Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat memberikan intervensi pada sesi pleno para
pimpinan negara yang tergabung dalam G-20. Dia menyampaikan
pengalamannya saat menjadi Wali Kota Solo hingga DKI, terutama dalam
urusan pembenahan reformasi birokrasi.
Pidato ini disampaikan
dalam sidang pleno yang tertutup dari media, Sabtu (15/11/2014) siang
tadi di Brisbane Convention Exhibition Center (ECBC), Australia. Salinan
pidato Jokowi kemudian diterima wartawan dari pemangku kepentingan di
sidang tersebut, Mahendra Siregar dan juga Seskab Andi Widjajanto.
Di
awal sambutannya, Jokowi sempat memperkenalkan diri. Presiden ketujuh
itu lalu menyampaikan langkah-langkah reformasi birokrasi untuk
mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi.
"Tahun 2005, saya
pertama kali memasuki dunia politik ketika terpilih langsung sebagai
Walikota Solo di Jawa Tengah yang berpenduduk 560 ribu jiwa. Solo
merupakan kota sejarah, namun saat itu kurang tertib, agak kumuh, dan
rendah pendapatan daerahnya," cerita Jokowi.
"Untuk menertibkan
dan memperbaiki prasarana kota, saya membutuhkan dana yang besar.
Karenanya, yang saya lakukan adalah mentargetkan kenaikan penerimaan
daerah melalui perbaikan sistem pelayanan dan pembayaran pajak,"
sambungnya.
Jokowi kemudian mengubah metoda pembayaran pajak dari
manual ke sistem online disertai dengan peningkatan pelayanan.
Hasilnya, proses yang bersih dan cepat serta dipercaya masyarakat. Dalam
kurun waktu empat tahun, pendapatan asli daerah meningkat 80 persen.
"Kemudian
untuk menertibkan kota, saya mengundang para pedagang yang sebelumnya
kurang tertib berdagang di pasar tumpah. Saya membujuk dan meyakinkan
mereka untuk pindah ke tempat baru yang lebih bersih, nyaman, rapih dan
manusiawi. Untuk itu, saya melakukan dialog dan sosialisasi hingga lebih
dari 50 kali. Hasilnya para pedagang tersebut bukan saja secara
sukarela bersedia pindah, bahkan kepindahan mereka dirayakan seperti
layaknya suatu pawai atau perayaan," paparnya.
Pendekatan serupa juga dilakukan Jokowi ketika memimpin Jakarta. Dia
merevitalisasi sektor-sektor strategis, hingga memberi perbaikan pasar
tradisional dan pelayanan kesehatan serta pendidikan.
"Salah satu
agenda pertama yang saya lakukan adalah memperkuat kualitas birokrasi.
Saya harus mewujudkan pemerintahan yang berorientasi kepada “melayani
masyarakat”, bukan “memerintah”. Oleh karenanya, saya memperbaiki sistem
promosi pejabat daerah melalui merit-based. Saya terapkan sistem lelang
terbuka untuk 311 jabatan lurah dan camat, sehingga hanya mereka yang
memiliki kompetensi dan dipercaya oleh masyarakat yang terpilih
menduduki posisi-posisi tersebut. Tidak ada lagi lurah yang ditunjuk
karena latar belakang agama, etnis, atau suku. Mereka semua dipilih
karena kompetensi dan kepercayaan masyarakat," paparnya.
"Kini,
pengalaman melakukan reformasi sebagai Wali Kota Solo dan Gubernur
Jakarta tersebut akan saya bawa dan kembangkan pada tingkat nasional,"
tegas Jokowi.
Salah satu cara yang dilakukannya di tingkat
nasional adalah mulai dari seleksi menteri melalui KPK. Lalu membangun
demokrasi yang akuntabel dan dipercaya rakyat, bukan yang ditentukan dan
mementingkan kelompok elite politik.
"Sehingga, Indonesia yang
saat ini menjadi negara demokrasi langsung terbesar di dunia yang
dibuktikan dengan 71 juta pemilih langsung yang mendukung saya dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla, akan mampu menghasilkan pertumbuhan dan
pembangunan yang didambakan masyarakat," urainya.
Pidato Jokowi
disebut Mahendra Siregar, berjalan selama enam menit. Setelah itu,
beberapa kepala negara lain juga memberikan intervensinya masing-masing.
Pidato
Jokowi berlangsung selama 6 menit dalam rapat pleno yang tertutup untuk
media, Sabtu (15/11/2014) di BCEC, Brisbane, Australia. Jokowi
didampingi oleh Mahendra Siregar selaku pemangku kepentingan dalam forum
tersebut.
Berikut pidato lengkapnya :
Bapak Pimpinan Sidang,
Saya baru memulai tugas menjadi
Presiden Indonesia kurang dari satu bulan lalu. Keikutsertaan saya yang
pertama dalam forum Leaders G20 ini ingin saya manfaatkan untuk
memperkenalkan diri, sekaligus berbagi pengalaman dan visi kami tentang
langkah-langkah reformasi untuk mengatasi perlambatan pertumbuhan
ekonomi.
Tahun 2005, saya pertama kali memasuki dunia politik
ketika terpilih langsung sebagai Walikota Solo di Jawa Tengah yang
berpenduduk 560 ribu jiwa. Solo merupakan kota sejarah, namun saat itu
kurang tertib, agak kumuh, dan rendah pendapatan daerahnya.
Untuk
menertibkan dan memperbaiki prasarana kota, saya membutuhkan dana yang
besar. Karenanya, yang saya lakukan adalah mentargetkan kenaikan
penerimaan daerah melalui perbaikan sistem pelayanan dan pembayaran
pajak.
Untuk pajak daerah, saya mengubah metode pembayaran dari
cara manual ke sistem online disertai dengan peningkatan pelayanan
perpajakan yang lebih transparan dan akuntabel. Hasilnya adalah proses
yang bersih, cepat, serta dipercaya masyarakat. Dalam kurun waktu empat
tahun, Pendapatan Asli Daerah meningkat hingga 80 persen.
Kemudian
untuk menertibkan kota, saya mengundang para pedagang yang sebelumnya
kurang tertib berdagang di pasar tumpah. Saya membujuk dan meyakinkan
mereka untuk pindah ke tempat baru yang lebih bersih, nyaman, rapi dan
manusiawi. Untuk itu, saya melakukan dialog dan sosialisasi hingga lebih
dari 50 kali. Hasilnya para pedagang tersebut bukan saja secara
sukarela bersedia pindah, bahkan kepindahan mereka dirayakan seperti
layaknya suatu pawai atau perayaan.
Reformasi lain yang saya
lakukan adalah membangun unit pelayanan perijinan satu pintu untuk ijin
mendirikan usaha dan seluruh perijinan yang terkait dengan itu. Saya
tetapkan berapa hari seluruh ijin harus diselesaikan oleh unit itu, dan
tanpa biaya.
Pendekatan serupa saya lakukan ketika terpilih menjadi Gubernur Ibu Kota
Jakarta pada tahun 2012. Sebagai sebuah kota kosmopolitan yang
berpenduduk 12 juta jiwa ini, strategi pemerintahan saya adalah
me-revitalisasi sektor-sektor strategis yang berdampak luas kepada
peningkatan kehidupan kota dan ekonomi masyarakatnya, antara lain sektor
transportasi umum, penanggulangan banjir, perbaikan pasar tradisional,
pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi masyarakat miskin.
Salah
satu agenda pertama yang saya lakukan adalah memperkuat kualitas
birokrasi. Saya harus mewujudkan pemerintahan yang berorientasi kepada
“melayani masyarakat”, bukan “memerintah”. Oleh karenanya, saya
memperbaiki sistem promosi pejabat daerah melalui merit-based. Saya
terapkan sistem lelang terbuka untuk 311 jabatan lurah dan camat,
sehingga hanya mereka yang memiliki kompetensi dan dipercaya oleh
masyarakat yang terpilih menduduki posisi-posisi tersebut. Tidak ada
lagi lurah yang ditunjuk karena latar belakang agama, etnis, atau suku.
Mereka semua dipilih karena kompetensi dan kepercayaan masyarakat.
Berbekal
pengalaman dari Solo, saya juga memperbaiki sistim pembayaran pajak
daerah di DKI Jakarta dengan memperkenalkan sistim online. Hasilnya,
penerimaan pajak daerah meningkat sebesar 50 persen dalam waktu satu
tahun.
Melalui sistem on-line ini, saya juga mengidentifikasi
secara cepat sektor-sektor potensial yang dapat saya target penerimaan
pajaknya akan lebih tinggi di masa depan.
Saya juga bentuk
one-stop-service perijinan daerah, untuk membuat proses berjalan
sederhana, murah, dan singkat, serta transparan. Ini upaya pemerintah
saya untuk meningkatkan 'ease of doing business' di Jakarta, yang
praktis merupakan lebih dari 50 persen perijinan nasional berada.
Keberhasilan
yang saya capai saat memimpin kedua kota tersebut, Solo dan Jakarta,
bukanlah karena saya membawa sebuah sistem pemerintahan baru. Saya hanya
memperkenalkan pendekatan dialog dari hati ke hati langsung kepada
masyarakat, yang disebut 'blusukan'. Dengan cara itu, saya memperoleh
masukan yang bukan saja sesuai dengan keinginan masyarakat, namun juga
menghasilkan sistem dan perbaikan sistem yang lebih efisien, transparan
dan akuntabel dengan memaksimalkan potensi yang ada.
Kini,
pengalaman melakukan reformasi sebagai Walikota Solo dan Gubernur
Jakarta tersebut akan saya bawa dan kembangkan pada tingkat nasional.
Pertama
kali yang saya lakukan sebelum membentuk Kabinet Kerja yang baru
berusia 3 minggu itu adalah memberikan daftar calon menteri itu kepada
Komite Penanggulangan Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
memperoleh klarifikasi bahwa tidak ada di antara mereka yang terindikasi
atau memiliki kaitan dengan kasus yang sedang atau akan ditangani KPK.
Pendekatan itu saya harapkan dapat menjaga kepercayaan rakyat Indonesia
yang sudah begitu baik dan semangatnya memberikan mandat besar kepada
saya memimpin mereka 5 tahun ke depan.
Dengan bekal pengalaman refomasi itu, ke depannya, saya ingin membangun
demokrasi politik yang akuntabel dan dipercaya rakyat, bukan yang
ditentukan dan mementingkan kelompok elit politik. Sehingga, Indonesia
yang saat ini menjadi negara demokrasi langsung terbesar di dunia yang
dibuktikan dengan 71 juta pemilih langsung yang mendukung saya dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla, akan mampu menghasilkan pertumbuhan dan
pembangunan yang didambakan masyarakat.
Beberapa agenda prioritas yang akan saya lakukan adalah:
Pertama,
peningkatan daya saing nasional melalui proses penyederhanaan perijinan
investasi dan membentuk layanan one-stop-service nasional. Enam bulan
dari sekarang, Indonesia akan memiliki sistem perijinan investasi yang
terintegrasi dan bisa diakses online.
Kedua, di bidang pajak,
saya ingin meningkatkan tax ratio terhadap GDP menjadi 16 persen, dari
sekarang yang masih di bawah 13 persen. Dengan perbaikan sistem
perpajakan, termasuk transparansi dan sistem IT, saya optimis angka ini
akan meningkat.
Ketiga, saya ingin mengurangi beban subsidi
bahan bakar minyak dan memindahkan alokasi subsidi tersebut untuk
pembiayaan infrastruktur, yaitu pembangunan jalan, pelabuhan laut dan
bandara; serta mendukung program kesejahteraan rakyat.
Keempat,
saya ingin lebih banyak membangun infrastruktur sosial, yaitu
pembangunan kualitas 'manusia'nya. Sebagai tahap awal, saya sudah
meluncurkan tiga program kesejahteraan yaitu: Kartu Indonesia Pintar,
Kartu Indonesia Sehat, Kartu Keluarga Sejahtera, yang akan menjadi
jaminan layanan gratis untuk masyarakat miskin di bidang pendidikan,
kesehatan, dan kesejahteraan. Dengan membangun sumber daya manusia yang
baik, maka akan tercipta produktivitas dan daya saing nasional yang
lebih tinggi.
Berbagai upaya ini akan kami laksanakan secara
simultan. Ini merupakan cara kami untuk mengatasi dan menghindari
‘middle income country trap’, serta pemberantasan korupsi yang menjadi
momok pembangunan Indonesia.
Di tengah-tengah perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia beberapa tahun ini, Indonesia selama 8 tahun
terakhir tumbuh rata-rata 5,8 persen. Hal itu dicapai dengan
mengandalkan pertumbuhan kelompok berpendapatan menengah, yang jumlahnya
sekitar 25 persen dari populasi. Agenda prioritas yang saya jalankan
bukan saja akan menjaga pertumbuhan kelompok berpendapatan menengah itu,
tapi justru menjadikan kelompok lainnya yang lebih besar lagi, yaitu
kelompok menengah bawah dan kelompok berpendapatan rendah sebagai pilar
pertumbuhan Indonesia yang akan lebih besar lagi ke depan. Pola
pertumbuhan yang menyeluruh dan bertumpu kepada kelompok-kelompok yang
selama ini belum memiliki akses yang cukup terhadap pembangunan, saya
pandang sejalan dengan tujuan kita bersama negara-negara G20, yaitu
pertumbuhan yang kuat, berkelanjutatan, seimbang dan inklusif. Itu
adalah sumbangan Indonesia 5 tahun ke depan memulihkan perekonomiannya,
dan pada gilirannya kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi global.
Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar