Pemerintah Provinsi DKI Jakarta getol sekali untuk memulai pembangunan mass rapid transit
(MRT) di tahun ini. Keputusan pemenang tender rencananya bakal keluar
dalam waktu dekat, meski masih banyak warga yang menolak, khususnya bila
pembangunan moda transportasi massal berbasis rel ini dibangun dengan
konsep jalan layang.
Sebagai Gubernur, Joko Widodo berada di baris terdepan untuk
menentukan nasib MRT yang telah molor bertahun-tahun. Saat ini dia fokus
menggodok kesepakatan di level elite dan kontraktor yang bakal terlibat
dalam pembangunan MRT. Setelah itu, barulah dia berencana 'turun
gunung', mendekati warga untuk mencairkan kerasnya penolakan.
Alasan
mantan Wali Kota Surakarta itu menomorduakan penolakan warga adalah
agar langkah penentuan pembangunannya dapat lebih cepat. Dia khawatir
realisasi MRT akan terus molor bila terlalu sibuk mengurusi gelombang
penolakan.
Penolakan warga, kata Jokowi, didasari rencana
pemerintah yang akan merealisasikan MRT dengan jalur layang karena
dianggap mengganggu dan khawatir kumuh. Pasalnya, warga Lebak Bulus dan
Fatmawati meminta MRT dibangun di bawah tanah. Namun permintaan itu
belum bisa dipenuhi karena pembangunan bawah tanah memerlukan biaya yang
jauh lebih mahal.
"Kalau kami hanya mikir gitu terus,
MRT enggak akan kami putuskan dan enggak akan jalan. Nanti mengenai
problem seperti itu (penolakan warga) akan kami lakukan pendekatan,"
kata Jokowi, Selasa (9/4/2013).
Namun, langkah Jokowi kali ini
dianggap mengecewakan. Bahkan, sejumlah pihak menilainya ingkar dengan
apa yang telah dijanjikan sebelumnya. Mengapa?
Ketua Dewan
Transportasi Kota Jakarta, Azas Tigor Nainggolan menyayangkan sikap
Jokowi yang menomorduakan penolakan warga. Menurut dia, proses penentuan
pemenang tender dan menyelesaikan gejolak penolakan harus dilakukan
secara bersamaan. Tigor bersikukuh dengan pendapatnya lantaran tuntutan
warga ke depannya akan berkaitan dengan perjanjian bersama pemenang
tender. Bila tak melibatkan warga, Tigor khawatir gelombang penolakan
bakal memengaruhi pembangunan MRT di kemudian hari.
Di luar itu,
warga juga harus dilibatkan lebih dalam dengan alasan sebagai pengawas
rencana pembangunan. Warga yang akan bersentuhan langsung, kata Tigor,
berhak mengetahui hasil analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal)
pembangunan MRT.
"Warga Jakarta ini memang menunggu MRT, tapi pastikan dulu semuanya harus clear. Ini penting, Gubernur harus menyelesaikan semuanya bersamaan," kata Tigor kepada Kompas.com, Selasa malam.
Secara
terpisah, Alex Tarore, perwakilan warga Fatmawati yang menolak MRT
dibangun dalam bentuk jalan layang, mengaku kecewa dengan sikap Jokowi.
Kekecewan itu dilandasi karena merasa dinomorduakan setelah Jokowi lebih
memilih fokus bernegosiasi di level elite dan kontraktor. Bahkan, Alex
menuding Jokowi mengingkari janjinya untuk melibatkan warga dalam tim
kajian pembangunan MRT.
Selain menuntut MRT dibangun di bawah
tanah, warga Fatmawati dan Lebak Bulus juga meminta hasil Amdal yang
terbaru. Pasalnya, Amdal terakhir dikeluarkan pada 2005 (hanya berlaku
tiga tahun), sebagai syarat saat Kementerian Keuangan akan mengajukan
pinjaman mega proyek MRT ke Japan International Cooperation Agency
(JICA).
"Kalau (tidak melibatkan warga) begini namanya Pak Jokowi
ingkar janji. Sebenarnya kami mendukung MRT, asalkan dibangun subway
(bawah tanah) dan tunjukkan hasil Amdal terbarunya. Amdal sebelumnya itu
cuma sampai 2008," ujar Alex.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya,
Pemprov DKI Jakarta akan segera mengumumkan pemenang tender MRT.
Rencananta, pemenang tender proyek senilai Rp 15 triliun itu akan
diumumkan bulan ini. Saat ini, semua persiapan administrasi masih dalam
proses, termasuk administrasi bersama Kementerian Keuangan dan Japan
International Cooperation Agency (JICA).
Peserta lelang dalam
megaproyek MRT ini adalah PT Wijaya Karya (Wika) dan Jaya Konstruksi
yang menjadi bagian dari konsorsium pengerjaan paket bawah tanah dari
Jalan Sisingamangaraja hingga Bundaran Hotel Indonesia. Kedua perusahaan
akan membangun MRT bersama perusahaan asal Jepang, yakni Shimizu dan
Obayashi.
Pembagian kerja di antara empat perusahaan dalam satu
konsorsium tersebut adalah 70 persen dikerjakan oleh Shimizu dan
Obayashi, yang dibagi dua, masing-masing menanggung 35 persen. Sementara
PT Wika dan Jaya Konstruksi mendapat bagian pekerjaan masing-masing 15
persen. PT Wika juga mengikuti proses tender untuk pengerjaan MRT paket
layang (Lebak Bulus sampai Al Azhar) 101, 102, dan 103. Namun, dalam
paket layang, Wika akan bekerja sama dengan perusahaan Jepang, Tokyu.
Selain
konsorsium itu, peserta lelang lainnya ialah konsorsium Hutama Karya
(HK) bersama dengan perusahaan Jepang, Sumitomo Mitsui Construction
Company. Total tender pengerjaan MRT untuk tiga paket bawah tanah adalah
Rp 4 triliun hingga Rp 4,5 triliun.
Sumber :
megapolitan.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar