Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) memang populer dan melakukan sejumlah “gebrakan” seperti blusukan, lelang jabatan lurah dan camat, menerbitkan Kartu Jakarta Sehat, merombak model hunian di rumah susun, dan pengerukan Waduk Pluit Jakarta Utara.
Walau tampak populis, peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte menilai gaya kepemimpinan Jokowi masih menggunakan model lama (jadul), seperti para gubernur sebelumnya dan pejabat publik lainnya: patron-klien “Hanya dikemas dengan cara yang berbeda” kata kata Philips, pekan lalu.
Menurut dia, Jokowi memposisikan diri layaknya “hero” yang mampu menyelesaikan semua masalah di Ibu Kota. “Dia masih sedikit membuat jarak antara pemimpin dan rakyat," ujarnya. Philip menjelaskan gaya kepemimpinan ini mengibaratkan bahwa pemimpin selalu bisa menyelesaikan masalah masyarakat.
Philip mencontohkan dengan program Kartu Jakarta Sehat. Banyak warga sakit kemudian Jokowi datang dan langsung mencetuskan KJS sehingga warga bisa berobat dengan gratis. "Ibaratnya ini ada masalah dan saya ada solusi," kata Philip. Langkah seperti ini, kata dia, kesannya hanya meredam gejolak di masyarakat.
Jokowi dinilai dalam program ini tidak melihat bagaimana sistem bekerja yang mengikuti program kebijakan ini. Dalam bidang perumahan juga diperlakukan hal serupa.
Seharusnya Jokowi, Philip melanjutkan, bisa memimpin dengan model yang "lebih dari sekedar Jokowi." Sederhananya, menurut dia, Jokowi bisa mengajak elemen lain di masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang ada. Jokowi perlu menjadi pemimpin yang menggerakan dan menginspirasi masyarakat untuk mengerakkan berbagai kelompok masyarakat. “Misal dalam kasus KJS mengajak Ikatan Dokter Indonesia," ujarnya.
Langkah semacam ini, menurut Philip, sebenarnya bagus. “Apa lagi gaya komunikasi Jokowi pas dalam menyampaikan ke masyarakat.”
Sumber :
tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar