Untuk pertama kalinya presiden Joko Widodo (Jokowi) dan wakil presiden Jusuf Kalla (JK) melibatkan
PPATK dan KPK untuk ikut menyeleksi calon-calon menteri dalam kabinet.
Langkah itu menuai banyak apresiasi, salah satunya karena berhasil
membuktikan penolakan pada intervensi kekuatan partai politik.
"Peran
KPK dan PPATK dapat dimaknai Pak Jokowi sangat peduli dengan isu-isu
pemberantasan korupsi dan itu lebih tinggi dibandingkan mengakomodasi
kepentingan politik dalam menentukan kabinet," kata peneliti Populi
Center Dr Nico Harjanto dalam diskusi di Blok M, Jakarta, Sabtu
(25/10/2014).
"Kalau Jokowi bisa diintervensi maka PPATK dan KPK
bisa tidak ada gunanya. Karenanya, ini menunjukkan Jokowi-JK sangat
berpegang pada prinsip bersih dari hukum," imbuhnya.
Nico
mengatakan terobosan Jokowi-JK dalam menyusun kabinet ini harus menjadi
tradisi baru dalam menyusun kabinet secara transparan, tidak hanya
menyaring calon dari parpol tapi juga profesional atau akademisi.
"Sangat
mungkin dari akademisi, profesional, pengusaha yang mungkin sudah
terkena kasus hukum maka dengan menggunakan instrumen KPK dan PPATK
diharapkan ada screening," ujarnya.
Oleh karena itu sebagaimana
disuarakan banyak pihak, upaya ini harusnya bisa juga diterapkan untuk
menyeleksi anggota DPR, calon kepala daerah maupun pejabat lainnya di
tingkat bawah.
"Peran KPK dan PPATK ke depan penting untuk
menyeleksi siapa saja yang pantas jadi pejabat daerah dan nasional,
karena kita tidak mau pejabat publik punya cacat hukum dan nanti dia
Sibuk mengurusi kasusnya," ucap Nico. [detik]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar