Partai pengusung terbesar Presiden Joko Widodo, PDI Perjuangan
mengibaratkan keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak
(BBM) seperti jamu. Kenaikan harga BBM ini bisa menjadi obat penyembuh
meskipun rasanya pahit.
"Ini kita ketahui menjadi pil pahit. Ada
persoalan dampak juga yang harus diperhitungkan, tentu saja kita
berharap pil pahit ini tidak menjadi racun, tetapi seperti jamu," ujar
politisi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka di Gedung DPR RI, Jakarta,
Selasa (18/11/2014).
Bukan hanya infrastruktur, pengurangan subsidi
harga BBM diyakini Rieke dapat membuat Indonesia menuju kedaulatan
energi. Namun, hal ini akan memberikan dampak negatif, inflasi. Rieke
pun mengusulkan kepada tim ahli Jokowi-JK untuk segera mengeluarkan
kebijakan politik harga untuk mengatasi inflasi yang akan terjadi.
"Karena jumlah rakyat itu bukan 15,5 juta," ucapnya.
Rieke
mengatakan kebijakan politik harga mengintervensi bagaimana efek domino
terhadap kenaikan harga segera bisa diturunkan. "Kemudian, saat ini
sedang ada keputusan pembahasan dewan pengupahan kota/kabupaten untuk
kenaikan upah 2015 yang perlu dukungan pemerintah pusat," tuturnya.
Lebih
lanjut, pembahasan tersebut dilakukan karena banyaknya masyarakat yang
telah bekerja di berbagai sektor yang sebenarnya tidak menjadi target
15,5 juta dari pemerintah untuk pengalihan subsidi. Menurutnya melalui
pembahasan ini diharapkan ada keseimbangan antara penghasilan dan
inflasi yang sudah terjadi.
"Bappenas katakan Rp 1000 per liter
naik, maka harus ada tambahan Rp 100.000 per bulan. Artinya, kalau Rp
2000 maka harus ada tambahan Rp 200.000 per bulan. Paling tidak untuk
segera cabut Inpres zaman SBY nomor 9 tahun 2013 bahwa upah tidak boleh
naik lebih dari 10 persen."
Golkar Tolak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
Fraksi Partai Golkar di DPR menyesalkan
jalan pintas yang diambil Pemerintahan Jokowi dengan menaikkan
harga bahan bakar minyak bersubsidi.
Hal tersebut disampaikan FPG saat menggelar jumpa pers di sela-sela acara Rapimnas ke-7 Partai Golkar, Selasa (18/11/2014).
"Fraksi
Partai Golkar DPR menyesalkan Pemerintah mengambil jalan pintas dengan
menaikkan harga BBM disaat rakyat sedang susah dan pada saat harga
minyak mentah menurun drastis," kata Ketua Fraksi Partai Golkar, Ade
Komarrudin saat jumpa pers di sela-sela acara Rapimnas ke 7 Partai
Golkar, Selasa (18/11/2014).
Terkait dengan kebijakan tersebut, sambung Ade, FPG menyatakan tujuh pernyataan sikapnya.
"Pertama,
kenaikan BBM oleh Pemerintah menunjukan jika Pemerintah Joko Widodo
sudah mengingkari janji kampanyanye dan tidak memiliki kepekaan terhadap
rakyat. Kedua, kebijakan kenaikan harga BBM tersebut sulit dicarikan
alasan dan logika dari sisi hitungan ekonominya karena saat ini harga
minyak dunia cenderung turun terus, sehingga kenaikkan BBM tidak tepat,"
kata dia.
Ketiga, FPG menilai Pemerintah tidak memiliki konsep
dan perencanan yang memadai dari dampak kenaikkan harga BBM terutama
untuk transportasi umum, BBM nelayan dan UKM.
Selain itu sambung
Ade, sudah saatnya Pemerintah mengubah paradigma penetapan harga
produksi minyak dengan meninggalkan formulasi Mid Oil Platts Singapore
yang sarat permainan harga.
Pemerintah, harus bisa menghitung
formulasi harga produksi BBM yang mandiri, transparan dan akuntabel jauh
dari pengaruh mafia Migas.
"Kami yakin harga BBM premium bisa ditekan lagi, apabila tidak mengacu pada MOPS," sambung Sekretaris FPG, Bambang Soesatyo.
Kelima,
FPG menyatakan belum melihat komitmen nyata serta langkah dan upaya
dari Pemerintah Jokowi untuk mengatasi masalah subsidi BBM, karena belum
jelasnya arah kebijakan konversi BBM ke BBG.
"Oleh karena itu
kami mendorong digunakannya dana hasil penghematan tersebut untuk
mengembankang energi alternatif terbarukan," ujar Ade.
Selain itu
sambung Ade, dengan kondisi masih sulitnya perekonomian rakyat,
kenaikkan harga BBM akan memicu laju inflasi harga kebutuhan pokok
masyarakat.
"Artinya hal ini tidak sejalan dengan program Pemerintah yang ingin menjaga inflasi pada 2015 sebesar 4,4%."
Lebih
lanjut, keberadaan karu sakti sebagai bentuk kompensasi kenaikkan BBM
dinilai tidak tepat baik dari segi legalitas maupun tertib anggaran.
"Hal
ini jelas berpotensi melanggar UU APBN. Oleh karena itulah kami akan
menggunakan hak konstitusional untuk meminta penjelasan Pemerintah atas
kenaikan harga BBM," tandas Ade.
Demokrat Idem Golkar
Fraksi Partai Demokrat di DPR menolak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
(BBM) bersubsidi oleh pemerintahan Jokowi-JK. Demokrat bahkan rencananya
bakal menggunakan hak interpelasi kepada Presiden Jokowi.
Ketua
Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menilai tak tepat
jika Jokowi menaikkan harga BBM saat harga minyak dunia turun. Ibas
menjelaskan, dalam UU APBN-P 2014, pemerintah berhak menaikkan harga BBM
jika minyak dunia 15 persen di atas USD 105 per barel. Sementara saat
ini, harga minyak dunia turun di bawah USD 80 per barel.
"Juga
tidak tepat karena defisit anggaran castflow dalam keadaan aman. Apalagi
tahun lalu BBM baru dinaikan sementara 2014 ini tarif dasar listrik dan
BBG juga mengalami kenaikan. Keadaan ini akan membebani masyarakat
karena harga barang kebutuhan pasti mengalami kenaikan akan terjadi
inflasi di masyarakat," ujar Ibas di Gedung DPR, Jakarta, Selasa
(18/11/2014).
Meski pemerintah memiliki kewenangan untuk menaikkan
harga BBM, kata dia, Fraksi Partai Demokrat meminta agar presiden dan
pemerintah menjelaskan alasannya kepada rakyat mengapa harga dinaikan
tahun ini.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah harus menjelaskan
tentang kompensasi bagi masyarakat miskin dan tidak mampu serta dari
mana dana itu diambil. Pemerintah harus jelaskan cara menentukan rumah
tangga menerima dan kompensasi tersebut.
"Fraksi Partai Demokrat
mengusulkan agar DPR menggunakan hak dan kewenangannya untuk meminta
penjelasan kepada presiden dan pemerintah tentang hal-hal yang
menyangkut kenaikan BBM ini," kata dia.
Sejauh ini, sudah ada
empat fraksi yang meminta untuk DPR menggunakan hak interpelasi terkait
BBM kepada Jokowi, yakni Golkar, Gerindra, PKS dan Demokrat. Jika dalam
paripurna mayoritas anggota sepakat menggunakan interpelasi, maka DPR
akan memanggil Jokowi untuk meminta penjelasan soal kenaikan BBM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar