Kehadiran Joko Widodo (Jokowi) sebagai gubernur DKI Jakarta adalah sebuah prestasi mentereng seorang pemerintah Indonesia. Tidak banyak pejabat pemerintah yang langsung mendapat banyak acungan jempol dalam waktu singkat menjalankan tugasnya. Akan tetapi Jokowi meski baru setahun memimpin DKI, nyatanya publik tidak sungkan-sungkan melemparkan pujian kepada mantan Walikota Solo tersebut. Kemenangan Jokowi atas hati rakyat bukanlah sekedar sensasi yang ditebar lewat umbaran banyak janji, polesan tangannya telah mengubah wajah kota Jakarta dari segi tata kota, serta membersihkan wajah birokrasi Jakarta dari corengan hitam koruptor.
Apresiasi lebih besar dialamtakan kepadanya melalui ungkapan kepercayaan rakyat yang mendaulatnya sebagai calon presiden ideal tahun 2014. Hal ini membuktikan bahwa rakyat benar-benar meyakini kemampuan dan kemauan Jokowi berbuat bagi negeri ini. Rakyat telah menilai, rakyat telah menikmati, hasil kerja pemimpinnya, rakyat telah memiliki seorang pemimpin yang dekat dan membuka mata dan telinga bagi mereka yang berteriak.
Dalam kenyataannya ketika ia bermigrasi dari Solo ke Jakarta, dari Walikota menjadi Gubernur perubahan yang ia bawa justru menggilas berbagai kepentingan, ada yang merasa diuntungkan dan tak sedikit merasa dikebiri kepentingannya. Preman-preman dan pemungut liar dibuat tak berdaya, penguasa dibuat tak berkutik, pejabat dibuat geleng-geleng kepala, rakyat kecil dibuat tersenyum.
Dari sisi mereka yang kepentingannya dirugikan, kehadiran Jokowi adalah bencana besar yang menghanyutkan pundi-pundi yang sudah lama mereka bangun sejak jaman Orde Baru. Para pengusaha dan pejabat pemerintah, pejabat di balik preman pasar, yang sudah bertahun-tahun menggali tambang dari aset negara untuk kepentingannya terpaksa gulung tikar. Selama ini mereka bebas mengorek harta negara karena pemiliknya bisa diajak bekerja sama, dengan Jokowi jangan harap.
Dari sisi politik, kehadiran Jokowi ternyata tak diharapkan orang-orang besar yang selama ini berhasrat menjadi pemegang tampuk negara. Persaingan menuju istana kian dekat dalam bingkai pemilu 2014, sayangnya Jokowi yang tiba-tiba muncul ke permukaan menjadi saingan terberat dalam kompetisi memenangkan suara rakyat. Belum juga pemilu, bahkan terbilang masih cukup jauh, seolah pemenangnya sudah ada yaitu Jokowi.
Dari sisi Megawati dia adalah simalakama, memajukan Jokowi berarti kedigdayaan PDI-P, akan tetapi di saat yang sama memajukan Jokowi berarti meruntuhkan dinasti Soekarno. Megawati diantara rela dan tidak rela, takut dan ingin maju, Jokowi adalah kawan sekaligus “lawan” bagi pimpinan Banteng moncong putih.
Dari sisi partai lawan PDI-P, Jokowi dalam perjalanan waktu, ketika ia diminta jadi presiden, secara berjamaah, partai-partai seolah menempatkan diri sebagai oposisi penentang Jokowi. Bukan dalam kapasitasnya sebagai calon presiden, namun sebagai Gubernur, setiap kebijakannya dilecehkan, gaya kepemimpinannya diejek, sosok sederhananya direndahkan, prestasinya dianggap nol, kemampuannya dijengkal, citranya diburukkan. Jokowi terus diserang. Tujuannya adalah menggali jurang penghalang agar ia jangan sampai melangkah menjadi kandidat calon presiden. Ia dituntut untuk menyelesaikan komitmennya membangun kota Jakarta dalam lima tahun ke depan.
Granat-granat kecil dilemparkan untuk mengalihkan fokus Jokowi, ia digiring untuk tetap diam di tempatnya Pemprof DKI. Langkah ini harus dilakukan demi mencegahnya keluar sarang, cara lain yang dilakukan adalah menitipkan pesan pada lembaga survei agar tidak menempatkannya (lagi). Mungkin salah satu yang akan keluar sebagai hasil survei adalah menempatkan megawati dalam urutan nomor satu, dengan demikian Megawati penuh percaya diri maju sebagai capres tanpa melirik ke arah Jokowi yang sebelumnya selalu menang dalam survei.
Dari sisi rakyat yang kepentingannya dikabulkan, Jokowi adalah manusia setengah dewa ala Iwan Fals, alasannya adalah karena sosoknya memang mewakili lirik-lirik lagu dalam judul “Manusia Setengah Dewa” milik bang Iwan. Jokowi adalah pahlawan masa kini, ia harus tetap sehat, sehingga tetap kuat melayani rakyat, inilah doa tulus para jelata.
Bagi rakyat yang jujur, lebih dari Jakarta peran Jokowi harus diperluas lagi, seluruh elemen negara ini dari pulau ke pulau membutuhkan kehadiran Jokowi. Bukan hanya dalam bentuk fisik ketika blusukan, namun buah pikiran dan teladan Jokowi hendaknya memblusuki seluruh penjuru tanah air. Maka demi mewujudkan hal itu, satu-satunya cara adalah mengangkat Jokowi menjadi presiden 2014.
Dari sisi Jokowi sendiri, mengubah Jakarta adalah cita-citanya, namun jika dipercaya mengubah tidak hanya sebagian dari Indonesia dengan memajukannya sebagai capres pastilah ia bisa, walau memang belum tentu ia mau. Melihat kredibilitas bakal-bakal calon presiden mendatang baiknya Jokowi dimajukan sebagai calon demi menjawab perbaikan negara Indonesia.
Jokowi berada dalam gempuran berbagai kepentingan bagi mereka yang mendukung kemajuan-kemanjuan yang telah diciptakan Jokowi, meski tidak selalu sebagai penikmat langsung, mereka pastilah mendukungnya untuk maju sebagai calon presiden 2014. Misalnya warga Indonesia yang ada di luar kota Jakarta, mereka mendukung Jokowi walau mereka tidak langsung menikmati polesan tangan Jokowi (walau Jakarta adalah Indonesia). Namun bagi mereka yang kepentingannya telah direbut oleh kehadiran Jokowi, pastilah melakukan segala cara untuk menghalangi Jokowi agar tidak maju sebagai calon presiden 2014. [/Benyaris A Pardosi]
Sumber :
kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar