Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) menegaskan usaha kecil seperti warung tegal
(warteg) tidak perlu dijadikan objek pajak. Malahan, menurutnya, usaha
kecil semacam itu harusnya diberi pembinaan dan insentif agar terus
berkembang.
"Warteg mau dipajaki apanya. Kayak kita kekurangan objek pajak
saja. Yang gede-gede kita kan banyak," ujar Jokowi, Senin (7/10/2013).
"Malah harus diberi pembinaan, insentif, pengarahan melalui Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah dan Perdagangan (KUKMP) kita punya," kata Jokowi.
Jokowi mengibaratkan warteg sebagai
sebuah telur yang berpotensi menetas dan berkembang baik. Jika warteg
dipajaki, ia mengibaratkan belum bertelur sudah diganggu dengan pajak.
Bagaimana dapat menetas.
Jokowi sekaligus menegaskan wacana sebelumnya bahwa akan merevisi
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Restoran dan Warteg.
Setidaknya, ada dua poin dalam perda yang pelaksanaannya ditunda
tersebut untuk direvisi, yakni soal definisi warteg dan klasifikasi
omzet warteg.
"Warteg itu artinya apa dulu? Kedua, omzet yang mau dikenakan itu
harusnya bukan warteg yang omzetnya kecil. Saya ngerti ada satu dua
warteg yang omzetnya besar, itu ya bagus," lanjut Jokowi.
Dalam waktu dekat, kata Jokowi, pihaknya akan melaksanakan
komunikasi dengan DPRD DKI demi terealisasinya revisi perda tersebut.
Seperti diketahui Perda DKI Jakarta Nomor 11 tahun 2011 tentang Pajak
Restoran terhadap pedagang warteg digagas oleh Gubernur DKI Fauzi Bowo.
Dengan itu, para pedagang warteg dikutip pajak 10 persen bagi
yang omzetnya Rp 540.000 sehari atau Rp 200 juta setahun. Sejumlah pihak
mengkritik penerapan perda itu akan menyulitkan masyarakat yang
kelaparan dan butuh makanan murah.
Oleh sebab itu, penerapan perda tersebut pun terpaksa ditunda
hingga Jokowi mewacanakan merevisi perda itu, Minggu (6/10/2013)
kemarin.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar