Indonesia belum akan terbebas dari jeratan utang
selama anggaran negara masih mengalami defisit. Celakanya, Pemerintahan
Joko Widodo (Jokowi) mengaku belum mampu mengatasi defisit anggaran
pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam waktu lima tahun ke depan.
"Akan
ada debat soal menutup defisit dari utang. Kita masih akan defisit
karena kita butuh belanja besar," ujar Menteri Keuangan Bambang P.S.
Brodjonegoro dalam Rapat Kerja Nasional Kamar Dagang dan Industri, Jumat
(21/11/2014).
Bambang mengakui kualitas pengelolaan anggaran negara
harus diperbaiki dengan memaksimalkan penerimaan dan mengoptimalkan
belanja. Permasalahannya, Indonesia butuh anggaran besar untuk mendanai
pembangunan sejalan dengan upaya memperbaiki fundamental ekonomi.
"Indonesia
masih berkembang dan sebagai negara berkembang masih butuh pertumbuhan
yang berkualitas untuk menekan tingkat kemiskinan absolute yang masih 11
persen dari total penduduk 250 juta jiwa. Kalau dikalikan itu sekitar
27,5 - 28 juta penduduk Indonesia masih miskin," katanya.
Peran
pemerintah melalui politik anggaran, kata Bambang, juga penting untuk
menciptakan kebijakan ekonomi yang bisa mengurangi tingkat pengangguran
terbuka yang masih bertengger di kisaran 5 -6 persen dari total
populasi. Hal ini penting untuk pula mengurangi ketimpangan pendapatan
masyarakat yang tercermin dari rasio Gini yang masih tergolong tinggi di
kisaran 0,41 persen hingga 0,43 persen.
"Jangan bandingkan pengangguran terbuka Indonesia yang 5-6 persen dengan
pengangguran di Eropa dan Amerika Serikat yang di atas 20 persen,
karena jumlah penduduknya beda," kata Bambang.
Bambang
mengatakan indikator pembangunan tersebut, menjadi alasan pemerintah
masih perlu menggenjot belanja, terutama untuk belanja produktif.
Masalahnya adalah sumber penerimaan negara terutama dari perpajakan
belum maksimal karena keterbatasan sumber daya manusia dan infrastruktur
pendukung untuk menggalinya. [cnnindonesia]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar