Senin, 06 Januari 2014

Jokowi Terjegal Sosialisasi

Munculnya persoalan penutupan Terminal Bus Antarkota Antarprovinsi (AKAP) Lebak Bulus, Jakarta Selatan, demi pembangunan mega proyek Mass Rapit Transit (MRT) harus menjadi evaluasi bagi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi).
Cara sosialisasi dan pemikiran alternatif solusi terhadap masalah dinilai masih jauh dari harapan untuk sebuah proyek pembangunan jangka panjang dengan nilai besar.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai pemerintah provinsi DKI seharusnya yang aktif memahami warga dalam proses sosialisasi penutupan terminal. Bukan malah sebaliknya menekankan agar warga memahami keinginan Pemprov dengan sosialisasi yang minim.
Meski diklaim sudah dilakukan sosialisasi sejak setahun lalu, nyatanya masih banyak pihak yang awam. Nirwono mencermati banyak persoalan yang bakal sulit dipahami warga seperti teknis pemindahan ke terminal alternatif.

Selain itu, perlu ada kompensasi bagi warga seperti menyediaan bus gratis di jalan raya bila Terminal Lebak Bulus jadi ditutup. “Jangan sampai ini menjadi kontraproduktif terhadap MRT itu sendiri," kata Nirwono saat ditemui detikcom, Senin (6/1/2014).
Nirwono menekankan, MRT merupakan proyek besar yang harus disertai keterlibatan masyarakat. "Pikirkan sistem yang nyaman dan baik.
Sependapat dengan Nirwono, Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Azaz Tigor Nainggolan menilai memang sudah seharusnya penutupan Terminal AKAP Lebak Bulus ditunda dan memberikan waktu untuk berdialog kepada pihak yang merasa dirugikan.
Dia menganggap cara sosialisasi penutupan terkesan satu arah dan tidak menawarkan solusi terhadap semua pihak yang punya kepentingan di Terminal Lebak Bulus.
Pasalnya, sosialisasi yang sudah dilakukan sejauh ini hanya memprioritaskan pendekatan ke Perusahaan Otobus (PO) terkait solusi pengalihan ke terminal lain. Adapun selain pihak PO Bus, solusinya hampir tidak ada.
Padahal, terminal bukan hanya PO melainkan banyak pihak seperti penjual karcis, kios toko, dan tenaga kerja lain yang tergantung dari keberadaan terminal.
“Model sosialisasi ini jelas kurang persiapan dan pendekatannya tidak melihat secara menyeluruh. Cara Dinas Perhubungan seperti ini otoriter dan modelnya aparat birokrat. Asal main paksa tanpa dialog dan tidak ingin melayani,” kata Tigor kepada detikcom, Senin (6/1/2014).
Kurangnya sosialisasi rencana penutupan diakui warga. Deni, 21, calon penumpang bus AKAP mengaku baru pada Senin ia mengetahui perihal terminal AKAP Lebak Bulus akan ditutup.
Pun dengan Sri Wahyuni, 20, yang mengaku baru mengetahui soal penutupan pada Ahad melalui pemberitaan di media-media."Baru kemarin tahu lihat di berita-berita," katanya saat ditemui detikcom, Senin (6/1/2014).

Sumber :
detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar