Saat ini, sedikitnya ada 20 bupati atau wali kota sekelas Joko Widodo (Jokowi) yang menjadi bibit untuk kepemimpinan nasional. Jokowi yang mantan Wali Kota Surakarta dan kini menjadi Gubernur DKI Jakarta itu bukan lagi satu-satunya tokoh yang mampu menjadi pelayan masyarakat dan mendorong perubahan.
Guru Besar Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina Herdi Sahrasad, di Jakarta, Minggu (20/10/2013), mengatakan, kalau ada 50-100 bupati-wali kota sekelas Jokowi, Indonesia akan maju pesat dan sejahtera.
”Harus didorong agar muncul pemimpin berkualitas di daerah. Mereka menonjol seperti Jokowi karena memimpin dengan kerakyatan dan bukan pencitraan,” kata Herdi Sahrasad dalam diskusi bertajuk Survey Kredibel dan Abal-Abal, Bagaimana Peran Media, di Founding Fathers House, Prapanca, Jakarta.
Peneliti senior Founding Fathers House (FFH), Dian Permata, menjelaskan, adanya 20-an wali kota-bupati kerakyatan dengan kinerja sekelas Jokowi itu membuktikan demokrasi Indonesia masih ada harapan.
”Yang diperlukan, kini, bagaimana kita bisa mendorong munculnya lebih banyak lagi orang- orang seperti mereka. Kami mendapatkan 20 nama tersebut di daerah-daerah seluruh Indonesia,” kata Dian Permata.
Tokoh-tokoh tersebut ditemukan di Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Bali, dan Pulau Sulawesi. Tidak hanya bupati atau wali kota, nama sejumlah gubernur dan wakil gubernur di Kalimantan dan Pulau Jawa juga muncul dalam penelitian yang dilakukan FFH. Dian mengharapkan para pemimpin yang ”bersih dan baik” tersebut harus berjejaring.
Jangan terkontaminasi
Herdi Sahrasad mengingatkan pentingnya perbaikan sistem yang ada di pemerintahan agar orang yang baik dan berkualitas itu tidak terkontaminasi oleh sistem yang korup dan tidak transparan.
Dian juga mengingatkan, keberadaan Jokowi dan 20-an bupati serta wali kota berikut kepala daerah yang populer di masyarakat itu disebabkan karena mereka melayani masyarakat.
”Pemimpin itu bukan orang yang berbicara. Pemimpin itu adalah orang yang melayani. Buruh, petani, dan nelayan serta pedagang kecil melihat keterwakilan diri mereka pada tokoh pengayom seperti Jokowi dan para bupati-wali kota tersebut,” kata Dian Permata.
Dian Permata, sebaliknya, menyayangkan sejumlah tokoh yang ingin maju sebagai calon presiden 2014 dengan membangun citra di publik. Upaya untuk membentuk citra diri seorang pelayan masyarakat, menurut dia, akan susah dibentuk oleh para tokoh yang elitis tersebut.
Herdi Sahrasad juga mengingatkan lembaga survei agar berhati-hati menerima pesanan untuk mengarbit tokoh-tokoh tertentu karena lambat laun akan kehilangan kepercayaan masyarakat.
Dian Permata juga mengingatkan media massa untuk mengkritisinya.
”Di Indonesia, ahli metode survei sekelas Gallup di Amerika Serikat itu tidak sampai 10 orang,” ucapnya.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar