Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo dinilai pengamat Komunikasi Publik
dari Universitas Indonesia (UI), Devie Rahmawati, berbeda dari pejabat
lainnya.
Penilaian itu tak lepas dari sosok Jokowi yang disebut
Devie tak banyak berkomentar layaknya pengamat. Devie mencontohkan,
untuk kasus relokasi warga bantaran waduk Pluit. Paling tidak, Devie
melihat jokowi sudah cukup berani mengambil keputusan dengan merelokasi
warga dengan berbagai risiko.
"Terkecuali Jokowi, dia tidak jadi pengamat seperti yang lainnya," kata Devie ketika dihubungi ROL, Senin (20/5/2013)
Justru
Devie menyayangkan, sikap pejabat lain yang bisanya hanya melempar
polemik publik dengan bersikap sebagai pengamat. Jika ada masalah
konstalasi dialog publik, menurutnya adalah hal yang wajar dalam iklim
demokrasi di Indonesia. "Kalau tidak ingin ada rakyat protes, mending
kita kembali ke masa tirani yang lalu," tuturnya.
Sebenarnya
dalam iklim demokrasi sangat sulit membungkam aspirasi publik yang ada.
Publik terbagi atas tiga kelompok, yaitu setuju, tidak setuju dan
netral. Ini tergantung derajat kepentingan masing-masing. Yang netral
masuk ke dalam golongan yang tidak memiliki kepentingan apa-apa, dan
bahkan tidak peduli.
Mereka yang netral, tutur Devie, biasanya
tidak memiliki persinggungan langsung dengan pemerintah. Berbeda dengan
publik yang setuju atau tidak setuju, mereka punya persinggungan
langsung dengan kebijakan tersebut
Sementara Jokowi, dalam
berbagai kebijakan sudah berani mengambil keputusan. Jokowi dinilai
Devie dapat mengentaskan kebijakan tersebut dengan menjalankannya.
Selain itu, dalam pengamatannya, Jokowi juga memberikan alasan dan sudah
menyiapkan berbagai keperluan untuk kebijakan tersebut.
Jokowi
tidak menjadi seorang pengamat seperti yang dilakukan pejabat publik
yang lainnya yang justru sangat menyesatkan ketika menjadi pengamat.
"Yang seharusnya penjabat tersebut menjalankan kebijakan itu," katanya
mengakhiri.
Sumber :
republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar