Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengaku sudah menjelaskan secara langsung kepada Presiden Joko Widodo soal adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
Hal itu disampaikan Yunus saat proses penyusunan Kabinet Kerja pada awal pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla tahun 2014.
Budi Gunawan masuk dalam daftar calon menteri yang diminta ditelusuri rekam jejaknya.
"Saya sudah lima kali bertemu Presiden tentang nama-nama yang diajukan. Saya jelaskan kepada Presiden potensi setiap calon yang diajukan ke kami, kira-kira baik atau tidak," kata Yunus dalam wawancara dengan Kompas TV, Selasa (13/1/2015).
Yunus mengatakan, pihaknya pernah menyerahkan laporan hasil analisis (LHA) kepada Polri terkait Budi Gunawan. PPATK menemukan adanya transaksi mencurigakan hingga puluhan miliar rupiah. Transaksi itu mencurigakan jika melihat profil Budi sebagai penegak hukum.
Kesimpulan penyelidikan Polri saat itu, kata Yunus, transaksi itu tidak terkait pidana, melainkan pinjaman dari perusahaan luar negeri."Kita tidak punya kewenangan untuk me-riview hasil penyelidikan polisi," kata Yunus.
Yunus menambahkan, KPK kemudian meminta PPATK untuk menelusuri transaksi tertentu terkait Budi Gunawan. Objek yang diminta KPK berbeda dengan penelusuran PPATK sebelumnya. PPATK lalu menyerahkan seluruh hasil penelusuran pihaknya terkait Budi Gunawan kepada KPK.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, penyelidikan perkara Budi Gunawan bermula dari laporan masyarakat tahun 2010. Di tengah penyelidikan itu, Bambang mengakui bahwa pihaknya juga meminta penelusuran PPATK.
Hasil ekspos pada Senin (12/1/2015), KPK meyakini ada tindak pidana yang dilakukan Budi saat menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier SDM Mabes Polri periode 2004-2006.
Ketua KPK Abraham Samad juga mengatakan bahwa KPK telah memberi peringatan kepada Presiden bahwa Budi Gunawan memiliki catatan merah. KPK menganggap tidak elok jika Budi dicalonkan sebagai calon Kapolri. [tribun]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar