Selasa, 18 November 2014

Golkar-Demokrat Tolak Kenaikan Harga BBM, PDIP Ibaratkan Jamu dari Jokowi

Partai pengusung terbesar Presiden Joko Widodo, PDI Perjuangan mengibaratkan keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) seperti jamu. Kenaikan harga BBM ini bisa menjadi obat penyembuh meskipun rasanya pahit.
"Ini kita ketahui menjadi pil pahit. Ada persoalan dampak juga yang harus diperhitungkan, tentu saja kita berharap pil pahit ini tidak menjadi racun, tetapi seperti jamu," ujar politisi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (18/11/2014).
Bukan hanya infrastruktur, pengurangan subsidi harga BBM diyakini Rieke dapat membuat Indonesia menuju kedaulatan energi. Namun, hal ini akan memberikan dampak negatif, inflasi. Rieke pun mengusulkan kepada tim ahli Jokowi-JK untuk segera mengeluarkan kebijakan politik harga untuk mengatasi inflasi yang akan terjadi. "Karena jumlah rakyat itu bukan 15,5 juta," ucapnya.
Rieke mengatakan kebijakan politik harga mengintervensi bagaimana efek domino terhadap kenaikan harga segera bisa diturunkan. "Kemudian, saat ini sedang ada keputusan pembahasan dewan pengupahan kota/kabupaten untuk kenaikan upah 2015 yang perlu dukungan pemerintah pusat," tuturnya.
Lebih lanjut, pembahasan tersebut dilakukan karena banyaknya masyarakat yang telah bekerja di berbagai sektor yang sebenarnya tidak menjadi target 15,5 juta dari pemerintah untuk pengalihan subsidi. Menurutnya melalui pembahasan ini diharapkan ada keseimbangan antara penghasilan dan inflasi yang sudah terjadi.
"Bappenas katakan Rp 1000 per liter naik, maka harus ada tambahan Rp 100.000 per bulan. Artinya, kalau Rp 2000 maka harus ada tambahan Rp 200.000 per bulan. Paling tidak untuk segera cabut Inpres zaman SBY nomor 9 tahun 2013 bahwa upah tidak boleh naik lebih dari 10 persen."

Golkar Tolak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Fraksi Partai Golkar di DPR menyesalkan jalan pintas yang diambil Pemerintahan Jokowi dengan menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi.
Hal tersebut disampaikan FPG saat menggelar jumpa pers di sela-sela acara Rapimnas ke-7 Partai Golkar, Selasa (18/11/2014).
"Fraksi Partai Golkar DPR menyesalkan Pemerintah mengambil jalan pintas dengan menaikkan harga BBM disaat rakyat sedang susah dan pada saat harga minyak mentah menurun drastis," kata Ketua Fraksi Partai Golkar, Ade Komarrudin saat jumpa pers di sela-sela acara Rapimnas ke 7 Partai Golkar, Selasa (18/11/2014).
Terkait dengan kebijakan tersebut, sambung Ade, FPG menyatakan tujuh pernyataan sikapnya.
"Pertama, kenaikan BBM oleh Pemerintah menunjukan jika Pemerintah Joko Widodo sudah mengingkari janji kampanyanye dan tidak memiliki kepekaan terhadap rakyat. Kedua, kebijakan kenaikan harga BBM tersebut sulit dicarikan alasan dan logika dari sisi hitungan ekonominya karena saat ini harga minyak dunia cenderung turun terus, sehingga kenaikkan BBM tidak tepat," kata dia.
Ketiga, FPG menilai Pemerintah tidak memiliki konsep dan perencanan yang memadai dari dampak kenaikkan harga BBM terutama untuk transportasi umum, BBM nelayan dan UKM.
Selain itu sambung Ade, sudah saatnya Pemerintah mengubah paradigma penetapan harga produksi minyak dengan meninggalkan formulasi Mid Oil Platts Singapore yang sarat permainan harga.
Pemerintah, harus bisa menghitung formulasi harga produksi BBM yang mandiri, transparan dan akuntabel jauh dari pengaruh mafia Migas.
"Kami yakin harga BBM premium bisa ditekan lagi, apabila tidak mengacu pada MOPS," sambung Sekretaris FPG, Bambang Soesatyo.
Kelima, FPG menyatakan belum melihat komitmen nyata serta langkah dan upaya dari Pemerintah Jokowi untuk mengatasi masalah subsidi BBM, karena belum jelasnya arah kebijakan konversi BBM ke BBG.
"Oleh karena itu kami mendorong digunakannya dana hasil penghematan tersebut untuk mengembankang energi alternatif terbarukan," ujar Ade.
Selain itu sambung Ade, dengan kondisi masih sulitnya perekonomian rakyat, kenaikkan harga BBM akan memicu laju inflasi harga kebutuhan pokok masyarakat.
"Artinya hal ini tidak sejalan dengan program Pemerintah yang ingin menjaga inflasi pada 2015 sebesar 4,4%."
Lebih lanjut, keberadaan karu sakti sebagai bentuk kompensasi kenaikkan BBM dinilai tidak tepat baik dari segi legalitas maupun tertib anggaran.
"Hal ini jelas berpotensi melanggar UU APBN. Oleh karena itulah kami akan menggunakan hak konstitusional untuk meminta penjelasan Pemerintah atas kenaikan harga BBM," tandas Ade.


Demokrat Idem Golkar
Fraksi Partai Demokrat di DPR menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintahan Jokowi-JK. Demokrat bahkan rencananya bakal menggunakan hak interpelasi kepada Presiden Jokowi.
Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menilai tak tepat jika Jokowi menaikkan harga BBM saat harga minyak dunia turun. Ibas menjelaskan, dalam UU APBN-P 2014, pemerintah berhak menaikkan harga BBM jika minyak dunia 15 persen di atas USD 105 per barel. Sementara saat ini, harga minyak dunia turun di bawah USD 80 per barel.
"Juga tidak tepat karena defisit anggaran castflow dalam keadaan aman. Apalagi tahun lalu BBM baru dinaikan sementara 2014 ini tarif dasar listrik dan BBG juga mengalami kenaikan. Keadaan ini akan membebani masyarakat karena harga barang kebutuhan pasti mengalami kenaikan akan terjadi inflasi di masyarakat," ujar Ibas di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/11/2014).
Meski pemerintah memiliki kewenangan untuk menaikkan harga BBM, kata dia, Fraksi Partai Demokrat meminta agar presiden dan pemerintah menjelaskan alasannya kepada rakyat mengapa harga dinaikan tahun ini.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah harus menjelaskan tentang kompensasi bagi masyarakat miskin dan tidak mampu serta dari mana dana itu diambil. Pemerintah harus jelaskan cara menentukan rumah tangga menerima dan kompensasi tersebut.
"Fraksi Partai Demokrat mengusulkan agar DPR menggunakan hak dan kewenangannya untuk meminta penjelasan kepada presiden dan pemerintah tentang hal-hal yang menyangkut kenaikan BBM ini," kata dia.
Sejauh ini, sudah ada empat fraksi yang meminta untuk DPR menggunakan hak interpelasi terkait BBM kepada Jokowi, yakni Golkar, Gerindra, PKS dan Demokrat. Jika dalam paripurna mayoritas anggota sepakat menggunakan interpelasi, maka DPR akan memanggil Jokowi untuk meminta penjelasan soal kenaikan BBM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar