Kamis, 02 Oktober 2014

Ulah Prabowo Bikin Investor Ketar-ketir

Para investor pantas ketar-ketir melihat situasi politik yang memanas antara pemerintahan baru dengan parlemen yang saat ini secara resmi telah dikuasai oleh Prabowo dan kroninya. Investor risau karena program pemerintahan baru Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) dipastikan akan sulit berjalan secara efektif akibat  terganjal pasukan elite yang dikomandoi oleh Prabowo di parlemen. Beberapa kali, partai dibawah komando Prabowo mendominasi pembahasan kebijakan di DPR.
Kegusaran ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chaerul Tanjung. Chairul menilai, jika pemerintahan baru tidak segera berbenah, maka kepercayaan investor semakin rendah. "Pasar telah mengetahui, pemerintahan baru tidak bisa leluasa untuk memuluskan kebijakannya di parlemen," ujar Chairul, Rabu (1/10/2014).
Dalam jangka pendek, kata Chairul, gejala ini sudah terlihat. Belakangan ini, kondisi ekonomi cukup tertekan. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terus melemah dan indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat terdepresiasi. Dalam jangka menengah, jika hal ini terus dibiarkan oleh Jokowi-JK, maka minat investor terhadap Indonesia akan terus berkurang.
Padahal, sebelumnya, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar optimistis, pada tahun 2015, nilai investasi akan tumbuh 15 persen. Pertumbuhan investasi itu akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sesuai target pemerintah sebesar 5,8 persen.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo tidak menampik, gejolak politik di Tanah Air bisa berdampak terhadap laju investasi dalam jangka panjang. Bahkan, kata dia, jika situasi politik ini tidak mencapai konsensus, maka dampak yang paling besar adalah menghambat upaya pemerintah baru melakukan reformasi struktural.
Agus khawatir langkah BI untuk menekan neraca transaksi berjalan alias current account deficit (CAD) akan terganggu. Jika neraca dagang terus tertekan dan nilai tukar mengalami depresiasi, pasar keuangan juga akan guncang. BI mencatat, depresiasi nilai tukar rupiah sepanjang 2014 sudah mencapai 0,16 persen. Angka depresiasi ini dinilai tinggi.
Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko menilai, ada langkah yang bisa diambil pemerintah Jokowi-JK. Salah satunya, menyusun kabinet yang merepresentasikan kekuatan pemerintah terhadap parlemen. Jika tidak, bisa menimbulkan isyarat negatif bagi investor.
Selain itu, kebijakan politik bertujuan untuk memperbaiki fundamental ekonomi Indonesia . Caranya, menjaga inflasi stabil atau menerapkan kebijakan reformasi anggaran, yakni menaikkan harga BBM bersubsidi. “Ini bisa memperkuat bergain pemerintah di DPR,” kata Prasetyantoko.[tribun]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar