Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menegaskan bahwa menteri melakukan korupsi bukan karena gajinya kecil. Alasan demikian, menurut Ade merupakan alasan konyol karena bagaimanapun menteri tetap mempunyai banyak tunjangan untuk membiaya kehidupan mereka dan bahkan keluarganya.
“Menteri melakukan korupsi bukan karena kebutuhan, tetapi lebih karena lifestyle (gaya hidup) dan supaya mereka bisa eksis di publik dan dunia politik,” kata Ade di Jakarta pada Sabtu (6/9/2014).
Ade menjelaskan gaya hidup terkait dengan kehidupan yang mewah dan narsis yang dipertontonkan oleh menteri atau pejabat publik. Gaya hidup mewah ini membuat pengeluaran mereka banyak dan membutuhkan pemasukan yang besar.
“Untuk menunjang hidup mewah ini, akhirnya mereka melakukan korupsi,” katanya.
Selain itu, lanjut Ade, menteri melakukan korupsi agar bisa eksis dunia politik sehingga selalu mendapatkan jabatan politis dan kekuasaan. Menteri harus memberikan donasi ke partai politik agar diberi jabatan dan kekuasaan.
“Biasanya menteri memberikan donasi ke parpol untuk bisa eksis di dunia politis. Dengan demikian, bisa mendapatkan jabatan dan kekuasaan,” tandasnya.
Dengan pertimbangan tersebut, menurut Ade, tidak bisa serta merta menaikkan gaji menteri untuk mencegah terjadinya korupsi yang dilakukan menteri. Ada faktor-faktor lain, lanjutnya, yang dapat dibenahi supaya menteri bebas korupsi.
“Jabatan menteri perlu diisi oleh orang-orang yang mempunyai integritas, hidup sederhana dan punya hati untuk rakyat,” anjur Ade.
Ade juga memandang perlu pembenahan pendanaan pertai politik agar menteri tidak menjadi sapi perah untuk menambah logistik partai politik.
“Usulan Jokowi menarik dan perlu direalisasikan dalam menyusun kabinet agar menteri harus melepaskan jabatan struktural partai politik. Ini dilakukan agar tidak terjadi konflik kepentingan,” katanya.
Ade juga menilai korupsi yang dilakukan oleh menteri harus menjadi pelajaran bagi Jokowi-JK dalam menyusun kabinet. Ade mengharapkan konsistensi Jokowi-JK dalam penyusunan kabinet yang tidak didasarkan pada transaksi politis.
“Jokowi-JK harus memilih menteri yang sesuai dengan kebutuhan visi-misinya dan mempunyai kualitas, kompetensi, integritas dan tidak konflik kepentingan,” jelasnya.
Selain itu itu, Jokowi-JK juga harus memperkuat aparat penegak hukum seperti KPK, kepolisian, kejaksaan, hakim untuk mencegah terjadinya korupsi.
Sedangkan untuk pengawasan internal di kementerian, Ada menganjurkan pemerintahan Jokowi-JK memperkuat peran inspektorat-inspektorat di setiap kementerian agar tidak mandul.
“Selama inspektorat-inspektorat berada di bawah (subordinat) menteri-menteri terkait sehingga susah mencegah terjadinya korupsi politis dan korupsi birokrasi. Saya anjurkan agar inspektorat-inspektorat independen dan berada langsung di bawah presiden sehingga pengawasan internal kementerian efektif,” pungkasnya.
Selama pemerintahan SBY, sudah ada tiga menteri terjerat kasus korupsi. Dua di antaranya adalah petinggi partai Demokrat, yakni mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng dan Menteri ESDM Jero Wacik. Sedangkan yang lain adalah Ketua Umum PPP yang juga merupakan mantan menteri agama, yakni Suryadharma Ali.
Beberapa kalangan menilai bahwa menteri melakukan korupsi karena gajinya kecil, seperti gaji Jero Wacik senilai Rp 19 juta per bulan. Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla sempat mewacanakan menaikkan gaji menteri sebagai salah satu upaya mencegah korupsi yang dilakukan menteri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar