Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diminta sejumlah kalangan konsisten dalam mewujudkan Jakarta Baru. Selama ini keduanya dinilai tidak sesuai antara janji dan pelaksanaan dalam menjalankan berbagai pembangunan.
Penilaian itu disampaikan Direktur Indonesia for Global Justice (IGJ) Salamudin Daeng, Direktur Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Ucok Sky Khadafi, dan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Bersih Manusiawi Berwibawa (BMW) Amir Hamzah, pada diskusi publik bertajuk “Jakarta Baru Jakarta Butut” yang digelar Renaissance Foundation di Jakarta Media Center (JMC).
Inkonsistensi itu antara lain kebijakan yang dilaksanakan setahun terakhir berbeda dengan janji saat kampanye Pilkada 2012 dan setelah terpilih menjadi gubernur-wakil gubernur. Duet Jokowi-Ahok bertekad mewujudkan Jakarta Baru, membiayai pembangunan infrastruktur di ibukota menggunakan APBD. Tetapi, nyatanya yang dikerjakan membangun Jakarta dengan utang luar negeri.
Contohnya, tiga megaproyek yakni Mass Rapid Transid (MRT) pinjaman dari pemerintah Jepang, Monorel dari pemerintah China, dan pengerukan saluran air, pinjaman dari bank dunia. “Total utang luar negeri untuk membiayai tiga proyek infrastruktur itu mencapai 35T. Utang luar negeri ini akan jadi beban masa mendatang,” ujar Salamuddin Daeng, Jumat (15/11/2013)
Padahal banyak pernyataan Jokowi di media massa, selalu meyakinkan masyarakat bahwa pemprov punya banyak uang, sehingga tidak perlu utang luar negeri dan menerbitkan obligasi daerah. “Kita harus kritisi kebijakan ini karena ke depan proyek-proyek infrastruktur itu arahnya akan diswastanisasi, sehingga berorieantasi pada profit, tetapi cicilan dan bunga utang itu memberatkan APBD,” kata Salamuddin.
Anti Kritik
Ucok Sky Khadafi mengatakan duet Jokowi-Ahok telah menjelma menjadi pemimpin yang anti kritik. Segala kebijakannya dianggap pro rakyat. . “Padahal kritik konstruktif itu sangat diperlukan sebagai penyeimbang. Bahkan DPRD sebagai lembaga yang memiliki fungsi kontrol tenggelam, nyaris tidak terdengar dengan eforia Jokowi-Ahok,” ucapnya.
Menurut Ucok, ada kejanggalan yang dilakukan pemerintahan Jokowi-Ahok antara lain dalam mengelola dana CSR dari perusahaan swasta tidak transparan. “Contohnya penunjukkan PT Askes untuk pembayaran Kartu Jakarta Sehat (KJS) tanpa tender, padahal anggarannya lebih dari 2T,” paparnya.
Amir Hamzah menambahkan pemerintahan Jokowi-Ahok telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam pengesahan APBD 2013. Pengesahan baru diketok palu pada 25 Februari 2013, padahal sesuai PP tersebut seharusnya pengesahan dilakukan pada 30 hari sebelum APBD 2012 berakhir pada 30 November 2012.
Sumber :
Pos Kota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar