Kamis, 09 Oktober 2014

Jokowi Tetap Buka Peluang Koalisi. Demokrat: Amit-amit

Presiden terpilih, Joko Widodo (Jokowi), mengaku tak gentar programnya dijegal oleh parlemen dalam lima tahun mendatang. Ia mengakui bahwa secara presentase, jumlah partai pendukungnya di Dewan Perwakilan Rakyat masih kalah dibandingkan koalisi Prabowo. "Tapi politik kan masih bisa berubah. Sekarang kalah, besok belum tentu," katanya pada Tempo di ruang kerjanya, Kamis (9/10/2014).
Ia menyebutkan beberapa partai yang sekarang mendukung koalisi Prabowo bisa saja menyeberang ke kubunya. Mantan wali kota Solo ini masih membuka peluang masuknya Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrat, bahkan Partai Golongan Karya ke koalisi Jokowi-Kalla. "Demokrat, sekarang masih penyeimbang tapi minggu depan belum tentu. Golkar, sebelum atau setelah Munas juga bisa ke kami," katanya.
Dikuasainya parlemen oleh koalisi Prabowo, menurut Jokowi, bisa dinilai positif. Alasannyna ada sebuah check and balance dalam manajemen negara. Namun dia prihatin jika semangat check and balance berubah menjadi upaya penjegalan. "Kalau semangatnya menjegal, kemarin kan ada statement itu," katanya.
Jokowi mengatakan sudah menghitung langkah pemerintahannya dalam lima tahun ke depan. Ia sudah memiliki beberapa rencana jika programnya nanti dijegal. "Meski dihitung, ini mengelola negara. Kepentingannya harus ke sana semua," katanya.
Melihat fakta yang terjadi di DPR, Jokowi menilai semangat yang ditonjolkan bukan untuk menjaga keseimbangan pemerintahan. Ia mencontohkan mengapa dewan tergesa-gesa mengesahkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). "Semangatnya untuk negara atau yang lain? Saya harus blak-blakan, kelas untuk kekuasaan. Dan kekuasaan sesaat mengejar apa, mengejar pemilihan di dewan," katanya.
Menanggapi ajakan koalisi Jokowi, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang juga anggota fraksi Partai Demokrat, Agus Hermanto, mengatakan partainya tidak akan pernah bergabung dalam barisan koalisi partai pendukung pemerintahan Joko Widodo. "Kami tetap berperan sebagai penyeimbang," ujarnya, Kamis, (9/10/2014).
Hermanto menjelaskan, Demokrat mengambil sikap tersebut agar dapat melakukan peran pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. ""Kalau ada kebijakan pemerintah yang sejalan dengan kepentingan rakyat, kami akan mendukung. Jika tidak, kami akan melakukan koreksi," katanya.
Meski demikian, sikap itu juga berlaku bagi peran yang dimainkan koalisi partai pendukung Prabowo di parlemen. Produk legislasi yang muncul atas inisiatif dewan akan disikapi secara kritis demi kepentingan rakyat. "Jangan disalahartikan kami ingin bermain di dua kaki," ujarnya.
Menurut Agus, posisi itu membuat Demokrat enggan menjalin koalisi secara permanen dengan kubu Jokowi. Adapun keberadaan mereka bersama koalisi Prabowo di parlemen lebih didasarkan atas platform kepentingan rakyat. "Tidak ada kontrak politik dengan Demokrat," katanya.
Dalam wawancara dengan Tempo, Jokowi menyatakan masih membuka peluang koalisi sejumlah partai politik pendukung Prabowo Subianto. Koalisi bisa saja dijalin dengan Partai Persatuan Pembangunan, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional dan Partai Demokrat.  [tempo]

1 komentar:

  1. YANG PENTING BAHWA SETIAP PERSONIL YANG MENDUDUKI KURSI PEMERINTAHAN HARUS MEMILIKI KAPABILITAS, INTEGRITAS DAN REKAM JEJAKNYA CLEAR , TIDAK TERSANGKUT KASUS, APALAGI KASUS KORUPSI. JADI TIDAK PENTING DIBICARAKAN DARI PARTAI MANA ORANG TSB.

    BalasHapus