Senin, 07 Oktober 2013

Ketimbang Memajaki, Jokowi Pilih Beri Warteg Insentif

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menegaskan usaha kecil seperti warung tegal (warteg) tidak perlu dijadikan objek pajak. Malahan, menurutnya, usaha kecil semacam itu harusnya diberi pembinaan dan insentif agar terus berkembang. "Warteg mau dipajaki apanya. Kayak kita kekurangan objek pajak saja. Yang gede-gede kita kan banyak," ujar Jokowi, Senin (7/10/2013).
"Malah harus diberi pembinaan, insentif, pengarahan melalui Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan (KUKMP) kita punya," kata Jokowi.
Jokowi mengibaratkan warteg sebagai sebuah telur yang berpotensi menetas dan berkembang baik. Jika warteg dipajaki, ia mengibaratkan belum bertelur sudah diganggu dengan pajak. Bagaimana dapat menetas.
Jokowi sekaligus menegaskan wacana sebelumnya bahwa akan merevisi Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran dan Warteg. Setidaknya, ada dua poin dalam perda yang pelaksanaannya ditunda tersebut untuk direvisi, yakni soal definisi warteg dan klasifikasi omzet warteg.
"Warteg itu artinya apa dulu? Kedua, omzet yang mau dikenakan itu harusnya bukan warteg yang omzetnya kecil. Saya ngerti ada satu dua warteg yang omzetnya besar, itu ya bagus," lanjut Jokowi.
Dalam waktu dekat, kata Jokowi, pihaknya akan melaksanakan komunikasi dengan DPRD DKI demi terealisasinya revisi perda tersebut. Seperti diketahui Perda DKI Jakarta Nomor 11 tahun 2011 tentang Pajak Restoran terhadap pedagang warteg digagas oleh Gubernur DKI Fauzi Bowo.
Dengan itu, para pedagang warteg dikutip pajak 10 persen bagi yang omzetnya Rp 540.000 sehari atau Rp 200 juta setahun. Sejumlah pihak mengkritik penerapan perda itu akan menyulitkan masyarakat yang kelaparan dan butuh makanan murah.
Oleh sebab itu, penerapan perda tersebut pun terpaksa ditunda hingga Jokowi mewacanakan merevisi perda itu, Minggu (6/10/2013) kemarin.

Sumber :
kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar