Gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) yang gemar turun langsung
ke masyarakat rupanya berpengaruh besar pada psikologis masyarakat saat
penertiban. Blusukan Jokowi seakan-akan menyihir Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di lapangan.
Secara
tidak langsung gaya mantan Jokowi bisa mengurangi
beban anggota Satpol PP saat melakukan penertiban pedagang kaki lima
atau perumahan liar.
Berikut petikan wawancara wartawan detikcom, Ropesta Sitorus dan Idham Khalid dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja, Kukuh Hadisantoso di Pasar Tanah Abang, Jumat (16/8/2013) pekan lalu.
Bagaimana
perbandingan Jokowi dengan pemimpin terdahulu, apakah langkah
blusukannya berdampak pada pada psikologis pedagang saat akan
ditertibkan?
Sangat berpengaruh. Rakyat itu kalau didatangi
pemimpinnya jadi senang, yang tadinya pengen marah jadi tidak marah.
Sehingga bisa dikatakan pak Jokowi itu sudah mengurangi beban saya
sebagai Kasatpol PP. Ibaratnya 50 persen sudah diambil alih pak Jokowi.
Masyarakat jadi tenang dan jadi senang. Jadinya tidak sulit. Memang
pemimpin harusnya begitu.
Kalau dampaknya bagi para anggota Satpol PP?
Pak
Jokowi juga pengaruh pada psikologis para anggota Satpol PP. Dengan
sering datang blusukan dia melihat apakah misalnya di Tanah Abang ada
Satpol PP atau tidak. Jadi mau tak mau kita tetap siap siaga. Dia kan
suka keliling juga, berapa kali dia datang ke sini (Tanah Abang)
malam-malam.
Bagaimana Anda melihat Satpol PP sekarang?
Satpol
PP berbeda dengan yang kemarin. Memang selepas peristiwa Tanjung Priok
(saat bentrok antara masyarakat dan Satpol PP dan menewaskan 3 anggota
Satpol PP), pasukannya drop. Betul-betul drop. Tapi alhamdullilah sejak
saya dipercaya Pak Gubernur untuk jadi Kepala Satpol PP, saya bangkitkan
semangat moral mereka, dengan cara saya terjun langsung kepada bawahan,
bergaul dan berbicara dengan mereka.
Pernah ditegur Jokowi karena terlalu kasar menghadapi pedagang?
Jelas
Pak Jokowi sudah menginstruksikan pada kami. Setiap anggota Satpol PP
berlakukah yang manusiawi, persuasif, tidak perlu pakai pentungan dan
tidak perlu pakai tameng.
Jadi sama sekali tak ada alat senjata itu lagi?
Artinya
tergantung situasi dan kondisi yang harus dihadapi. Kalau orang yang
kita hadapi itu bawa parang, celurit, golok, panah, apa iya pasukan saya
suruh turun dengan tangan kosong, ya sama dengan bunuh diri dong.
Tameng dan pentungan itu hanya untuk membela diri, itu pun sangat-sangat
jarang dikeluarin.
Jokowi sempat menegor waktu di Pasar
Minggu dan Anda mengaku bahwa personelnya memang malas-malas, bagaimana
kondisinya waktu itu?
Begini, memang kondisi pasukan itu harus sering dilihat dan ditegur. Sebuah teguran itu adalah cambuk buat kami.
Bagaimana gaya Jokowi saat menegur?
Ya
ada faktor aksen daerah, Pak Jokowi itu orang Jawa, totokromonya
tinggi. Misalnya, tujuan dia sama-sama dengan pak Wagub (Wakil Gubernur
Basuki Tjahaja Purnama), tapi beda cara sesuai dengan aksennya
masing-masing.
Berapa total jumlah Satpol PP di seluruh DKI Jakarta?
Ada
8000-an orang, masing-masing wilayah ada berjumlah 900-1000-an dengan
persentasi 10 persen wanita dan 90 persen pria. Personel perempuan juga
turun ke lapangan, seperti saat operasi penertiban pegawai seks
komersial.
Bagaimana cara mengatur pembagian kerja anggota?
Kami
bagi-bagi, misalnya waktu puasa itu, saya membentuk tim miras, ada tim
PSK, ada tim PMKS (penyandang masalah kesejahteraan sosial), ada tim
hiburan malam, ada tim kaki lima. Mereka bergantian berjaga selama 24
jam dengan sistem shift 12 jam.
Jumlah Satpol PP yang ada sekarang apakah sudah ideal untuk menangani persoalan di Jakarta?
Memang
agar bisa memadai untuk semua kebutuhan Jakarta, kami harus ada
caranya. Misalnya untuk penertiban Tanah Abang, kalau pasukan kurang,
saya minta dari Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Atau saat Ulang Tahun
Jakarta, enggak mungkin bisa ditangani oleh Jakarta Pusat saja, jumlah
anggotanya paling hanya 900-an orang dan itu perlu ribuan.
Berapa orang lagi yang dibutuhkan Satpol PP?
Kebutuhan
itu 1 dibanding 800. Dengan jumlah penduduk DKI yang mencapai 11 juta
di siang hari, jadi ya kurangnya sekitar 3000-an lah.
Apakah Tanah Abang akan terus dijaga Satpol PP setiap hari?
Ya,
sampai seterusnya, sampai tidak ada pedagang kaki lima lagi. Ini kan
sudah dibuat pos terpadu. Setidaknya sampai masyarakat sudah mengerti
dan mematuhi.
Mengapa Satpol PP kurang disenangi di masyarakat?
Begini
persoalannya, Satpol PP itu kan bersenggolan dengan masyarakat dari
yang melarat hingga konglomerat. Tapi yang hanya dilihat dan disoroti
masyarakat itu hanya saat Satpol PP menggusur pedagang kaki lima.
Padahal dalam tupoksinya Satpol PP itu, urusan kaki lima itu hanya
sebagian kecil.
Tugas lainnya adalah sebagian besar yang tidak
ditampung oleh pihak kepolisian itu semua di Satpol PP. Saat ada
kebakaran, Satpol PP yang duluan ada di situ membantu, sebelum pasukan
pemadam datang. Setelah kebakaran, yang membuang puing dan mengangkut
segala macam itu satpol PP. Kalau ada bantuan-bantuan lain, itu Satpol
PP.
Bagaimana cara Satpol PP hadapi pedagang yang ‘bandel’?
Pada
dasarnya, kami pertama kan sosialisasi dulu sebanyak dua kali tiga
kali, kami ketemu langsung. Ya kalau tidak ada respon, ya akan kami
tindak, barangnya kami angkut. Dibawa ke Unit Pelaksana Teknis Satpol
PP. Kami punya gudang. Kalau memang dia salah dan tidak bisa membuktikan
di pengadilan tindak pidana ringan ya akan jadi barang sitaan.
Pernah ada ancaman, dari pedagang, preman atau mungkin dari kepolisian?
Ya
dari luar dan dari dalam pasti ada. Dari dalam pemerintahan ini ada
yang iri dan pengen jadi Satpol PP, dari luar ya pasti adalah, saya
enggak usah menyebut siapa orangnya.
Bentuk ancamannya bagaimana?
Ada
macam-macamlah, ada teror dan banyak fitnah, tapi itu sih enggak kita
hiraukan, kami serahkan semua pada Tuhan. Seperti tempo hari, terjadi
pungutan-pungutan, wah Satpol PP dibilang memungut. Bisa membuktikan
Satpol PP mungut? Sampeyan tahu sendiri yang mungut siapa. Ternyata
Satpol PP tidak seperti yang dibayangkan.
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar