Ono Rastono, 36, berdiri dengan tangan kiri bertumpu ke pinggang di depan rumahnya di RT 12/ RW 06 Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, Kamis (24/10/2013) sekitar pukul 12:50 WIB. Wajahnya terlihat kusut. Beberapa kali ia tampak menggaruk-garuk kepala dan mengusap wajah.
Di depan rumahnya terdapat keranjang plastik biru berisi beberapa sisir pisang. Ia mengambil beberapa pisang lalu berjalan ke samping kanan rumahnya. Seekor monyet yang berada di luar kandang langsung mengupas dan memakan pisang yang disodorkan.
Pak Ono, begitu ia biasa dipanggil, merupakan salah satu bos topeng monyet di kawasan tersebut. Ia memiliki sepuluh ekor monyet yang setiap hari disewa untuk menggelar aksi topeng monyet. Namun, razia topeng monyet yang sedang gencar dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat mata pencahariannya terhenti.
Kini binatang-binatang primata miliknya tidak bisa lagi beraksi dan hanya dikurung di kandang dua tingkat yang dibuat menjadi 12 kandang monyet. Pintu kandang diberi ruang ventilasi kecil seukuran dua jari sehingga hanya mata monyet yang tampak dari luar.
"Sekarang tinggal sembilan (ekor). Satu kena razia hari Senin kemarin waktu anggota saya sedang main (pertunjukan topeng monyet)," ucap Ono saat ditemui di kediamannya, kemarin.
Ono menyangkal telah melakukan penyiksaan terhadap monyet-monyetnya dalam melatih agar dapat melakukan berbagai bentuk atraksi. "Saya gak pernah nyiksa, saya beli jadi (sudah bisa atraksi), udah pintar atraksi, umur setahunlah," katanya berkilah.
Maraknya pemberitaan razia topeng monyet oleh Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) membuat kondisinya kini menjadi serba salah. Bila melakukan atraksi risikonya terkena razia sementara jika tidak menggelar atraksi penghasilannya terhenti sebab tidak memiliki usaha lain.
"Belum pernah diajak musyawarah sama Jokowi, PKL yang ditertibin aja ditemui sama Jokowi, kita enggak, hanya tahu dari berita ada razia-razia," ujarnya mengeluh. "Maunya ya aman-aman aja, bisa atraksi lagi. Tapi, mohon ada solusi lah buat kita."
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kukuh Hadi Santoso menyebutkan jumlah monyet yang sudah disita mencapai 16 ekor. Dia memperkirakan sedikitnya ada 60 topeng monyet yang tersebar di lima wilayah ibu kota.
“Yang sudah diumumkan Pak Gubernur itu 10 ekor, hari ini (kemarin) ditambah lagi dari Jakarta Utara enam ekor dan dari Jakarta Timur dua ekor, totalnya 16,” kata Kukuh, Kamis (24/10/2013).
Sejak Selasa pekan lalu, sekitar 30 orang tim gabungan yang dari Satpol PP, Dinas Sosial, serta Dinas Kelautan dan Pertanian di lima wilayah DKI bergerak serentak. Razia akan terus dilakukan untuk mengumpulkan hewan primata yang biasanya digunakan dalam pertunjukan jalanan itu.
Manajer Program Penyelamatan Hewan Domestik dari Jakarta Animal Aid Network (JANN) Karin Franken menyambut positif kebijakan Gubernur Jokowi yang menertibkan topeng monyet. Karin mengungkapkan langkah penertiban ini sudah dilobi JANN sejak 2009.
Sebenarnya, pada 2011 direspons Pemprov DKI yang saat itu di bawah kepimpinan Fauzi Bowo. Namun, realisasi penertiban baru dimulai oleh Jokowi. “Kami sambut baik setelah lobi sejak 2009,” tuturnya saat ditemui, Kamis (25/10/2013).
Atraksi topeng monyet sudah berlangsung selama puluhan tahun di seantero Jakarta. Biasanya mereka beroperasi di permukiman kampung-kampung. Tak jarang juga mereka menggelar atraksi di lampu-lampu merah.
Si pawang topeng monyet dahulu lazim menamai monyetnya dengan julukan Sarimin. Dalam atraksinya sang pawang acap melontarkan "Sarimin pergi ke pasar" untuk menyuruh monyetnya beratraksi seolah-olah pergi ke pasar sembari memegang payung dan menenteng tas kecil belanjaan. Kini seiring langkah Pemprov DKI merazia topeng monyet, Sarimin "bertiarap" di kandang tuan-tuannya mencari aman.
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar