Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Muradin mengatakan keputusan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunda pelantikan Budi Gunawan adalah langkah
salah.
Muradin menganggap cara itu tidak akan menyelesaikan masalah hukum dan politik antar lembaga negara yang sedang terjadi.
"Harusnya
saat konferensi pers Jumat malam lalu, Jokowi mengeluarkan empat
keputusan presiden berkaitan dengan Kepala Kepolisian RI," kata Muradin
saat diskusi dengan wartawan di Jakarta Selatan, Minggu 18 Januari 2015.
Keputusan
presiden pertama, menurut Muradin, adalah pemberhentian Jenderal
Sutarman dari jabatannya. Kedua, Keppres pengangkatan Komisaris Jenderal
Budi Gunawan sebagai Kapolri. "Setelah itu, misalnya dua jam kemudian
atau besoknya, Budi Gunawan bisa dinonaktifkan dari jabatannya karena
terkait masalah hukum."
Keppres
keempat, kata Muradi, adalah mengangkat Komisaris Jenderal Badrodin
Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kapolri. Dengan cara itu, kata Muradin,
unsur hukum yaitu pemberhentian dan pelantikan Kapolri baru bisa
terpenuhi. "Jokowi pun memenuhi unsur politik karena menghargai DPR yang
telah menyetujui Kapolri pilihannya."
Namun, kenyataannya Jokowi
hanya menerbitkan Keppres pemberhentian Sutarman dan mengangkat
Badrodin Haiti sebagai pelaksan tugas. "Kalau begini, kan, Jokowi tidak
menghargai DPR sama sekali. Padahal pemberhentian dan pelantikan Kapolri
baru itu satu paket dalam persetujuan DPR."
Muradin mengatakan
langkah yang sudah terlanjur diambil RI 1 itu malah akan menimbulkan
kerumitan. DPR yang merasa tidak dihargai bisa memanfaatkan kesempatan
ini. "Bisa saja mereka menggunakan isu ini sebagai kontrol politik
terhadap Joko Widodo." [tempo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar