Selasa, 19 Maret 2013

Jokowi Dituntut Segera Tunjuk Dirut Baru PT MRT

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dituntut untuk segera memutuskan pimpinan PT MRT Jakarta yang baru. Sebab, kekosongan pucuk pimpinan di tubuh PT MRT Jakarta akan mengganggu proses pembangunan mega proyek mass rapid transit (MRT) tersebut.
Untuk diketahui, pada Oktober 2012 Wishnu Subagio Jusuf mengundurkan diri dari jabatan sebagai Direktur Konstruksi. Ditambah kemarin, Joko Widodo menyampaikan bahwa masa jabatan Direktur Utama PT MRT Jakarta Tribudi Rahardjo habis pada 19 Februari 2013 dan tidak diperpanjang. Oleh sebab itu, secara otomatis proyek MRT dipikul seorang diri oleh Direktur Keuangan dan Administrasi Corporate Secretary, Erlan Hidayat.
Pengamat Transportasi Universitas Indonesia (UI) Ellen Tangkudung menyampaikan, kosongnya dua jabatan direktur di PT MRT Jakarta akan sangat menggangu roda usaha perusahaan tersebut. Ia berasumsi, kinerja PT MRT menjadi tak efektif karena hanya dipikul oleh seorang direktur saat ini.
Meski bisa dikendalikan oleh komisaris, kata Ellen, tapi sifatnya tak akan seintens pengendalian oleh direktur. Hal ini dikarenakan roda usaha lebih dominan dijalankan oleh direksi, dan bukan di level komisaris.
"Sampai kapan (kekosongan) ini terjadi? Kalau cukup lama, ini bisa jadi sebuah gejala yang menunjukkan proyek pembangunan MRT semakin tidak jelas nasibnya," kata Ellen, saat dihubungi wartawan, Selasa (19/3/2013) pagi.
Ellen menegaskan, bila kekosongan direksi itu benar-benar memengaruhi rencana pembangunan MRT, terlebih sampai batal, tentu akan memberikan kerugian yang tidak sedikit karena rancangan pembangunan MRT telah dilakukan sejak lama yang memakan waktu, pikiran, dan biaya besar.
"Semua tergantung Pemprov DKI sebagai pengambil kebijakan atas nasib MRT Jakarta," ujarnya.
Sebagai Gubernur, Joko Widodo sebenarnya bisa langsung menunjuk direksi PT MRT Jakarta yang baru. Namun, ia urung melakukannya karena menunggu rekomendasi dari para pemegang saham. Sampai saat ini, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) belum menghasilkan rekomendasi bakal calon pengganti direktur yang kosong.
Adapun beberapa persoalan yang masih mengganjal pembangunan MRT adalah belum diumumkannya pemenang tender proyek, penuntasan pembebasan lahan di sekitar Fatmawati. Bahkan, sebagian warga masih menolak pembangunan MRT di kawasan itu secara layang dan menuntut MRT dibangun dengan konsep bawah tanah (subway).
Mengenai pembiayaan, Pemerintah Pusat telah memutuskan akan menanggung 49 persen biaya investasi dan 51 persen sisanya ditanggung Pemprov DKI. Pihak pendonor, Japan International Cooperation Agency (JICA) tidak keberatan dengan komposisi investasi tersebut.
Sejauh ini, JICA menyetujui peminjaman dana sebesar Rp 15 triliun untuk proyek MRT di ruas Depok-Lebak Bulus sampai Sisingamangaraja dengan konsep jalan layang (luas 9,8 kilometer), dan ruas Senayan sampai Bundaran Hotel Indonesia (HI) dibangun di bawah tanah dengan luas 5,9 kilometer. Namun, belum ada persetujuan pinjaman untuk ruas berikutnya dari Bundaran HI ke Kampung Bandan (8,1 kilometer).


Sumber :
megapolitan.kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar