Selasa, 17 Juni 2014

Fahri Hamzah Menyoal Tandukan dan Anjloknya Elektabilitas Jokowi

Politisi PKS Fahri Hamzah menanggapi santai insiden penolakan cium pipi kanan dan cium pipi kiri (cipika cipiki) dari Capres Prabowo pada Capres Jokowi akhir pekan lalu sebelum debat. Fahri yang memang biasa ceplas ceplos kalau bicara ini menyebut Jokowi memang tak berniat cipika cipiki.
"Jokowi kan nggak cipika cipiki dia, dia nyeruduk (menanduk)," terang Fahri dengan tawa dan menirukan gaya Jokowi.
Fahri mengungkapkan pendapatnya itu di Halim Perdanakusumah, Selasa (17/6/2014) malam.
Menurut Fahri yang sudah menonton video cipika cipiki itu, dia menepis kalau Prabowo bersikap tak bersahabat menolak sambutan hangat Jokowi.
"Nggak ah, nggak menolak. Aku sudah lihat videonya nggak menolak. Itu orang berdua sudah saling kenal. Ente jangan mendramatisir. Orang yang membawa Jokowi ke Jakarta prabowo kok," terang Fahri. 
 Berkomentar soal elektabilitas Capres Jokowi yang turun dan dikalahkan Capres Prabowo. Fahri mengatakan,
"Memang Jokowi suka atau tidak selama ini terlalu ditiup. Over amplified. Jadi dia itu sebenarnya segini kecil (kelas gurem), tapi penggambarannya terlalu besar. Over blow up. Sekarang kan sudah ada lawannya kelihatan," kata Fahri di Halim Perdanakusumah, Jaktim, Selasa (17/6/2014) malam.
Menurut pendukung garis keras Prabowo ini, sekarang publik sudah melihat siapa Jokowi dan siapa Prabowo. Masyarakat sudah bisa menilai.
"Begitu diadu kelihatan. Nah itu yang menyebabkan sebagian publik, 'oh iya ya. Nggak kayak gitu ternyata'. Debat juga itu sangat penting," tambahnya.
Anggota Komisi III DPR ini juga menyampaikan, sekarang publik sudah banyak mendapat informasi soal sosok Jokowi.
"Karena kan masyarakat nonton sekarang. Jadi beda pemilu zaman dulu dan sekarang. Sekarang informasi sangat terbuka dan detil. Banyak kesempatan untuk dikorek. Karena itulah kemudian mood publik itu banyak yang tidak bisa diprediksi. Sama dengan dulu. Jokowi masuk jakarta cuma 6 persen lho popularitasnya waktu pilkada dki. Tapi menang kan? Itu lho. Itu soal mood publik. Apalagi DKI kan dinamika kelas menengahnya tinggi sekali," urainya panjang lebar.   [detik]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar