Senin, 16 September 2013

Gara-gara Direlokasi Jokowi, ex PKL di Blok G Kehilangan Rejeki

Sejumlah upaya promosi dilakukan pengelola Blok G Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat untuk memikat calon pembeli. Atas instruksi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan juga turut membantu. Mereka menggelar konser musik dan pentas kesenian lainnya.
Kini setiap Jumat sampai Minggu konser musik dan gambusan selalu diadakan di Blok G Pasar Tanah Abang. Pada Jumat pagi misalnya, ada kegiatan
senam oleh pegawai negeri sipil dari kantor wali kota Jakarta Pusat. Sementara untuk Sabtu dan Minggu ada pentas gambusan melayu dan konser musik.
Tak hanya hiburan, pengelola pasar juga mengiming-imingi hadiah mobil bagi pengunjung. Sebuah mobil yang bakal jadi hadiah pun sudah dipajang di depan gerbang. Kini di lantai dasar juga disediakan ATM Center, meski baru diisi oleh Bank BRI saja.
Area pusat jajanan serba ada atau Pujasera dengan aneka makanan khas daerah juga disediakan. Semua upaya promosi tersebut diyakini bisa menarik minat masyarakat untuk mampir dan berbelanja dengan nyaman.
Beberapa tukang ojek yang mangkal di depan gerbang parkir Blok G Pasar Tanah Abang mengatakan, setiap akhir pekan jumlah pengunjung di pasar tersebut meningkat. Saking ramainya jumlah penonton, jika sedang ada acara, sejumlah tukang ojek terpaksa harus pindah pangkalan, menjauh dari gerbang parkir.
Namun menurut sejumlah pedagang, rupa acara promosi itu belum mampu mendongkrak jumlah pembeli. “Itu memang bikin ramai, tapi di bawah doang, orang enggak naik ke atas ini, mungkin kalau diadakan di lantai atas mungkin bisa juga memancing orang datang ke sini,” kata Zulfitra, salah satu pedagang rok muslim di lantai 3 Blok G Pasar Tanah Abang, Senin (16/9/2013).
Pedagang lainnya, Andri, 50 tahun, penjual pakaian kasual wanita, mengatakan acara tersebut hanya dimanfaatkan orang untuk menikmati musik dangdut. Begitu juga adanya pujasera di lantai bawah dianggapnya salah strategi. Menurutnya lebih baik diadakan program yang mengundang ibu-ibu, sebab mayoritas orang yang belanja di pasar adalah kaum ibu.
“Pujasera seharusnya di atas, atau bikin acara pengajian di lantai 4 dengan mendatangkan mama Dede, pasti ibu-ibu pada datang. Nanti saat mau turun kan paling tidak mereka tertarik untuk melihat-lihat dulu,” kata Andri.
Selain itu, pedagang juga berharap pemerintah bisa memperbanyak akses penghubung ke blok G. Salah satunya penghubung dari blok F ke blok G.
Pedagang menyambut baik rencana pemerintah provinsi DKI Jakarta yang akan menjadikan blok G sebagai pintu keluar dari stasiun Tanah Abang. “Sehingga sekian ratus muntahan pengunjung dari stasiun kereta langsung ke bLok G, itu yang kami harapkan,” kata Mustafa, 45 tahun, pedagang pakaian anak di lantai 3.
Menurutnya, aspirasi itu belum pernah disampaikan langsung kepada Jokowi. “Kalau hiburan dan undian itu enggak terlalu efektif. Tapi Jokowi pernah janji mau bikin pintu keluar stasiun Tanah Abang itu, makanya saya berani bicara, tapi sampai sekrang realisasinya belum ada,” kata Mustafa, setengah menuntut.
Dari sekian banyak harapan para pedagang itu, yang lebih mereka inginkan dalam waktu dekat adalah fasilitas tangga eskalator sehingga pembeli bisa makin ramai. “Kalau dikasih jangka waktu 3 bulan baru dibangun dulu tangganya kami mau makan apa kalau kondisinya terus begini?” kata Rizal, 39 tahun, pedagang pakaian jadi di lantai 3.
Kini pedagang di Blok G Pasar Tanah Abang masih menanti sejumlah janji Jokowi saat mereka akan direlokasi.

Pedagang Ancam Kembali Gelar Dagangan di Jalan
Pedagang kaki lima yang kini menempati Blok G Pasar Tanah Abang mulai mengeluhkan kurangnya fasilitas penunjang pasar seperti tangga. Hal itu menurut mereka menjadi penyebab orang enggan naik ke lantai dua dan tiga, tempat mereka kini, sehingga pendapatan mereka jadi jauh berkurang dibanding saat masih berdagang di kaki lima.
Para pedagang ramai-ramai meminta agar Jokowi memperhatikan mereka. Sebab setelah hampir dua pekan sejak resmi beroperasi di pasar itu, jumlah pengunjung tak kunjung meningkat. Bahkan, Andri, salah satu pedagang mengaku belum sepotong pun pakaian dagangannya laku.
“Selama 10 hari saya jualan belum ada yang laku, padahal dulu Rp 500 ribu minimal bisa dapat,” kata dia saat ditemui detikcom di lantai 3, Blok G, kemarin. “Kalau di lantai 2 lumayanlah, bisa dapat Rp 200-Rp 300 ribu, tapi kalau di lantai 3 ini jangan harap, jangankan laku, orang nawar saja enggak ada.”
Untuk mencukupi makan sehari-hari, ia dan beberapa pedagang menyatakan masih menggunakan sisa uang tabungan. “Sekarang paling tidak Rp 100 ribu habis sehari untuk kebutuhan saya dan keluarga, duitnya dari mana kalau terus begini,” kata Nurmailis, ibu dua anak, yang juga berdagang pakaian di lantai 3.
Suami Nurmailis, Mustafa, pun menambahkan ia ingin kembali turun dan berjualan di kaki lima, seberang Blok G, tempatnya dulu mencari nafkah. Menurutnya sudah banyak pedagang yang punya maksud yang sama jika pendapatan mereka tetap meredup. Ia tak gentar dengan ancaman sanksi pidana berupa kurungan 10 hinngga 60 hari dan denda hingga Rp 20 juta sesuai Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
Tapi aksi itu akan mereka lakukan jika tak ada perubahan berarti. Sejauh ini, sisa uang tabungan masih mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari. Apalagi pemerintah belum memungut uang sewa tempat alias masih gratis hingga enam bulan pertama. “Kalau sakit yang kami rasakan sudah sampai ke kepala kami akan turun ke bawah, kalau sekarang sakitnya masih di sini,” kata Mustafa sambil menunjuk perutnya.
Mustafa pesimistis para PKL bisa bertahan lama di Blok G. Toh, sebelumnya pada 2004 pemerintah juga melakukan penertiban dan pedagang hanya bertahan sebentar sebelum akhirnya kembali menjadi PKL. “Waktu itu saya ikut naik, tapi hanya enam bulan. Sekarang kalau gak diperhatiin sama Pak Jokowi, kita turun dan bikin macet ke jalan,” kata dia dengan nada emosional.
Tapi tak semua pedagang sepakat untuk kembali menjadi PKL. Samsuhadi, pedagang pulsa di lantai 2 mengaku ogah ikut-ikutan kembali ke jalanan. Sebab jika tertangkap, risikonya cukup besar. “Kalau mau turun itu saya enggak, karena sudah ada pasal-pasalnya, 6 bulan ditangkap dan denda Rp 20 juta, sudah ditulisin,” kata pria asal Padang ini.
Samsuhadi lantas meminta pemerintah tegas dalam melakukan penertiban PKL. Ia mengeluhkan masih ada beberapa PKL di Lokasi Binaan Jati Baru yang bebas berjualan. Padahal tak jauh dari lokasi itu tampak terparkir mobil dinas Satpol PP. “Gak ngerti juga apakah sudah ditertibkan atau enggak,” kata Samsuhadi.
Zulfitra, pedagang Blok G yang tinggal di kawasan Tanah Abang juga mengungkapkan hal yang sama. “Masih banyak PKL yang berkeliaran di gang-gang, jenis dagangannya sama, kalau mereka masih ada enggak mungkin orang tertarik naik ke atas dan lebih memilih membeli pada mereka kan,” kata dia.

Sumber :
detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar