul 'buy back' ketika Indosat dijual pemerintah sebelumnya. Kalau memang tidak bisa dibeli kembali, ya dimatikan saja pelan-pelan dengan regulasi yang ada di dalam negeri," kata Pengajar Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (ITB) Evo S Hariandja dihubungi dari Jakarta, seperti yang dikutip dari Antara, Selasa (24/06).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar