Kesepakatan antara Koalisi Indonesia Hebat dengan Koalisi Merah Putih
batal diteken Kamis (13/11/2014) kemarin. Kolisi Indonesia Hebat yang
beranggotakan PDI Perjuangan, Hanura, NasDem, dan PKB meminta
kesepakatan ditambah, yakni revisi pasal 98 di Undang-undang tentang
MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3).
Pasal 98 ayat 6, ayat 7 dan
ayat 8 UU MD3 yang memuat hak interplasi, hak menyatakan pendapat, dan
hak angket di tingkat Komisi di DPR. Jika tidak, maka Komisi DPR
berpotensi mengganti menteri yang menjadi mitra kerjanya
"DPR
bisa meminta Presiden memberi sanksi kepada menteri. Sebagai Komisi DPR
bisa mengganti menteri loh," kata Sekretaris Jenderal Partai Hanura,
Dossy Iskandar, saat dihubungi detikcom, Jumat (14/12/2014).
Dossy
menyatakan kewenangan seperti itu berpotensi menimbulkan kegaduhan
politik. Tentu ini tidak sehat bagi sistem presidensial. Maka UU MD3 itu
harus direvisi.
Kekhawatiran KIH dijawab oleh Ketua DPP Partai
Gerakan Indonesia Raya Desmond J Mahesa. Menurut Desmond anggapan KIH
terhadap UU MD3 itu terlalu berlebihan.
"Nggak ada yang
membahayakan. Lagipula UU MD3 sudah lulus uji materi di MK. Ini baru
soal hak menyatakan pendapat saja sudah paranoid," kata Desmond J Mahesa
saat dihubungi detikcom, Jumat (14/11/2014).
Menurut anggota
Komisi III DPR ini, hak bertanya dan menyatakan pendapat memang inheren
dengan parlemen di belahan dunia manapun. Aturan di UU MD3 yang baru itu
hanya menindaklanjuti aturan UU MD3 sebelum diadakan revisi.
Berikut ini pasal-pasal di UU MD3 yang dianggap membahayakan kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi):
Pasal 98
Ayat (6)
Keputusan
dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi
bersifat mengikat antara DPR dan pemerintah serta wajib dilaksanakan
oleh pemerintah
Ayat (7)
Dalam hal pejabat negara dan pejabat
pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(6), komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket,
hak menyatakan pendapat, atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (8)
DPR
dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada
pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (6). [detik]
DENGAN UU MD3 2014 YANG SEPERTI INI, SAYA SEBAGAI RAKYAT TERKESAN SEPERTINYA : YANG MEMBUAT, YANG MENGAJUKAN DAN YANG MENGESYAH-KAN SAMA2 BLOO-ON-NYA.
BalasHapusKELIHATANNYA NIAT2 YANG KURANG BAIK DARI KUBU KMP SEMAKIN HARI SEMAKIN TAMPAK DAN TERKUAK DI DEPAN PUBLIK, TERUTAMA UU MD3 TAHUN 2014 PASAL 98 AYAT 7 , YANG MANA PASAL INI TIDAK ADA DI UU MD3 2009 YANG BERLAKU PADA PEMERINTAHAN SBY. SAYA MENSINYALIR DISINILAH NIAT2 YANG TIDAK BAIK DARI KUBU KMP. KARENA UU MD3 INI DIAJUKAN OLEH PEMERINTAHAN SEBELUMNYA, MAKA PERTANYAAN SAYA APAKAH ADA KONG-KALINGKONG???
BalasHapusMENURUT SAYA HAK INTERPELASI ITU HANYA BOLEH DILAKUKAN DI SIDANG PARIPURNA MPR. SELAIN ITU SAAT INI KOMISI DIKUASAI KUBU KMP, KEMUNGKINAN BESAR NANTI KEPUTUSAN YANG DIPAKAI YA PASTILAH PENDAPAT2-NYA KMP. JADI TIDAK MASUK AKAL KALAU AKHIRNYA PRESIDEN-NYA MENJADI BONEKA-NYA KMP BAGAIMANA NASIB NEGARA INI??? INILAH NANTI HASIL DARI UU MD3 2014 BILA TIDAK DIREVISI.
BalasHapusJELAS BAHWA DARI PASAL 98 AYAT 6, KARENA KOMISI DIKUASAI OLEH KUBU KMP MAKA KEPUTUSAN2 YANG DIHASILKAN OLEH KOMISI SANGAT BISA DIPASTIKAN ADALAH USULAN SUARA MILIK KMP. DAN INI-LAH YANG HARUS DILAKSANAKAN OLEH PEMERINTAH. INI APA ARTINYA??? INI ARTINYA PEMERINTAH MENJADI BONEKA-NYA KMP. KALAU TIDAK DILAKSANAKAN OLEH PEMERINTAH, MAKA ANCAMAN-NYA ADALAH PASAL 98 AYAT 7, PRESIDEN ATAUPUN MENTERINYA DI-INTERPELASI OLEH KOMOSI YANG DIKUASAI OLEH KMP. PASAL 98 INI JELAS2 MENGHILANGKAN/MENGACAUKAN SYSTEM PRESIDENSIIL KITA.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus