Salah satu penggagas interpelasi kepada Joko Widodo sebagai Gubernur
DKI Jakarta terkait Kartu Jakarta Sehat, Taufiqurrahman, mengaku punya
tiga alasan mengapa menggulirkan pengumpulan tanda tangan anggota DPRD
DKI. Anggota Komisi A dari Fraksi Partai Demokrat mengaku ide tersebut
berawal dari keprihatinan.
Menurut dia, akses pelayanan kesehatan
bagi warga miskin Jakarta malah mundur. Hal tersebut terlihat dari tiga
poin di dalam program KJS Pemprov DKI.
Pertama, pihaknya
melihat sistem pembayaran rumah sakit dengan INA-CBG's (Indonesia Case
Base Group) melalui PT Askes dianggap tidak meng-cover seluruh
keluhan penyakit pasien. Seperti diketahui, melalui INA-CBG's, penyakit
tertentu telah memiliki skenario akses pelayanan kesehatan tersendiri
dengan premi Rp 23.000.
"Dalam skema KJS, banyak tindakan yang
tidak dicover oleh PT Askes, obat tidak ditanggung, kalau dirawat
lebih dari skema tidak ditanggung, masyarakat yang suruh beli sendiri,"
ujar Taufiq kepada Kompas.com, Sabtu (25/5/2013).
Menurut
Taufiq, sistem tersebut merupakan kemunduran pelayanan kesehatan.
Pasalnya, melalui jaminan kesehatan di era sebelumnya, Gakin dan
Jamkesmas, biaya pasien ditanggung oleh Pemprov DKI dengan plafon Rp 100
juta. Hal ini juga yang dijadikan alasan sebanyak 16 rumah sakit
swasta berencana mundur dari KJS.
Kedua, DPRD menilai program KJS
tidak tepat sasaran. Berdasarkan informasi yang diterima di lapangan,
banyak warga dengan kelas ekonomi mampu mendaftarkan diri sebagai
peserta KJS di puskesmas-puskesmas. Kondisi tersebut pun sempat membuat
bingung rumah sakit karena sosialisasi yag kurang oleh Pemprov DKI
Jakarta.
"Data penerima KJS itu 4,7 juta, penduduk DKI ada 9 juta.
Apa setengah dari penduduk Jakarta itu orang miskin semua, kan tidak,"
lanjut Taufiq.
Ketiga, Peraturan Gubernur tentang KJS Nomor 187
Tahun 2012 dianggap cacat hukum. Sebab, tahun 2009 telah ada Perda
tentang Sistem Kesehatan Daerah yang membagi tiga warga DKI. Warga
rentan miskin dan miskin yang pelayanan kesehatannya ditanggung Pemprov
DKI serta warga mampu yang kesehatan tidak ditanggung. Sementara di
Pergub KJS menyebut pelayanan kesehatan diperuntukan bagi seluruh
penduduk.
"Harusnya, kalau mau menerbitkan Pergub, revisi dulu
Perda yang ada. Kemarin revisinya itu telat, sehingga ada masa di mana
Pergub KJS cacat di mata hukum dan bisa tidak berlaku," ujar Taufiq.
Atas
dasar tiga poin itu, sebanyak 32 anggota DPRD dari lima fraksi
menggulirkan interpelasi, sekitar tujuh hari yang lalu. Taufiqurrahman
pun menegaskan, akan terus mengupayakan agar hak interpelasi tersebut
berhasil dilaksanakan. Rencananya, Senin depan pihaknya menggelar Rapat
Pimpinan untuk membahas hal tersebut.
Sebelumnya, wacana pengajuan
hak interpelasi muncul dalam rapat dengar pendapat antara DPRD DKI
Jakarta dengan Dinas Kesehatan dan instansi terkait, Kamis (23/5/2013).
Rapat tersebut membahas masalah dalam pelaksanaan KJS.
Di antara
topik pembahasan adalah soal 16 rumah sakit swasta yang dikabarkan
keberatan melaksanakan KJS karena sistem pembayaran. Dalam rapat
tersebut, anggota Komisi E DPRD DKI, Ashraf Ali, mengklaim telah ada 30
anggota DPRD DKI Jakarta yang menandatangani rencana penggunaan hak
interpelasi untuk meminta penjelasan kepada Gubernur DKI Jakarta Joko
Widodo terkait masalah tersebut.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar