Kamis, 09 Oktober 2014

Nasib Jokowi Segera Menyusul Gus Dur, Kutukan Peci Gus Dur?

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengeluarkan pernyataan yang kontroversi, yaitu berupa ancaman dengan sepenuh tenaga untuk menjatuhkan presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi). Menurut dia, Prabowo dan kroninya, dalam sindikasi yang berjuluk Koalisi Merah Putih (KMP), yang menguasai kursi parlemen akan digunakan untuk melengserkan pemerintahan Jokowi.
Salah satu cara yang bakal dilakukan KMP, kata Hashim, adalah dengan melakukan veto terhadap lembaga-lembaga negara yang memiliki kebijakan seperti Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), Kapolri bahkan Panglima TNI yang bakal dikuasai oleh KMP. Hal ini bisa saja terjadi, karena para pemimpin lembaga negara tersebut harus mendapatkan persetujuan dari DPR dalam hal ini Komisi III.
"Kami berpengaruh dalam menentukan siapa yang akan duduk dalam (posisi-posisi itu)" kata Hashim dalam wawancara dengan Wall Street Journal, Selasa (7/10/2014).
Meskipun demikian, kita semua berharap tak ada lagi orang sekejam itu berada di negeri ini. Jelang drama pelengseran yang direncanakan oleh ahli strategi, Prabowo Subianto dan kenyataan memang Prabowolah yang berhasil menguasai hitam putihnya negeri ini, dipastikan pelengseran Jokowi hanyalah menunggu waktu dan momentum yang baik bagi Prabowo dan kroninya. Apakah ini kutukan peci Gus Dur yang pernah diterimanya sebagai hadiah dari istri Gus Dur?
Namun wacana Hashim untuk menjegal dan menghambat pemerintahan Jokowi dinilai tidak akan mudah. Karena Jokowi diyakini akan dibela dengan rakyat jika nanti DPR menghambat dengan sejumlah alasan pemerintahan Jokowi.
Guru Besar Politik Universitas Padjadjaran Obsatar Sinaga mengatakan, KMP akan langsung berhadapan dengan rakyat jika memang nanti berniat menjegal pemerintahan Jokowi. Dia mengakui memang bisa saja KMP menghambat dengan mengurangi anggaran lembaga itu lewat DPR, akan tetapi hal itu tidak mudah.
Obsatar justru melihat penguasaan di lembaga negara seperti MA, MK, Polri bahkan TNI hanya untuk melindungi para politisi di KMP yang terlibat kasus hukum. "Itu kan cara termanjur untuk melindungi sejumlah politisi busuk yang ada di KMP," kata Obsatar, Kamis (9/10/2014).
Obsatar menambahkan, pemerintahan Jokowi bisa saja terganggu atau bahkan berhenti di tengah jalan jika nanti mantan wali kota Solo itu melakukan kesalahan. Sebaliknya, jika Jokowi bekerja dan berorientasi demi kepentingan rakyat, dia yakin pemerintahan Jokowi tak akan bisa diganggu oleh KMP.
Hal lainnya, lanjut dia, Jokowi harus bisa mengandalkan Jusuf Kalla (JK) dalam hal mengambil alih kepemimpinan Partai Golkar. Dengan demikian, kekuatan KMP akan drastis berubah total.
"Kalau dalam setahun pertama Jokowi bisa mengandalkan JK dalam soal perubahan komposisi KMP dan sekaligus Jokowi bisa membuktikan programnya yang berorientasi pada kepentingan rakyat, saya kira pemerintahan Jokowi akan aman. Tapi kalau sebaliknya, apalagi personel Rumah Transisi mendominasi kabinet, ya Jokowi akan diperlakukan seperti Gus Dur (impeachment)," tutur Obsatar.
Karena itu, Obsatar berpendapat, Jokowi tidak perlu takut dengan ancaman Hashim itu. Dia yakin rakyat akan membela selama Jokowi melakukan pekerjaannya demi rakyat. Meskipun dia juga pesimis dengan penegakan hukum yang selama ini kenyataannya selalu berpihak pada penguasa.
"Jokowi tidak perlu takut selama dia benar, hanya saja hukum di negeri ini selalu memihak yang berkuasa untuk menciptakan pelaksana hukum itu sendiri," pungkasnya.
Senada dengan Obsatar, pakar hukum dan tata negara Refly Harun menilai pernyataan Hashim tersebut mengindikasikan Prabowo dan kroninya ingin menjatuhkan presiden terpilih Jokowi.
"Ini masih membuktikan KMP ingin menjatuhkan presiden. Persaingan di Pilpres itu belum selesai," ujar Refly saat berbincang, Rabu (8/10/2014) malam.
Namun demikian, menurut Refly tidak mudah menjatuhkan presiden dalam sistem tata negara di Tanah Air. Karena era Jokowi menurut dia, tidak bisa disamakan dengan era mantan presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang saat itu bisa digulingkan DPR.
"Zaman Gus Dur itu belum ada Mahkamah Konstitusi (MK). Jadi, tidak siap, makanya subyektif sifatnya karena kalah dari mayoritas. Nah, kalau sekarang ada MK," jelas Refly.
Refly menjelaskan untuk melengserkan Jokowi diperlukan bukti kuat adanya kesalahan yang dilakukan mantan Walikota Solo itu. Namun, hal ini diyakininya bakal sulit dilakukan kalau melihat kinerja Jokowi yang dianggap bersih. Apalagi, MK nanti bakal menjadi lembaga kredibel yang bisa menjadi penentu putusan akhir.
"Kalau di MK itu kan menentukan mana yang benar dan salah. Jokowi ini kan bersih, tidak bengkok-bengkok. Harus ada buktinya kalau ada pemakzulan dari korupsi. Makanya kita perlu lembaga kredibel seperti MK," sebutnya.
Dia pun melihat pernyataan Hashim Djojohadikusumo yang ingin menghambat pemerintahan Jokowi lebih disebabkan belum relanya kubu Prabowo dengan kekalahan di Pilpres. Semestinya dengan hasil pilpres yang diumumkan KPU kemudian diperkuat MK, proses pilpres dianggap sudah selesai. DPR sebagai lembaga legislatif tidak bisa dijadikan alat kekuasaan untuk menjegal presiden.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie mengatakan pemakzulan presiden lebih sulit dilakukan daripada mengubah UUD 1945. Menurut Jimly, itu sulit terjadi selama presiden tidak terbukti melanggar hukum dan korupsi.
"Membutuhkan persetujuan tiga per empat anggota MPR untuk melakukannya, sulit dibayangkan pemakzulan terjadi di Indonesia," kata Jimly dalam rilis yang diterima Tempo, Rabu malam (8/10/2014).
Menurut Jimly, saat ini berkembang spekulasi dari sebagian elemen masyarakat bahwa pemerintahan ke depan akan hancur dan bukan mustahil apabila presiden terpilih Joko Widodo nantinya akan dimakzulkan. "Itu cuma prasangka saja. Justru ini bagus untuk perkembangan demokrasi di Indonesia, jangan dianggap negatif," ujar Jimly.
Pernyataan Jimly itu disampaikan untuk menjawab keresahan sebagian masyarakat terkait dengan posisi pimpinan MPR dan DPR yang dikuasai koalisi pro-Prabowo. Menurut Jimly, saat ini terjadi gejala divided government, yakni lembaga eksekutif dan legislatif dikuasai oleh dua kekuatan politik yang berbeda. Namun, tutur Jimly, hal itu tidak akan membuat pemerintahan hancur karena posisi eksekutif yang lebih kuat daripada parlemen.
Presiden Indonesia, kata Jimly, memiliki kewenangan yang sangat kuat, bahkan melebihi kewenangan Presiden Amerika Serikat. Ia mencontohkan dalam hal legislasi, jika tidak setuju pada sebuah rancangan undang-undang, presiden bisa tidak menyetujuinya. "Itu karena presiden memiliki hak veto."
"Biarlah fungsi pemerintah, fungsi MPR, fungsi DPR bekerja dan berlomba-lomba untuk mengabdi kepada rakyat," ujar mantan hakim Mahkamah Konstitusi itu.
Jimly menyerukan kepada para pemangku kepentingan untuk bekerja sama secara inklusif. "Semua pihak harus membuka diri. Kuncinya, inklusifisme di semua bidang. Jangan mengedepankan ego masing-masing, karena akal sehat akan menuntun kita pada kebenaran," tutur Jimly.

3 komentar:

  1. YANG PASTI KELOMPOK ELIT2/PARTAI2 MANAPUN YANG INGIN MENGGULINGKAN PEMERINTAHAN YANG SYAH DIPILIH SECARA DEMOKRATIS LANGSUNG OLEH RAKYAT DAN SESUAI DENGAN KONSTITUSI, MAKA KELOMPOK ELIT2/PARTAI2 ITU AKAN BERHADAPAN LANGSUNG DENGAN KOALISI RAKYAT SEMESTA. SALAM PERSATUAN INDONESIA KUAT RAKYAT BERDAULAT.

    BalasHapus
  2. NASIB BANGSA INDONESIA TIDAK BISA DITENTUKAN HANYA OLEH KELOMPOK ELIT2/PARTAI2 TERTENTU SAJA, TETAPI RAKYAT-LAH YANG AKAN MENENTUKAN NASIB BANGSA INI. SALAM PERSATUAN RAKYAT BERDAULAT.

    BalasHapus
  3. SETIAP ORANG DI NEGERI INI TIDAK DILARANG BERHALUSINASI, TETAPI LEBIH BAIK BERMIMPI SESUATU YANG POSITIF2 SAJA. SALAM DAMAI SELALU

    BalasHapus