Jumat, 16 Agustus 2013

Melejitnya Jokowi Jadi Proyek Percontohan

Tahun ini bisa dikatakan sebagai salah satu pembuktian bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan terus melakukan kaderisasi dan regenerasi. Terbukti, PDIP banyak mengusung kader sendiri untuk maju dalam ajang pemilihan kepala daerah seperti Rano Karno di Banten, Joko Widodo di Jakarta, Rieke Diah di Jawa Barat, Ganjar di Jawa Tengah, dan Puspa Yoga di Bali.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Pemuda dan Olahraga PDIP, Maruarar Sirait, menekankan
partai politik adalah alat perjuangan dan lembaga yang harusnya mempersiapkan regenerasi dan kaderisasi. Artinya, jangan jadi partai yang hanya bisa mencomot kader-kader dari partai lain. "Partai seperti itu gak baik karena hanya mengajarkan sesuatu yang instan dan pragmatis," kata dia dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (16/8/2013).
Disinggung mengenai lembaga survei dan konsultan politik, pria yang akrab disapa Ara ini mengaku pihaknya menghargai hasil survei dan setiap tahun selalu membuat survei untuk memantau kinerja. "Survei jadi salah satu pertimbangan dalam membuat keputusan meski bukan satu-satunya pertimbangan," ujarnya.
Dia mencontohkan kala mengusung nama Joko Widodo atau Jokowi pada pemilihan kepala daerah DKI Jakarta tahun lalu. "Kita survei waktu itu menggunakan Indo Barometer. Posisinya masih nomor 3 dengan persentase 6,5 persen. Tantowi Yahya saja nomor 2 dengan 17 persen, Foke 43 persen," ungkap Ara mengingatkan. Saat itu pihaknya tidak memilih orang yang teratas menurut survei, sebaliknya, mengusung Jokowi.
Dia beralasan, waktu itu popularitas Jokowi masih rendah belum banyak dikenal masyarakat. Sementara, dari sedikit yang mengenal Jokowi, banyak yang memilih. Dia juga dinilai berpotensi karena mempunyai kualitas pemimpin seperti tegas, bersih, jujur, peduli, dan merakyat.
"Kita tahu persis hasil surveinya masih nomor 3, tapi dari survei kita mengetahui peluang untuk menang masih ada karena popularitas dia belum begitu besar, tapi dia punya potensi yang memang diminati sebagai kriteria dasar orang Jakarta," Ara menjelaskan.


Persoalannya waktu itu, Ara melanjutkan, masyarakat Jakarta belum tahu kriteria itu ada dalam figur Jokowi. "Dengan sosialisasi yang masif, surveinya naik," tutur Ara.
Pengalaman mengusung Jokowi juga jadi dasar saat PDIP kembali memilih kader internal seperti Rieke yang bertarung di Jabar dan Bambang DH dalam Pilkada Jatim. Berdasarkan survei, posisi Rieke masih kalah dari Aher-Dede Yusuf. Pada akhirnya Rieke memang kalah namun suaranya Rieke mencapai 28 persen, jauh di atas suara partai PDIP di Jawa Barat, yakni 15 persen. "Artinya kita mengajukan kader sendiri yang berkualitas dan punya elektabilitas tinggi," kata dia.
"(Pilkada Jatim) juga terus berproses dan kita yakin punya kesempatan yang sama. Kan Bambang DH dua kali jadi wali kota seperti Jokowi, artinya mereka memang adalah tokoh yang dalam proses kaderisasi partai tapi ditempatkan di birokrasi. Jokowi dua kali jadi wali kota dan sekali gubernur direkomendasikan PDIP," Ara membeberkan.
Lebih lanjut tentang hasil survei yang selalu mengunggulkan Jokowi di bursa pemilihan calon presiden, Ara mengindikasikan pihaknya bisa jadi mengajukan Jokowi sebagai capres. "Kita sangat perhatikan apa yang jadi aspirasi yang berkembang di masyarakat, terutama soal survei. Kita tahu semua lembaga survei menempatkan Jokowi sebagai capres paling tinggi, tentu itu jadi perhatian kita dan kita cermati," tegasnya.

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research Centre, Grace Natalie, menyoroti saat ini kandidat dalam pemilu maupun partai politik sudah mulai menyadari akan pentingnya hasil survei sebagai modal sebelum memasuki arena pertarungan dalam pemilihan. Dalam sebuah pemilihan gubernur, para bakal calon yang tertarik untuk mendaftar jadi kandidat umumnya mulai membuat survei sendiri dengan menyewa jasa lembaga survei.
Lalu dengan hasil survei di tangan, mereka akan datang ke partai-partai dan menyodorkannya untuk meminta dukungan. Partai-partai yang pragmatis umumnya akan memilih calon yang dinilai kuat sesuai hasil survei. “Kalau Pilkada, mau pemilihan wali kota, bupati atau gubernur biasanya partai-partai sekarang sudah sadar banget kalau survei itu penting,” kata Grace saat ditemui detikcom, Rabu (14/8/2013).
Grace menambahkan, orang yang sudah kuat, dikenal publik, dan dipersepsikan bagus seperti seorang tokoh birokrat, agama ataupun artis biasanya sudah punya modal politik. “Partai-partai lebih gampang ngasih tiket ke orang itu. Meskipun uang itu tetap juga ada, tapi itu biasanya urusan pribadi bukan urusan konsultan, tapi kita mengetahui saja,” ujar dia.
Tapi dari semua partai, Grace melihat ada satu perbedaan yang dilakukan oleh PDIP dalam menanggapi hasil survei dan konsultasi politik. Menurutnya, partai berlogo banteng moncong putih itu lebih mengutamakan konsolidasi di dalam partai ketimbang mengutamakan kemenangan.
“PDIP memang akui survei itu penting tapi mereka sangat mengutamakan kader sendiri. Meskipun ada orang lain yang lebih tinggi tapi PDI bisa usung kader sendiri meskipun memang lebih lemah, enggak sekuat yang lainnya seperti misalnya di Pilkada Jatim,” kata Grace menguraikan.
Munculnya lembaga survei dan konsultan politik memang banyak dipengaruhi oleh sikap mengutamakan uang. Tapi menurut pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Effendi Gazali, berkembang pesatnya lembaga ini bukanlah semata karena didorong faktor mandulnya kaderisasi dalam internal partai.
“Alasan utamanya dalam komunikasi politik adalah kompetisi untuk jadi pejabat publik, dalam liberal politics mirip dengan "horse-race competition". Jadi perlu kompetisi dan saling mengaju-ajukan nama serta keunggulan plus promosi," kata Effendi dalam pesan singkatnya kepada detikcom, Kamis (15/8). "Nah untuk tujuan itulah diperlukan survei dan konsultan.”
Dia menjelaskan, paham “horse race” yakni berisi orang-orang kaya yang punya kuda dan punya pelatih kuda. “Artinya kalau liberal ya uang menjadi utama,” kata dia lagi. Itu sebabnya, kemunculan tokoh-tokoh politik seperti Obama atau Jokowi dirasakan sebagai sebuah kejutan. “Jadi tetap yang terbaik dari kader sendiri, dan bisa membangkitkan sumbangan persis seperti kasus Obama dan Jokowi,” ujarnya.

Sumber :
detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar