Pemprov DKI Jakarta bersama Kementerian Pertahanan berencana membangun bunker militer di Taman Medan Merdeka atau Monas. Luas ruang bawah tanah yang mulai dibangun tahun 2014 mencapai 160 hektar juga pusat pertokoan dan sarana perparkiran bagi kita warga sipil.
Hasil pembahasan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) bersama Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin beberapa waktu lalu memastikan berbagai jenis persenjataan mutakhir disimpan. Strategi tersebut sebagai satu skenario pertahanan bila ibukota negara diserang pihak asing.
Kementerian Pertahanan dalam waktu dekat menerima roket jarak jauh, sejumlah pesawat tempur, ratusan tank berat dan amfibi untuk mengamankan Jakarta. Akses jalan menuju bekas Lapangan Terbang Kemayoran segera ditata. Dalam keadaan darurat, pesawat tempur bisa mengudara dan atau mendarat.
Baru mendengar kabar saja, bulu kuduk bediri. Merinding. Maklumlah, kita tak biasa bersama peralatan perang. Anggapan yang juga sulit dihindari bahwa alat utama sistem pertahanan (alutsista) sama dengan mesin pembunuh manusia.
Warga Jakarta dan daerah lain banyak yang memanfaatkan Taman Monas sebagai tujuan rekreasi murah-meriah. Mengendorkan urat-saraf sambil mengisi liburan bersama keluarga atau sang kekasih. Anak-anak leluasa bersukaria menerbangkan layang-layang kecil atau sekadar main bola. Ada pula yang secara massal berolahraga santai.
Apakah kehadiran bunker militer berisiko membatasi kebebasan sipil menikmati Taman Monas? Lebih dari itu, apakah justru warga yang berekreasi berfungsi sebagai perisai alutsista dalam menghadapi serangan lawan?
Sepengetahuan kita, setiap kawasan militer, apalagi tempat menyimpan persenjataan pada radius tertentu mendapat menjagaan khusus. Steril dari lalu-lalang publik.
Fakta peristiwa ledakan gudang peluru milik Marinir di Cilandak, Jakarta Selatan, pada tahun 1984 masih lengket dalam ingatan sebagian dari kita. Langit malam itu bagai runtuh. Peluru anti-tank, roket dan jenis lain menggelegar susul-menyusul. Proyektil berhamburan. Bangunan rotok. Korban berjatuhan.
Kemungkinan buruk serupa patut dijadikan pertimbangan oleh gubernur maupun kalangan petinggi TNI beserta Kementerian Pertahanan untuk membantalkan. Kecanggihan teknologi tidak mesti menempatkan alutsista di sekitar tempat kerumunan warga sipil.
Menurut hemat kita, pulau di Kepulauan Seribu layak dijadikan pengganti. Selain terisolir, letaknya relatif mudah menjangkau daratan ibukota. Di tempat yang sama bisa disiagakan kapal induk yang mampu mencegah atau menangkal setiap ada serangan tentara asing.
Jakarta kita dambakan makin menjadi Kota Madani atau kota yang menjunjung hak-hak masyarakat sipil, tanpa kecuali kita kalangan wong cilik.
Sumber :
Pos Kota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar