Presiden terpilih, Joko Widodo, berencana menggabungkan sejumlah badan dan kementerian menjadi satu departemen. Seperti Kementerian Keamanan Tanah Air yang menggabungkan Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Ada pula Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang digabung dengan
Kementerian Riset dan Teknoligi, serta Kementerian Perumahan Rakyat dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
Khusus untuk Polri yang posisinya tidak lagi berada di bawah Presiden, pengamat kepolisian Univeritas Indonesia (UI) Bambang Widodo Umar menilai rencana ini positif untuk perbaikan Polri secara kelembagaan. Dimana Korps Baju Cokelat ini bakal lebih fokus dalam menerapkan kebijakan.
“Karena Kepolisian kan alat negara, bukan alat politik. Kepolisian secara organisatoris hanya menerapkan kebijakan, yang merumuskan dan bertanggung jawab dalam kebijakan strategis adalah menteri,” kata Bambang kepada Okezone, Rabu (3/9/2014).
Dia mencontohkan lembaga-lembaga yang merupakan alat negara seperti Polri yang kini berada di bawah Kementerian. “Misalnya Pamong Praja, Imigrasi, Cea Cukai, Lapas itu kan alat. Kalau diletakkan di bawah presiden akan sulit dalam merumuskan kebijakan,” sambungnya.
Karenanya, Bambang sepakat Polri diletakkan di bawah Kementerian. Tinggal kementerian mana yang cocok untuk menampung Polri. Apakah di Kementerian Keamanan seperti wacana Jokowi atau Kementerian Dalam Negeri seperti di beberapa negara tetangga.
Sebelumnya, usulan penggabungan beberapa kementerian dan badan ini disampaikan mantan rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga anggota Tim Pengkajian Arsitektur Kabinet Jokowi-JK, Sofyan Effendi.
Sofyan mengatakan akan dikaji penggabungan empat sampai lima kementerian yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, serta Kementerian Keamanan Tanah Air yang merupakan penggabungan BNPT, BNN, dan Polri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar