Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan kursi kabinet pemerintahan lima tahun ke depan sebanyak 34 kementerian, di antaranya 18 dari kalangan profesional nonpartai dan 16 dari partai politik.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, terkait pembagian jatah kursi menteri ala Jokowi tidak ada perubahan signifikan dibandingkan dengan kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Kita ingat komposisi menteri SBY 2009 yaitu 18 dari profesional dan 15 parpol (partai politik) dengan 33 pos kabinet. Jadi, apa bedanya dengan kabinet SBY,” kata Pangi, Selasa (16/9/2014).
Ia melanjutkan, justru pembagian jatah kursi era Jokowi lebih parah dibandingkan zaman SBY yang sebentar lagi akan habis masa kepemimpinannya. Karena, komposisi kursi menteri kabinet Jokowi adalah 18 kursi dari kalangan profesional (nonpartai) dan 16 kursi untuk partai politik.
“Sedangkan SBY hanya 15 berasal dari parpol, sementara Jokowi 16 menteri,” ujarnya.
Seperti diketahui, Jokowi-JK menerapkan 16 kursi menteri untuk jatah partai politik. Sementara 18 untuk menteri dari profesional atau nonparpol.
Elektabilitas Jokowi Memble
Keputusan Jokowi untuk membagi hampir separuh kursi menteri untuk kader parpol yang melebihi dari penjatahan SBY, dinilai sebagai pengingkaran terhadap janji kampanye.
Direktur Eksekutif Nurjaman Center for Indonesian Democracy (NCID) Jajat Nurjaman mengatakan, pilihan Jokowi untuk bagi-bagi jabatan telah melukai hati pendukungnya dan hanya lips service.
"Kemarin saat kampanye, Jokowi keras mengatakan tidak akan bagi-bagi kursi. Jokowi berjanji akan membentuk kabinet tanpa mempertimbangkan politik seperti komposisi partai, sekarang terbukti hanya janji manis saat kampanye," ujar Jajat dalam keterangan tertulisnya kepada Okezone di Jakarta.
Keputusan Jokowi untuk melanggar berbagai janji kampanyenya, di antaranya dukungan untuk meningkatkan harga bahan bakar minyak (BBM), pembagian kursi kepada kader partai politik pengusung Jokowi-JK, pemberian mandat kepada Hendropriyono untuk menjadi penasehat Tim Transisi walau pernah berjanji akan menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM telah menggerus dukungan masyarakat terhadap Jokowi.
Membungkuknya Jokowi saat pertemuan dengan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair, dan keputusan Jokowi untuk menerima pimpinan Partai Komunis Tiongkok di Balaikota memberikan pukulan telak terhadap elektabilitas Jokowi-JK.
"Jika Pemilu diadakan hari ini, saya yakin Jokowi-JK hanya akan mendapatkan 20 sampai dengan 25 persen suara melawan Prabowo-Hatta. Sudah terlalu banyak janji kampanye Jokowi yang ia langgar. Jokowi tidak sensitif terhadap aspirasi pendukungnya," tutup Jajat. [indonesiamedia,okezone]
WADUH--WADUH---WADUUHH---, Kalau baca seperti di atas Ya begini saja. Yang penting bekerja keras dg niat yg tulus untuk membuktikan kinerja Pemerintahan baru dengan skala prioritas yang jelas dengan hasil yg terukur demi kemakmuran yg merata untuk rakyat. Jadi sikapnya " BIARKAN ANJING MENGGONGGONG KHALIFAH TETAP BERLALU ".
BalasHapus