Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) mengibaratkan kerja rumah sakit (RS) seperti di medan perang. Jika ada yang sakit walaupun itu dari pihak musuh, sudah menjadi kewajiban RS untuk merawat dan menyembuhkannya.
Hal ini diungkapkan Jokowi menyikapi mundurnya 16 RS dari program Kartu Jakarta Sehat (KJS). Menurutnya, tidak patut jika RS hanya mengejar keuntungan semata.
"Itu pun dengan catatan. Bahwa rumah sakit, dokter, itu ada sisi sosial kemanusian. Misal ada perang, musuh dalam perang saja, yang sakit harus wajib disembuhkan. Artinya apa, ini sosial kemasyarakatan yang saya angkat, ini rakyat kita yang sakit. Tidak langsung mundar-mundur seperti itu," kata Jokowi di Balai Kota, Jakarta, Rabu (22/5/2013).
Jokowi mengaku tidak habis pikir terhadap sikap RS swasta yang tiba-tiba mundur dari program KJS.
"Kalau ada masalah silakan datang kita selesaikan baik-baik. Enggak langsung mundar-mundur gitu," keluh Jokowi.
"Ini (KJS) pekerjaan besar. Akan dipakai nasional oleh kementerian, kalau kita tentukan akan terlalu mahal. Kalau hitung-hitungannya enggak nutup, malah jadi masalah," sambungnya.
Mantan Wali Kota Solo itu tetap bersikeras dan ogah menaikkan premi KJS dari Rp 23 ribu menjadi Rp 50 ribu per bulan. Pihaknya optimis jika premi yang diberikan selama ini sudah lebih dari cukup.
"Jangan dibandingin profit oriented, jalan kok premi Rp 23 ribu, jalan," tandasnya.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emawati mengatakan, dari 16 RS tersebut, 14 RS di antaranya tak jadi mundur dari KJS. Berdasarkan laporan yang diterimanya, ada kesalahpahaman administrasi di internal rumah sakit.
"Kemarin dia komunikasi saja nggak nyambung antara administrasi dan instalasi gawat darurat. Tapi ada yang stafnya ke Jamkesda, yang mengatakan nggak menerima dan direktur nggak tahu. Itu urusan mereka lah," ujar Dien Emawati usai rapat bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Balai Kota Jakarta.
Sumber :
merdeka.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar