Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), dinilai mampu mengangkat partai manapun, baik yang sudah memiliki elektabilitas tinggi maupun partai-partai yang terancam tidak lolos parliamentary threshold (PT).
Hal tersebut tertuang dalam hasil survei kedua Cyrus Network, Minggu (15/12/2013). Dalam simulasi survei yang dilakukan Cyrus menyebutkan, penggabungan diri Jokowi bisa menjadikan partai manapun sebagai pemenang pemilu.
"Jokowi bahkan mampu mendorong Partai Bulan Bintang, Partai Nasional Demokrat, maupun Partai Keadilan, dan Persatuan Indonesia menjadi pemenang Pileg, jika Jokowi bergabung dengan partai tersebut," kata Direktur Riset Cyrus Network Eko Dafid Afianto, Minggu (15/12/2013).
Dijelaskan, figur Jokowi bisa mengangkat perolehan suara PBB, Partai NasDem, dan PKPI ke titik potensial tertinggi hingga di atas 40%. Titik potensial dapat tercapai asalkan, partai-partai tersebut menyatakan diri sebagai satu-satunya partai yang usung Jokowi sebagai capres.
"Ini merupakan salah satu fakta bahwa Jokowi adalah capres 'setengah dewa'," kata Eko.
Survei Cyrus Network dilakukan dalam dua tahap. Temuan survei pertama
(21-27 Agustus 2013) dan survei kedua pada 13-17 September 2013,
menyimpulkan, Jokowi tidak perlu risau dengan partai. Jokowi bisa
bergabung ke partai manapun, dan penggabungan Jokowi bisa menjadikan
partai tersebut menjadi pemenang pemilu 2014.
Adapun survei yang dilakukan oleh Cyrus Network mengambil sampel 1.020
responden yang tersebar di 204 desa dan keluarahan di 33 provinsi.
Tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen dan margin eror sebesar 3,1
persen.
Jokowi Capres Terkuat
Direktur Riset Cyrus Network, Eko Dafid Afianto, mengatakan nama Jokowi terus meroket dan sulit untuk membendungnya.
"Siapa yang berani mengkritik Jokowi, biasanya kena bully. Meski Jokowi belum sekalipun menyatakan kesediannya (maju capres), rasanya pernyataan itu bukan berarti Jokowi tidak mau," ujar Eko di Graha Pejaten, Minggu (15/12/2013).
"Memasukkan nama Jokowi dalam simulasi survei, karena Jokowi adalah capres terkuat di benak publik. Kalau survei tidak memasukkan nama Jokowi, sama saja menghilangkan legitimasi survei meski ini masih bakal calon," tambahnya.
Masyarakat Ta Lagi Rasional Memilih Jokowi
Masyarakat saat ini dinilai sudah tidak rasional dalam menetapkan pilihan saat pilpres 2014. Jokowi menjadi tokoh yang tidak pernah salah dan tidak boleh dikritik.
Direktur Riset Cyrus Network, Eko Dafid Afianto, menjelaskan dari survei yang dilakukannya sebanyak empat kali, sebanyak 66,9 persen responden membicarakan Jokowi. Kemudian, yang membicarakan Jokowi bernada positif sebesar 62,7 persen.
"Sembilan dari 10 orang yang mengenal Jokowi, membicarakannya dengan tone positif. Apapun yang dilekatkan pada Jokowi, akan jadi baik dan bagus," beber Eko, Minggu (15/12/2013) di Graha Pejaten Jakarta Selatan.
"Jokowi sudah jadi mitos, publik tidak rasional lagi dan kehilangan obyektifitas dalam memberikan penilaian. Apapun yang menjadi pendapat Jokowi menjadi benar. Siapapun yang mengkritik Jokowi, akan menjadi public enemy," tambahnya.
Dikatakannya, elektabilitas Jokowi sebesar 82,2 persen, dan pemilih dari non PDIP sebesar 43,9 persen. "Jika PDIP mengusung Jokowi, pemilih mempertimbangkan untuk memilih PDIP sebesar 60,1 persen," ujarnya.
Menurutnya sudah terjadi percampuran antara argumentasi rasional dan mitos yang menganggap tokoh tidak boleh salah dan dikritik.
"Kompetisi ide dan adu gagasan juga mandeg, karena tidak ada yang tidak boleh setuju dengan Jokowi," tandasnya.
Butuk Kompetitor Yang Tangguh
Direktur Eksekutif Cyrus Network, Hasan Nasbi Batupahat mengatakan,
elektabilitas dan popularitas Jokowi jauh meninggalkan kandidat capres
lainnya. Kesadaran masyarakat dan potensi terpilihnya Jokowi sebagai
capres sulit diimbangi tokoh-tokoh capres lainnya. Sehingga, sosok
Jokowi menjadi semacam mitos dan diperkirakan pasti menang pada pemilu
presiden 2014 nanti.
"Tidak ada kompetisi, karena Jokowi jauh di
atas tokoh-tokoh yang lain. Ketiadaan kompetisi ini memiliki efek
negatif pada demokrasi," kata Hasan di Jakarta, Minggu (15/12/2013).
Menurut
Hasan, jika Jokowi memang diusung sebagai capres pada pemilu nanti, dia
membutuhkan kompetitor yang kuat. Karena dalam proses demokrasi,
kompetisi yang bisa menghadirkan perubahan lebih baik bagi negara. Lewat
kompetisi, bisa dilakukan uji coba terhadap calon-calon pemimpin yang
memiliki kompetensi dan kualifikasi bagus.
Namun, jika melihat
kontestasi capres hingga saat ini, kandidat lain bukan lagi lawan
sebanding bagi mantan Wali Kota Solo tersebut. Hasan menyebut nama-nama
lama yang diajukan partai politik lain saat ini tidak akan bisa
menghadang laju Jokowi.
"Tidak akan ada kompetisi kalau tidak
melakukan perubahan. Kompetitor bisa dicari selama kita mau
mengelimniasi nama-nama lama yang ada sekarang," ujarnya.
Pada
survei Cyrus yang dilakukan pada 18-24 November, dengan beberapa
simulasi, elektabilitas Jokowi semakin tidak terkejar oleh kandidat
capres lain. Saat diajukan pertanyaan terbuka, Jokowi dipilih 28.2
persen responden sebagai capres. Diikuti Prabowo Subianto (11.7 persen),
Aburizal Bakrie (10.4 persen), Wiranto (9.8 persen), dan Megawati (4.2
persen).
Saat responden disodorkan 22 nama, Jokowi kembali
menduduki peringkat atas dengan elektabilitas 36.5 persen. Tiga kali
lebih besar dibanding elektabilitas Prabowo di peringkat kedua yang
dipuilih 11.5 persen responden. Dengan simulasi delapan nama, Joko
Widodo kekuatan Jokowi semakin tidak terkalahkan. Elektabilitasnya
mencapai 44.7 persen. Jauh meninggalkan Prabowo di urutan kedua dengan
14.4 persen, dan Wiranto dengan angka 12.5 persen.
Sumber :
- beritasatu.com
- tribunnews.com
- republika.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar