Dibolah balik, diracik-racik, berbagai survei tetap menunjukkan keperkasaan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi). Survei terkahir yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Politik LIPI juga memperkuat hal ini, dalam survei terakhir elektabilitas Jokowi mencapai 22,6%, Prabowo
Subianto 14,2 % dan Aburizal Bakrie 9,4 %.
Nama nama yang berada di bawah 3 besar adalah Megawati Soekarnoputri dari PDI Perjuangan 9,3% , Jusuf Kalla 4,2%, Rhoma Irama 3,5%,
Wiranto 3,4%, Mahfud MD 1,9%, Hatta Rajasa 1,2%, Sri
Sultan HB X 1,2%, dan sebagai juru kunci Surya Paloh 1,2%.
Menurut pengamat
politik dari Charta Politika, Arya Fernandes, posisi Jokowi
yang selalu berada di urutan teratas tentu menjadi momok bagi capres-capres lain karena kian hari trend elektabilitas Jokowi terus menanjak
nenogoh capres-capres lain. Diakui atau tidak, meningkatan elektabilitas Jokowi menjadi hantu mimpi capres-capres lain yang berniat maju di Pilpres 2014.
"Saya kira
kekhawatiran itu beralasan. Melihat elektabilitas Jokowi yang terus
menanjak, tentu akan mempengaruhi peta pencalonan capres nanti. Jadi
wajar saja nama-nama lain jadi ketakutan," kata Arya,
Kamis (27/6/2013).
Di sisi lain, Arya melanjutkan, debut Jokowi setiap hari juga terus dibesarkan oleh media massa. Sehingga
tingkat keterpilihan publik lebih besar.
Namun demikian, menurut
Arya, sebenarnya Jokowi juga sulit maju sebagai capres. Alasanya,
sebelum maju dia harus memiliki tiket dari partai politik (parpol) lebih
dulu. Padahal beberapa partai sekarang sudah memiliki calon
masing-masing, misalnya PAN, sudah memiliki Hatta Rajasa, Golkar sudah
memiliki Aburizal Bakrie, Gerindra sudah memiliki Prabowo Subianto, dan
beberapa partai lain juga sudah punya calon.
Partai besar
tinggal PDIP, Demokrat, PPP dan PKB. Tapi kalau PDIP masih ada Megawati.
Jokowi juga sepertinya tidak akan ikut konvensi Demokrat, karena dia
masih menjabat sebagai gubernur aktif. Sementara PKB dan PPP meski masih
belum jelas sikapnya.
"Masalahnya Jokowi itu kalau tidak
mendapat tiket partai agak susah. Kekuatan Jokowi hanya pada
personalnya. Saya kira, keputusan maju dan tidaknya, yang paling
mempengaruhi besar adalah Jokowi sendiri. Kalau Jokowi pengen maju,
kalau dia berniat, bisa saja melunakkan hati Mega," kata Arya.
Peluang
Jokowi paling besar memang lewat PDIP. Namun demikian dia harus
bersaing dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri. Bila
elektabilitas Jokowi konsisten sebesar 35%, maka Megawati besar
kemungkinan legowo menyerahkan tiket capres ke dia. Namun dia tentu
memiliki kesepakatan-kesepakatan dengan Jokowi.
"Misalnya,
silakan Jokowi maju tapi dia akan menyorongkan Puan Maharani atau tokoh
PDIP lainya menjadi wakil presiden. Karena asumsinya Jokowi sudah 35
persen. Itu bukti orang sudah tidak lagi melihat asal partai, tapi lebih
kepada figur," tuturnya.
Namun demikian, Arya lebih memilih
Jokowi bekerja lebih dulu di Jakarta untuk membuktikan kinerjanya.
Apakah dia mampu atau tidak mengubah Jakarta, dan merealisasikan
janji-janjinya.
Ref :
merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar