Pengamat hukum tata negara dari Universitas Andalas, Saldi Isra,
mengatakan konstitusi memang tak mengatur kewajiban anggota dan pimpinan
MPR wajib menghadiri paripurna pelantikan presiden dan wakil presiden
terpilih 2014, Joko Widodo-Jusuf Kalla, pada 20 Oktober nanti. "Kalau
ada partai tak hadir, bunuh diri itu namanya," kata Saldi saat
dihubungi, Senin malam (29/9/2014).
Sebelumnya
beredar kabar bahwa partai pro-Prabowo yang tergabung dalam Koalisi
Merah Putih bakal absen dalam pelantikan Jokowi-JK. Ketua Fraksi Partai
Gerakan Indonesia Raya Ahmad Muzani mengatakan partainya belum
menentukan bakal hadir atau absen dalam pelantikan Jokowi-JK.
Adapun
Ketua Fraksi Partai Gerindra di MPR, Martin Hutabarat, membantah kabar
tersebut. "Tidak mungkin ada skenario semacam itu," katanya. Bantahan
serupa disampaikan Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional Viva Yoga
Mauladi.
Jika
partai anggota Koalisi Merah Putih benar-benar tidak hadir dalam
paripurna pelantikan itu, Saldi menuturkan partai tersebut bakal menjadi
musuh rakyat. Andai tak hadir, konstituen mereka akan kecewa karena
bisa berpotensi ada kosongnya kekuasaan. "Jangan karena ada perbedaan
lalu membiarkan terjadi vacuum of power," ujar Saldi.
Sadli
menganggap kedewasaan anggota Dewan diuji saat hadir dalam sidang
paripurna pelantikan presiden 2014. "Setelah datang, habis itu bertarung
politik lagi, enggak apa-apa," kata Saldi.
Namun, dengan
ditolaknya gugatan uji materi Pasal 84 Undang-Undang MPR, DPR, DPD, DPRD
atau yang dikenal UU MD3, besar kemungkinan posisi Ketua MPR diduduki
oleh kader partai anggota Koalisi Merah Putih. Meski begitu, tutur
Saldi, secara etika, pimpinan MPR harus hadir dalam pelantikan presiden
dan wakil presiden. "Mereka tak boleh ngeles dengan alasan apa pun," ujarnya. [tempo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar