Ucapan anggota DPRD DKI Jakarta, Ashraf Ali, bahwa interpelasi akan
berujung pemakzulan untuk Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dipandang
sinis. Jika ada pilihan, siapa yang layak dimakzulkan, Jokowi atau DPRD?
"Mungkin kalau saja ada pilihan lain bagi warga Jakarta, apakah akan meng-impeachment Jokowi atau memakzulkan anggota dewan, saya kok haqul yakin
warga Jakarta akan lebih memilih memakzulkan anggota dewan," kata
pengajar komunikasi politik Universitas Indonesia (UI), Ari Junaedi, Sabtu (25/5/2013).
Sayangnya,
kata dia, sistem ketatanegaraan Indonesia tidak mengatur hal tersebut.
"Kalaupun ada, warga Jakarta jangan memilih lagi anggota dewan yang
menghalangi program Jokowi di Pemilu 2014 mendatang," tuturnya.
Menurut
Ari, rencana pemakzulan tersebut tidak memiliki pijakan yang berdasar.
Sebab, permasalahan mundurnya 14 rumah sakit dari program Kartu Jakarta
Sehat (KJS) sudah terselesaikan dengan baik.
Ari mengingatkan,
warga Ibu Kota kadung menaruh harapan yang sangat besar pada
kepemimpinan Jokowi yang merakyat. Masalah KJS yang seret di awal
pelaksanaan, kisruhnya pembebasan lahan Waduk Pluit atau mundurnya
pelaksanaan pembangunan MRT, misalnya, belum cukup dijadikan alasan
menilai ketidakberhasilan duet Jokowi-Ahok.
"Yang harus diingat
oleh anggota dewan pengusul hak interpelasi, Jokowi adalah pendobrak
sistem kaku yang selama ini dipraktikkan pejabat-pejabat sebelumnya yang
lekat dengan praktik KKN," tuturnya.
Jangan-jangan, kata Ari,
apa yang disampaikan penggagas hak interpelasi hanya alat tawar politik
semata. Menurut dia, harus diakui, proses penganggaran di DPRD juga
kerap berjalan lamban karena adanya transaksi politik di setiap
pembahasan mata anggaran.
"Cara-cara lama rezim sebelumnya yang
diberantas Jokowi-Ahok rupanya tetap mendapat resistensi dan perlawanan
dari anggota dewan. Ini justru yang harus kita waspadai bersama,"
imbuhnya.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar