Senin, 20 Mei 2013

Rencana Jokowi Naikkan Premi KJS Ditolak

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagyo, menilai rencana Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo untuk menaikkan premi Kartu Jakarta Sehat menjadi Rp 50 ribu dari sebelumnya Rp 23 ribu tidak tepat dan tidak akan menyelesaikan masalah.
Pemicu rencana ini adalah mundurnya 16 rumah sakit swasta di Jakarta yang mengaku  klaim biaya pelayanan pasien mereka tidak dibayar penuh.
"Antara premi dengan layanan KJS tidak ada hubungannya," kata Agus ketika dihubungi pada Senin, 20 Mei 2013. Menurut Agus, dua hal tersebut adalah hal yang berbeda.
Premi menurut Agus, lebih bersifat komersil. Sedangkan KJS, kata Agus, sesuatu yang bersifat sosial. "Sehingga seharusnya pemerintah bisa menanggung biayanya," ujar dia.
Menurut Agus, jika premi dinaikan tapi sistem yang digunakan masih sama maka rumah sakit akan terus mengeluh. Rumah sakit, menurut dia, juga membutuhkan biaya operasional.
Apa lagi saat ini KJS menggunakan sistem Indonesia Case Based Group. Dalam sistem yang menggantikan mekanisme Paket Pelayanan Esensial ini, setiap layanan rumah sakit sudah ada platfom harganya.
Jadi, kata Agus, meskipun premi dinaikkan, platform biaya yang ditetapkan tidak akan berubah. "Jadi percuma premi naik tetapi platform yang ditetapkan dalam INA-CBG ini tetap," katanya.
Dalam sistem INA-CBG, misalnya ada orang sakit demam berdarah. Rumah sakit sesuai ketentuan INA-CBG diberi patokan boleh melakukan rawat inap selama lima hari dengan tarif Rp 2,2 juta.
Maka jika orang tersebut sembuh pada hari kedelapan, Askes hanya menutup biaya Rp 2,2 juta tersebut. Tiga hari lebihnya ini yang dibayar oleh rumah sakit. Jika patokan harga layanan ini tak diubah, kata Agus, rumah sakit akan selalu mengaku kekurangan biaya.


Sumber :
tempo.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar