Kamis, 28 Agustus 2014

Ditolak SBY Jokowi Terpaksa Bertanggung Jawab Sendiri Soal Kenaikan BBM

Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) mengaku menyampaikan beberapa hal kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pertemuan pada Rabu malam, 27 Agustus 2014, di Nusa Dua, Bali. Salah satunya soal kenaikan harga bahan bakar minyak.
Jokowi meminta Presiden SBY untuk menekan defisit dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 yang diasumsikan sebesar 2,3 persen.
Bahkan ia ingin defisit ditekan sekecil-kecilnya. "Saya maunya sekecil-kecilnya. Teknisnya tanya ke tim transisi," kata Jokowi di Balai Kota, Kamis (28/8/2014).
Cara terbaik untuk menekan defisit, kata Jokowi, adalah menaikkan harga bahan bakar minyak. Namun, SBY, kata Jokowi, menolak permintaannya.
"Saat ini kondisinya dianggap masih kurang tepat untuk menaikkan (harga) BBM," kata Jokowi menirukan kata-kata SBY.
Karena ditolak, Jokowi mengaku akan menaikkan harga bahan bakar minyak di awal-awal masa pemerintahannya.
"Saya siap untuk tidak populer," tukas Jokowi.
Jokowi akan mengurangi subsidi BBM. Subsidi, kata Jokowi, akan dialihkan ke usaha yang produktif. Benih untuk petani, pestisida, dan solar untuk nelayan adalah beberapa kebutuhan yang akan mendapat subsidi.
"Saya kira harus mulai berubah. Jangan sampai konsumtif menggunakan BBM, untuk membeli mobil. Untuk mobil-mobil kita harus mulai mengubah dari sebuah konsumsi menjadi produksi. Itu saja."
Namun, kata Jokowi, saat ini dia masih menjadi gubernur DKI Jakarta belum dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober mendatang. Saat ini, kata Jokowi, masih wilayah pemerintahan Presiden SBY soal kebijakan BBM. "Ya kamu harus ngerti saya ini masih gubernur. Ini wilayahnya sekarang, wilayahnya beliau, (SBY)," katanya.
Mantan wali kota Solo ini menjelaskan nantinya apabila BBM dinaikkan maka akan ada sosialisasi kepada masyarakat serta usaha-usaha produktif.
"Ya mestinya penyampaiannya kepada usaha-usaha produktif, dengan sistem kartu, usaha produktif tadi dengan menggunakan kartu," pungkas dia.
Dalam RAPBN 2015, anggaran untuk belanja subsidi BBM sebesar Rp 291,1 triliun. Angka itu lebih besar daripada alokasi dalam APBN Perubahan 2014 yakni Rp 246,5 triliun.

JK Paham Alasan SBY
Menanggapi hal tersebut, Wakil Presiden RI terpilih Jusuf Kalla (JK) mengerti apa yang ada di dalam pemikiran Presiden SBY saat ini. Dalam hal ini JK paham alasan pemerintah saat ini tak mau menaikkan harga BBM bersubsidi.
"Tidak apa-apa, kalau pemerintah sekarang ragu-ragu," ujar JK di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (28/8/2014).
JK menegaskan dengan penundaan kenaikan harga BBM, ia yakin negara selamat tidak bangkrut, bisa bayar pembangunan dan gaji karyawan.
"Kalau tidak maka pada suatu waktu likuiditas pemerintah akan habis," ungkap JK.
Kendati demikian JK tetap tidak setuju dengan adanya subsidi untuk BBM yang mencapai Rp 400 triliun. Karena selain boros, BBM bersubsidi tidak tepat sasaran.
"Padahal uang itu hanya habis pada knalpot-knalpot mobil, mana mau kalian jalan jelek, Rumah sakit tidak bisa dibangun, pertanian tidak bisa dibangun," papar JK.
Ketika ditanya mengenai besaran harga BBM yang sesuai, JK tak mau banyak berkomentar. "Ya itu nanti saja," kata JK.  [tempo]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar