Senin, 29 September 2014

Jokowi-JK Didesak Keluarkan Perppu Perubahan UU Pilkada

RUU Pilkada telah disahkan oleh DPR melalui mekanisme voting pada Jumat (26/9) dini hari. Dalam UU Pilkada yang telah disahkan tersebut, pemilihan kepala daerah tidak lagi dilakukan secara langsung tetapi dilakukan secara DPRD.
Direktur riset Setara Institute Ismail Hasani menilai pilkada lewat DPRD telah melanggar demokrasi konstitusional dan memangkas kedaulatan rakyat dalam menentukan pemimpinnya.
Bahkan, dia menilai pilkada lewat DPRD merupakan konsolidasi politik gaya Orde Baru yang dilakukan oleh Koalisi Merah Putih (KMP).
Oleh karena itu, menurut Ismail, presiden dan wakil presiden baru, Joko Widodo dan Jusuf Kalla harus mengeluarkan Peraturan Pengganti UU (Perppu) tentang Perubahan UU Pilkada.
“Pemerintahan baru harus segera mengeluarkan Perppu Perubahan UU Pilkada jika sudah dilantik. Perppu ini merupakan langkah konstitusional dan efektif untuk membatalkan pelaksanaan UU Pilkada,” ujar Ismail Hasani saat konferensi pers di Kantor Setera Institute, Jakarta pada Senin (29/9/2014).
Selain Ismail, hadir juga Ketua Badan Pengurus Setara Institute Bonar Tigor Naipospos, peneliti Setara Institute Aminudin Syarif dan peneliti dan pejabat sementara Suryadi Radjab sebagai pembicara. Konferensi pers ini bertemakan “Mengawal Wakil Rakyat, Membendung Arus Konsolidasi Orba”.
Ismail menjelaskan bahwa Perppu dikeluarkan pemerintah berdasarkan pandangan subyektif presiden terkait situasi “genting memaksa” yang mondorongnya mengeluarkan peraturan. Situasi “genting memaksa”, lanjutnya, tidak hanya ditafsirkan sebagai serangan fisik seperti perang atau terorisme, tetapi bisa juga adanya situasi di mana masyarakat memilik ketidakpercayaan besar terhadap peraturan atau lembaga negara tertentu.
“Perppu merupakan jalan cepat dan memaksa DPR untuk kembali membahas mekanisme Pilkada. Perppu memang menuntut persetujuan susulan DPR. Jika DPR setuju, maka akan dijadikan UU, tetapi jika tidak setuju maka DPR harus menyiapkan RUU Perubahan terhadap UU Pilkada,”jelas Ismail.
Peluang Perppu disahkan oleh DPR mendatang, menurut Ismail sangat besar. Pasalnya, peta kekuatan politik di parlemen akan berubah pasca pelatikan DPR pada 1 Oktober dan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober.
“PDI Perjuangan merupakan partai pemenang pemilu legislatif 2014-2019. Hanya saja, PDI Perjuanga tetap harus memperkuat koalisi dengan manarik mitra dari partai lain selain PKB, Hanura dan Nasdem,”tandasnya.
Langkah lain yang dapat dilakukan Jokowi-JK selain mengeluarkan Perppu, adalah melakukan politica review dengan menyiapkan RUU perubahan UU Pilkada dan memastikan RUU tersebut masuk dalam Prolegnas 2014-2019 sehingga bisa diagendakan secara cepat perubahannya.
“RUU Perubahan UU Pilkada akan memiliki konten yang secara garis besar sama, tetapi mungkin beberapa poin akan diubah seperti mekanisme pilkada lewat DPRD. RUU Pilkada dimaksukan dalam prolegnas dan DPR akan membahasnya,” pungkasnya.  [beritasatu]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar