Minggu, 15 Desember 2013

Siane Indriani: Jokowi Ingkar Janji

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyesalkan tindakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menggusur paksa pemukiman warga Taman Burung, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.
Pemukiman yang terletak di bantaran bantaran Waduk Pluit itu digusur gabungan kepolisian pada Kamis lalu. 
Siane Indriani, komisioner Komnas HAM sub komisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Minggu 15 Desember 2013, menyesalkan cara penggusuran yang dilakukan secara represif.
"Kami sangat menyesalkan, berkali-kali kami sudah menghimbau. Caranya yang kami sesalkan, digusur dan diteror," ujar Siane saat ditemui usai menerima pengaduan warga di lokasi penggusuran.
Dia menekankan bahwa dengan penggusuran kembali warga sekitar waduk itu, Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo berarti telah ingkar janji. "Jokowi ingkar janji dengan Komnas HAM. Pada 17 Mei silam, dia berjanji tak akan ada penggusuran lagi sebelum adanya dialog dan kompensasi," ujar dia.
Nyatanya, kata Siane, menurut penuturan warga, penggusuran dilakukan secara mendadak, tanpa didahului dengan surat pemberitahun dan dialog.
Seperti diketahui, Kamis lalu, 13 Desember 2013, penggusuran komleks Taman Burung meratakan seluruh 396 bangunan yang didiami 266 KK dan menelantarkan 1.000 warga.

Warga protes
Sementara itu, warga Taman Burung, memprotes cara represif satpol PP dan Kepolisian yang menggusur bangunan warga, Kamis lalu.
Warga mengaku penggusuran dilakukan dengan memaksa dan tanpa ada mekanisme pemberitahuan yang layak sebelumnya.
"Pada tanggal 12 lalu, gabungan aparat polisi datang setengah lima pagi, selesai subuh langsung menggerebek," kata perwakilan warga H. Daeng Bahar ditemui di sisa-sisa rerentuhan bangunan di Kompleks Taman Burung, Minggu 15 Desember 2013.
Bahar mengatakan bahwa saat itu warga kaget. Lebih terkejut lagi, polisi menggedor seluruh rumah di kompleks ini dan mencoba merangsek masuk. "Mereka beralasan ada pelaku kasus pembunuhan yang lari ke sini," ujar dia.
Bahar mengatakan bahwa setiap rumah, setidaknya ada 10 polisi yang merangsek masuk dan meminta warga keluar segera dari rumah. 
Bukan itu saja, Bahar menambahkan, setelah masuk ke dalam rumah, polisi langsung menyita semua barang dapur dan alat pekerja misalnya pisau dapur, sendok semen, gergaji besi, pisau daging, dan linggis.
"Jadi, pengerebekan itu seperti penggerebekan teroris, polisi datang dengan senjata laras panjang lengkap beserta motor trail," kata dia.
Bahar dan bersama warga lain tak bisa menahan penggerebekan itu meski sempat menanyakan surat eksekusi lahan. "Mereka tanpa bawa surat," ujarnya.
Ia juga menambahkan insiden subuh hari itu juga dipimpin oleh Kapolres Tanjung Priok dan Kapolsek Penjaringan. "Bahkan, kepala kepolisian itu mengancam ketua paguyuban warga kami. Diancam jika warga anarkis, ketua akan langsung dicomot," ujarnya.
Sampai saat ini, sebagian warga tergusur masih bertahan di reruntuhan bangunan rumah mereka. Warga bertahan pada satu masjid yang masih dibiarkan berdiri kokoh. Warga tidur seadanya di dalam dan pelataran masjid serta lima tenda darurat.


Sumber :
viva.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar