Beberapa hari terakhir, dunia media Indonesia disibukkan dengan isu yang
masih sangat gres: upaya “pendongkelan” Jokowi dari kursi Gubernur.
Berita ini cukup seru dan relatif menyaingi kasus pencucian uang yang
melibatkan oknum PKS dan sejumlah orang dekatnya. Anehnya, Jokowi malah
semakin berkibar.
Di tengah-tengah perhelatan aneka kasus yang
sedang menjadi sorotan media, mencuatnya usaha pemakzulan Jokowi sangat
menarik untuk dikaji. Apalagi berita paling mutakhir per 29 Mei 2013,
Megawati justru memberikan isyarat bahwa Jokowi akan dimajukan sebagai
calon presiden RI dari PDI Perjuangan. Sebuah berita yang “cetar
membahana”.
Wong Solo lulusan universitas “ndeso” (UGM) Jurusan
Kehutanan ini terus menjadi fenomena yang luar biasa. Usahanya untuk
mengembalikan fungsi waduk Pluit mengetam sejumlah masalah. Mereka yang
enggan direlokasi, meskipun sudah disediakan rumah susun dengan angsuran
rendah, menyeret Jokowi ke ranah HAM. Tidak hanya itu, kartu sehatnya
di Jakarta membuat sejumlah rumah sakit sempat nyaris mengundurkan diri
dari program kesehatan rakyat jelata tersebut. Inilah yang kemudian
menyebabkan beberapa pihak menuding Jokowi memang tidak layak dan
karenanya bisa dipertanyakan kedudukannya.
Jokowi, diakui atau
tidak, merupakan kuda hitam yang berpotensi meramaikan pertarungan RI1
tahun depan. Kepopulerannya sangat berbahaya bagi sejumlah kandidat yang
sedang mencoba menjadi populis dalam beberapa waktu belakangan dengan
segudang cara pendekatan. Karenanya, banyak pihak yang mulai berhitung
tentang sepak terjang Jokowi agar tidak mengganjal keinginan besar
mereka dalam merebut kursi paling empuk di republik ini.
Tentu,
semua masih ingat bahwa Jokowi memenangkan pertarungan di Jakarta - kota
dengan perputaran uang dan evolusi budaya terbesar - hanya didukung
oleh dua partai, yakni PDIP dan Gerindra. Kehebatan kandidat dari kota
Solo ini tidak bisa disaingi oleh banyak kandidat yang sudah malang
melintang dalam dunia politik nasional maupun sebagai ahli dengan
predikat segudang. Dan ketika terpilih, Jokowi lagi-lagi menumbangkan
popularitas pengusungnya, Megawati dan Prabowo.
Dengan sisa hari
yang tidak begitu banyak menjelang Pilpres mendatang, Jokowi harus
diperhitungkan oleh banyak kalangan. Kesalahan yang dibuatnya selaku
Gubernur Jakarta, apalagi kegagalannya, pasti akan dikapitalisasi oleh
lawan dengan segala cara. Aneka masalah yang mulai mengemuka akibat
kebijakannya, bisa direkayasa sedemikian rupa, setidaknya untuk
menurunkan derajat 'kemasyhuran' wong Solo ini.
Melalui media,
yang memiliki power sedemikian dahsyat, banyak pihak mencoba
menggerogoti popularitas Jokowi. Meskipun beberapa partai sudah
mengatakan mundur dari upaya 'pemakzulan' Jokowi, namun semua ini
memberikan makna bahwa kursi Jokowi relatif fragile diguncang-guncang
oleh siapa pun dengan alasan apa pun.
Uniknya, kekhawatiran
tentang majunya Jokowi tahun depan kemungkinan besar juga dirasakan oleh
dua partai pengusungnya. Bagi Gerindra, Jokowi diberikan waktu untuk
membenahi Jakarta dulu sebelum nyapres pada pemilu 2018. Prabowo
pastilah ingin menjadi yang nomor satu. Tidak mau disalip Jokowi.
Sebaliknya, PDIP mencoba untuk realistis dengan melempar wacana Jokowi
dalam capres mendatang. Jokowi sendiri, sebagaimana biasanya, dengan
santai menyatakan “tidak berpikir” untuk terjun dalam perebutan kursi
RI1.
Jokowi, Jokowi dan Jokowi. Sepertinya semua sudah pasang
kuda-kuda untuk perhelatan akbar tahun 2014 mendatang. Dan, dari semua
calon yang gegap gempita, ternyata dalam beberapa survey menunjukkan
bahwa Jokowi berada di peringkat teratas dari sisi popularitas. Jokowi
menjadi manusia “aneh” Indonesia yang mampu merangkak dari daerah menuju
ibukota lalu (mungkin) ke panggung nasional.
Bayangkan, dalam
survey yang dilakukan CSIS sebagaimana dirilis detik.com, 27 Mei 2013,
Jokowi masih mengungguli Prabowo dan semua kandidat lainnya. Dengan
1.635 responden di 31 provinsi, survei yang digelar pada 9-16 April 2013
tersebut mendapatkan 28,6 persen responden menyatakan akan memilih
Jokowi dalam Pemilu 2014. Dukungan untuk Jokowi melampaui dukungan untuk
Prabowo yang mendapatkan 15,6 persen suara responden, bahkan
meninggalkan Megawati Soekarnoputri yang dalam survei itu hanya
mendapatkan dukungan 5,4 persen.
Lebih lanjut disebutkan, Jokowi
paling populer di antara pejabat publik atau pejabat negara lainnya.
Popularitas politisi PDI Perjuangan itu sebesar 85,9 persen, mengalahkan
Ibu Negara Ny Ani Yudhoyono di angka 78,5 persen. Pejabat lainnya,
yakni Sri Sultan Hamengkubuwono X 59,5 persen, Dahlan Iskan 42,6 persen,
Mahfud MD 39,6 persen, Pramono Edhie Wibowo 20,2 persen, Djoko Suyanto
15,2 persen, dan Gita Wirjawan 8,4 persen.
Tentu, survey ini
menguatkan survey-survey sebelumnya yang dilakukan oleh lembaga yang
dianggap kredibel dan tidak memihak. Namun, yang paling bermakna dari
survey CSIS ini adalah, bahwa meskipun digoyang dengan aneka isu,
ternyata Jokowi tetap berkibar dan menjadi calon yang sangat kuat.
Kelihatannya
PDIP sangat realistis dan cerdas menyikapi kenyataan di atas. Bisa jadi
ada sebuah prediksi di kalangan dalam: sebuah kesalahan kalau tetap
memasang Megawati yang sudah redup dalam persaingan orang-orang muda
yang gegap gempita. Juga mungkin tidak tepat kalau mengandalkan politisi
senior tapi tidak populer. Di sisi lain, PDIP memiliki jagoan yang
layak dijual kepada rakyat dan telah terbukti dalam berbagai survey.
Jokowi layak jual pemilu 2013, dan mungkin akan mulai hilang aura
kepresidenannya tahun 2018. Sama dengan momentum yang dimiliki oleh
Amien Rais di awal reformasi. Karenanya, PDIP buru-buru mengusung Jokowi
sebelum diambil pihak lain.
Sementara itu, bagi yang mencoba
menginterpelasi Jokowi, jangan-jangan langkah mereka malah konter
produktif. Justru akan membesarkan nama Jokowi. Maklumlah, rakyat secara
umum sudah mulai pintar dan membedakan upaya yang genuine dan rekayasa.
Dalam pandangan masyarakat kebanyakan, Jokowi memiliki terobosan
meskipun belum berhasil sepenuhnya. Upaya interpelasi (sementara ini)
malah akan menuai ketidakpopuleran yang bersangkutan karena
berseberangan dengan rakyat pada umumnya.
Terlepas dari hebat
tidaknya, pinter atau tidaknya, atau aneka pertanyaan lain tentang
Jokowi, sesuatu yang paling nyata adalah Jokowi masih sangat populer dan
mendapatkan dukungan masyarakat. Merobohkan Jokowi saat ini pasti
mendapatkan sambutan negatif dari banyak kalangan, atau nyaris sama
dengan upaya menghancurkan kredibilitas KPK. Menurut teori, kalau tidak
bisa mengalahkan, lebih baik berkolaborasi saja.
Sumber :
detik.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar