Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti
Zuhro berpendapat ada dua sisi dalam wacana pemakzulan Gubernur DKI
Jakarta Joko Widodo oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Dihubungi Kompas.com,
Jumat (24/5/2013), Siti mengungkapkan, sisi pertama dari wacana
tersebut adalah anggota DPRD dinilai tak mengetahui prosedur yang ada.
Kedua, wacana pelengseran adalah salah satu bukti bahwa tak semua elemen
mendukung sang gubernur. Oleh sebab itu dibutuhkan lagi evaluasi.
"Pertama
DPRD itu wakil rakyat, jadi apa yang dilakukan harus merepresentasikan
rakyat. Kalau mereka tak tahu aturan begitu, ini bisa menjadi preseden
buruk bagi anggota dewan," ujarnya.
"Kedua, ini alarm bagi Jokowi,
bahwa apa yang menjadi programnya tidak selalu didukung oleh semuanya,
jadi jangan terlena dengan berita di media. Intinya, jadi pemimpin tetap
harus ada evaluasi program yang bermasalah," lanjut Siti.
Siti
melanjutkan, kedua pihak, baik itu anggota DPRD atau pun Gubernur DKI
harus saling melakukan introspeksi diri. Jika program KJS (Kartu Jakarta
Sehat) yang jadi permasalahan, seharusnya DPRD melakukan komunikasi
dengan gubernur terlebih dulu. Sebaliknya, gubernur pun seharusnya
menangkap wacana yang ada di DPRD, mengambil poin positif untuk
dievaluasi. "Ini hanya masalah komunikasi, media pun juga jangan
membentur-benturkan itu," lanjut Siti.
Wacana pengajuan hak
interpelasi muncul dalam rapat dengar pendapat antara DPRD DKI Jakarta
dengan Dinas Kesehatan dan instansi terkait, Kamis (23/5/2013). Rapat
tersebut membahas masalah dalam pelaksanaan KJS. Di antara topik
pembahasan adalah soal 16 rumah sakit swasta yang dikabarkan keberatan
melaksanakan KJS karena sistem pembayaran.
Dalam rapat tersebut,
anggota Komisi E DPRD DKI, Ashraf Ali, mengklaim telah ada 30 anggota
DPRD DKI Jakarta yang menandatangani rencana penggunaan hak interpelasi
untuk meminta penjelasan kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terkait
masalah tersebut.
Sumber :
kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar