Saani, seorang nenek berusia 65 tahun, "nyasar" di Balaikota
DKI Jakarta, Kamis (27/6/2013). Dia sampai ke kantor Gubernur DKI
Jakarta Joko Widodo (Jokowi) dan Wakilnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), setelah dua
hari berkeliling instansi, berusaha mendapatkan bantuan langsung
sementara masyarakat (BLSM).
Berjilbab hitam dan baju daster
berwarna coklat, Saani bercerita awal perjalanannya berusaha mendapatkan
BLSM, kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak itu. Awalnya, Saani
menanyakan kepada seseorang di Kelurahan Angke, Jakarta Barat, bagaimana
memperoleh BLSM, Rabu (26/6/2013).
Dari kelurahan, Saani
diarahkan mendatangi Kantor Wali Kota Jakarta Barat di Puri Kembangan.
Kamis (27/6/2013) pagi, Saani sampai di Kantor Wali Kota Jakarta Barat.
Ia bertemu petugas satpam di sana, dan bertanya lagi bagaimana cara
mendapatkan BLSM.
Petugas di Kantor Wali Kota Jakarta Barat
mengatakan bahwa ia harus mendatangi kantor BNP2P dan menuliskan alamat
kantor itu. Saani menunjukkan secarik kertas dengan tulisan alamat
kantor BNP2P di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, dari petugas tersebut.
Saani pun melanjutkan perjalanan untuk mendatangi BNP2P itu. Bukannya mendapati kantor tersebut, Saani malah "nyasar" ke kantor Balaikota DKI Jakarta. "Saya nyampe di sini, istilah kasarnya pengen itu, pengen duit BLSM, buat modal dagang," kata Saani di Balaikota DKI Jakarta.
Di
KTP, Saani tertulis merupakan warga Jalan Sawah Lio, RT 10 RW 08,
Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat. Namun, kini dia tinggal di
kontrakan di wilayah Kalideres, Jakarta Barat.
Untuk sampai ke
Balaikota, Saani menumpang angkutan umum, menyambung-nyambung dengan
bus, sambil bertanya-tanya kepada orang tentang lokasi yang hendak dia
tuju. Saani sama sekali tidak tahu di mana kantor BNP2P tersebut.
"(Jalan) sendiri aja, naik mobil (angkutan umum) sambil baca-baca Bismillah," ucapnya.
Namun,
usahannya mendapatkan BLSM gagal. Saani tidak memiliki Kartu
Perlindungan Sosial (KPS) sebagai salah satu syarat mendapatkan BLSM.
Dari penuturannya, Saani tidak tahu apa itu KPS. Ia hanya mengatakan
tengah mengurus kartu sehat di sebuah puskesmas di Jakarta barat.
Untuk modal dagang
Meski
tidak memiliki KPS, ia tetap berkeinginan bisa mendapatkan uang BLSM
untuk modal membuka usaha dagang kecil-kecilan. Namun, ia tidak tahu
kapan bisa mewujudkannya. "Saya pengen jual daging sosis panggang. (Tapi) kudu mesti beli alatnya dulu, nyari modalnya pake duit itu (BLSM)," ujarnya.
Selama
ini, untuk menyambung hidup, Saani mengaku "menyambi" menjadi tukang
pijat di kontrakannya. Pekerjaannya dahulu sebagai pedagang kue cucur
dan pastel sudah dia tinggalkan. "Dulu bangunnya (buat jualan cucur dan
pastel) jam lima pagi, tapi sekarang udah enggak kuat," paparnya.
Dari
lima anaknya, empat di antaranya terpencar di luar Jakarta. Ada yang di
Bengkulu, Jawa, Cirebon, dan Purwokerto. Hanya satu anaknya yang kini
berada di Muara Angke, Jakarta Utara. Namun, Saani memilih untuk hidup
sendiri tanpa kehadiran anak-anaknya di dekatnya.
"Takut ribut (sama anak), saya tinggal sendiri aja. Biar begini, saya mah masih bisa nyari
duit sendiri," ujar Saani lirih. Dari mimik wajahnya saat bercerita
soal anaknya, ada ekspresi kesedihan di setiap ucapannya. Mulutnya pun
sesekali gemetar.
Berteman tas kecil berwarna biru, Saani pulang
dengan tangan hampa dari Kantor Balaikota DKI Jakarta. Tak ada BLSM
yang dia dapatkan.
Saat ditanya apakah mengenal Jokowi, Saani
mengiyakan. "Saya pernah salaman sama Pak Jokowi, di Petamburan,
tangannya halus," ujar dia.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar