Tahun ini bisa dikatakan sebagai salah satu pembuktian bagi Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan terus melakukan kaderisasi dan
regenerasi. Terbukti, PDIP banyak mengusung kader sendiri untuk maju
dalam ajang pemilihan kepala daerah seperti Rano Karno di Banten, Joko
Widodo di Jakarta, Rieke Diah di Jawa Barat, Ganjar di Jawa Tengah, dan
Puspa Yoga di Bali.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Pemuda dan Olahraga PDIP, Maruarar Sirait, menekankan
partai
politik adalah alat perjuangan dan lembaga yang harusnya mempersiapkan
regenerasi dan kaderisasi. Artinya, jangan jadi partai yang hanya bisa
mencomot kader-kader dari partai lain. "Partai seperti itu gak baik
karena hanya mengajarkan sesuatu yang instan dan pragmatis," kata dia
dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (16/8/2013).
Disinggung
mengenai lembaga survei dan konsultan politik, pria yang akrab disapa
Ara ini mengaku pihaknya menghargai hasil survei dan setiap tahun selalu
membuat survei untuk memantau kinerja. "Survei jadi salah satu
pertimbangan dalam membuat keputusan meski bukan satu-satunya
pertimbangan," ujarnya.
Dia mencontohkan kala mengusung nama Joko
Widodo atau Jokowi pada pemilihan kepala daerah DKI Jakarta tahun lalu.
"Kita survei waktu itu menggunakan Indo Barometer. Posisinya masih
nomor 3 dengan persentase 6,5 persen. Tantowi Yahya saja nomor 2 dengan
17 persen, Foke 43 persen," ungkap Ara mengingatkan. Saat itu pihaknya
tidak memilih orang yang teratas menurut survei, sebaliknya, mengusung
Jokowi.
Dia beralasan, waktu itu popularitas Jokowi masih rendah
belum banyak dikenal masyarakat. Sementara, dari sedikit yang mengenal
Jokowi, banyak yang memilih. Dia juga dinilai berpotensi karena
mempunyai kualitas pemimpin seperti tegas, bersih, jujur, peduli, dan
merakyat.
"Kita tahu persis hasil surveinya masih nomor 3, tapi
dari survei kita mengetahui peluang untuk menang masih ada karena
popularitas dia belum begitu besar, tapi dia punya potensi yang memang
diminati sebagai kriteria dasar orang Jakarta," Ara menjelaskan.
Persoalannya waktu itu, Ara melanjutkan, masyarakat Jakarta belum tahu
kriteria itu ada dalam figur Jokowi. "Dengan sosialisasi yang masif,
surveinya naik," tutur Ara.
Pengalaman mengusung Jokowi juga jadi
dasar saat PDIP kembali memilih kader internal seperti Rieke yang
bertarung di Jabar dan Bambang DH dalam Pilkada Jatim. Berdasarkan
survei, posisi Rieke masih kalah dari Aher-Dede Yusuf. Pada akhirnya
Rieke memang kalah namun suaranya Rieke mencapai 28 persen, jauh di atas
suara partai PDIP di Jawa Barat, yakni 15 persen. "Artinya kita
mengajukan kader sendiri yang berkualitas dan punya elektabilitas
tinggi," kata dia.
"(Pilkada Jatim) juga terus berproses dan kita
yakin punya kesempatan yang sama. Kan Bambang DH dua kali jadi wali
kota seperti Jokowi, artinya mereka memang adalah tokoh yang dalam
proses kaderisasi partai tapi ditempatkan di birokrasi. Jokowi dua kali
jadi wali kota dan sekali gubernur direkomendasikan PDIP," Ara
membeberkan.
Lebih lanjut tentang hasil survei yang selalu
mengunggulkan Jokowi di bursa pemilihan calon presiden, Ara
mengindikasikan pihaknya bisa jadi mengajukan Jokowi sebagai capres.
"Kita sangat perhatikan apa yang jadi aspirasi yang berkembang di
masyarakat, terutama soal survei. Kita tahu semua lembaga survei
menempatkan Jokowi sebagai capres paling tinggi, tentu itu jadi
perhatian kita dan kita cermati," tegasnya.
Direktur
Eksekutif Saiful Mujani Research Centre, Grace Natalie, menyoroti saat
ini kandidat dalam pemilu maupun partai politik sudah mulai menyadari
akan pentingnya hasil survei sebagai modal sebelum memasuki arena
pertarungan dalam pemilihan. Dalam sebuah pemilihan gubernur, para bakal
calon yang tertarik untuk mendaftar jadi kandidat umumnya mulai membuat
survei sendiri dengan menyewa jasa lembaga survei.
Lalu dengan
hasil survei di tangan, mereka akan datang ke partai-partai dan
menyodorkannya untuk meminta dukungan. Partai-partai yang pragmatis
umumnya akan memilih calon yang dinilai kuat sesuai hasil survei. “Kalau
Pilkada, mau pemilihan wali kota, bupati atau gubernur biasanya
partai-partai sekarang sudah sadar banget kalau survei itu penting,”
kata Grace saat ditemui detikcom, Rabu (14/8/2013).
Grace
menambahkan, orang yang sudah kuat, dikenal publik, dan dipersepsikan
bagus seperti seorang tokoh birokrat, agama ataupun artis biasanya sudah
punya modal politik. “Partai-partai lebih gampang ngasih tiket ke orang
itu. Meskipun uang itu tetap juga ada, tapi itu biasanya urusan pribadi
bukan urusan konsultan, tapi kita mengetahui saja,” ujar dia.
Tapi
dari semua partai, Grace melihat ada satu perbedaan yang dilakukan oleh
PDIP dalam menanggapi hasil survei dan konsultasi politik. Menurutnya,
partai berlogo banteng moncong putih itu lebih mengutamakan konsolidasi
di dalam partai ketimbang mengutamakan kemenangan.
“PDIP memang
akui survei itu penting tapi mereka sangat mengutamakan kader sendiri.
Meskipun ada orang lain yang lebih tinggi tapi PDI bisa usung kader
sendiri meskipun memang lebih lemah, enggak sekuat yang lainnya seperti
misalnya di Pilkada Jatim,” kata Grace menguraikan.
Munculnya
lembaga survei dan konsultan politik memang banyak dipengaruhi oleh
sikap mengutamakan uang. Tapi menurut pengamat komunikasi politik dari
Universitas Indonesia, Effendi Gazali, berkembang pesatnya lembaga ini
bukanlah semata karena didorong faktor mandulnya kaderisasi dalam
internal partai.
“Alasan utamanya dalam komunikasi politik adalah
kompetisi untuk jadi pejabat publik, dalam liberal politics mirip
dengan "horse-race competition". Jadi perlu kompetisi dan saling
mengaju-ajukan nama serta keunggulan plus promosi," kata Effendi dalam
pesan singkatnya kepada detikcom, Kamis (15/8). "Nah untuk tujuan itulah
diperlukan survei dan konsultan.”
Dia menjelaskan, paham “horse
race” yakni berisi orang-orang kaya yang punya kuda dan punya pelatih
kuda. “Artinya kalau liberal ya uang menjadi utama,” kata dia lagi. Itu
sebabnya, kemunculan tokoh-tokoh politik seperti Obama atau Jokowi
dirasakan sebagai sebuah kejutan. “Jadi tetap yang terbaik dari kader
sendiri, dan bisa membangkitkan sumbangan persis seperti kasus Obama dan
Jokowi,” ujarnya.
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar