Kesemrawutan yang terjadi di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, disebabkan karena banyaknya pedagang kaki lima (PKL) yang menggelar dagangannya di bahu jalan, membuat kawasan tersebut menjadi biang kemacetan. Penertiban PKL yang berjualan di pinggir-pinggir jalan
dengan solusi direlokasi diakui aparat Satuan Polisi Pamong Praja dan
juga pedagang sebagai terobosan positif dari kepemimpinan Gubernur DKI
Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Apalagi,
penertiban terhadap PKL yang berjualan tidak pada tempat yang semestinya
itu dilakukan tidak dengan cara-cara kekerasan. Selain dengan cara
persuasif, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga langsung memberi solusi. “Dia
doang Gubernur (Jokowi) yang bisa rombak Tanah Abang. Dulu Sutiyoso dan
Foke enggak bisa," kata Opick, 40 tahun, salah seorang pedagang di Tanah
Abang saat ditemui detikcom, Jumat pekan lalu.
Opick mengaku
ketika aparat Satpol PP belum lama ini melakukan penertiban PKL tidak
diwarnai bentrokan sama sekali. "Enggak ada main kasar. Dia (petugas)
bilangnya bagus dan kata-katanya juga bagus, bahkan kita malah dibantu
mengangkat barang,” ungkap Opick yang berdagang sepatu ini.
Dia
membandingkan dengan era gubernur-gubernur DKI sebelumnya dalam
penanganan persoalan PKL Tanah Abang. "Pada zaman Sutiyoso malah ada
pedagang dan Satpol PP berperang, bahkan pedagang sampai bakar mobil
Trantib karena mereka arogan, dan masyarakat enggak suka,” tegas Opick
yang sudah berjualan di Tanah Abang selama belasan tahun ini.
Pendekatan
Satpol PP yang lebih persuasif itu menurut beberapa anggota Satpol PP
memang karena ada perintah dari pimpinan. Menurut salah seorang petugas
Satpol PP yang biasa bertugas di Tanah Abang Endang Martoni, 49 tahun,
dulu mereka bersikap keras juga karena sistem kerja yang ditanamkan saat
itu menuntut mereka harus keras.
“Dahulu perintahnya lain sama
sekarang, dulu setiap kita melingkar (operasi) ada pedagang langsung
digaruk, diangkat. Sekarang perintahnya harus menghimbau dulu,” kata
Endang saat ditemui sedang berjaga di Tanah Abang, Jumat pekan
lalu. Pria yang sudah bergabung di Satpol PP sejak zaman Sutiyoso pada
2000 lalu itu mengaku tugasnya pun sekarang jadi terasa lebih ringan
karena hampir tak ada perlawanan dari pedagang.
Endang
melanjutkan, ia dan puluhan petugas Satpol PP lain dari Kecamatan Tanah
Abang ditugaskan untuk berjaga setidaknya hingga dua bulan ke depan,
hingga selesai renovasi Blok G dan para pedagang mulai betah berdagang
di sana.
Kepala Satpol PP DKI, Kukuh Hadisantoso, mengakui dalam pemerintahan
Jokowi pihaknya tidak hanya menertibkan tapi memberi solusi. "Bukan
sekadar menggusur tapi menata. PKL dikasih tempat
yang bagus, tempatnya di cat agar menarik, mereka tak lagi kehujanan dan
kepanasan," Kata Kukuh, Jumat pekan
lalu.
"Kalau bicara yang beli siapa, pembeli itu nanti pasti akan
mencari, kita pancing ke sana. Nanti lama-lama akan ke sana. Ini kan
proses," ujar Kukuh melanjutkan.
Pengamat perkotaan Yayat
Supriyatna mengatakan dari segi struktur, Jakarta sudah mempunyai banyak
aturan, pedoman, dan arahan untuk mengatur masyarakat. Sayangnya,
selama ini Perda Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum itu sulit
ditegakkan karena tak didukung aktor yang kuat yang bisa menggerakkan
seluruh unsur pemerintahan dan kelompok aktor lain.
"Di sinilah
peran aktif Jokowi sebagai aktor yang mampu menggerakkan supaya
kebijakan atau Perda itu dijalankan. Selama ini banyak aparat di bawah
tidak tahu harus berbuat bagaimana karena dia berhadapan dengan struktur
dan aktor yang lebih besar," ujar Yayat, selasa (20/8/2013).
Wakil
Ketua DPRD DKI, Triwisaksana, mengakui peralihan Satpol PP yang kini
lebih komunikatif dan tak lagi menggunakan cara kekerasan untuk
penertiban seperti pada masa lalu adalah sebuah perubahan yang besar.
“Pastinya ini ada pengaruh dari kepemimpinan Pak Jokowi. Monitoring yang
melekat, turun ke lapangan, dan ketegasan dalam eksekusi,” kata
politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, Selasa (20/8/2013).
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar