Salah satu program reformasi birokrasi yang akan diwujudkan dalam
Pemerintahan Jokowi-JK ke depan adalah mengurangi waktu para birokrat
atau PNS untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan bersifat administratif.
Birokrasi akan lebih banyak diarahkan untuk bekerja di lapangan melayani
masyarakat.
Menurut Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, Andi Widjajanto, diakui bahwa
aparat birokrasi saat ini cenderung lebih banyak disibukkan dengan
pekerjaan administratif di dalam kantor. Sementara kebutuhan masyarakat
dan tantangan jaman menuntut lebih.
"Pekerjaan administratif berusaha dikurangi secara drastis dengan
pola-pola e-budgetting, e-procurement dan e-planning. Kalau sistem baru
bisa diterapkan segera. Itu bagus. Karena butuhnya tak banyak, hanya
laptop, internet, software, dan pengawasan," kata Andi di Jakarta, Sabtu
(6/9/2014)
"Kalau bisa dilakukan segera, banyak pegawai yang tak perlu ke kantor setiap hari. Jadi dia bisa bekerja dengan sistem remote office,
dan langsung bertemu dengan masyarakat. Ini jauh lebih efektif karena
kalau di Jakarta tak bikin tambah macet. Plus berguna mendampingi
masyrakat."
Selain itu, Tim Transisi juga sudah mempelajari kendala-kendala
kelembagaan yang dulu muncul di awal pemerintahan sejak era Habibie, Gus
Dur, Megawati, hingga SBY. Dari pembelajaran itu, Tim Transisi mencari
bentuk kementerian yang tak merepotkan Jokowi-JK dari sisi transisi
kelembagaan.
"Misal ada kementerian dengan nomenklatur baru seperti Kementerian
Maritim. Tapi kita pastikan tak perlu membentuk kantor dan orang baru,
karena hanya mengambil dari bagian pemerintahan yang selama ini kurang
relevan," ujarnya.
Selain itu, Tim Transisi berusaha mengenali hambatan yang muncul dari
mengenali business processnya, mulai dari perencanaan, penganggaran,
implementasi, evaluasi/pengawasan, dan pertanggungjawaban. Dan
temuannya, ternyata ada banyak program yang sebenarnya substansi sama,
namun terjadi di berbagai kementerian dan semuanya dibiayai.
"Jadi kia tawarkan streamline process sehingga tak terulang lagi.
Akan ada sistem baru memanfaatkan teknologi informasi, sehingga nanti
bisa sampai mengukur kinerja birokrasi yang ada," jelas Andi.
Tim Transisi juga mengenali hambatan klasik soal koordinasi di
birokrasi. Temuannya, koordinasi birokrasi di kementerian yang sama itu
mudah. Namun statusnya menjadi 'agak susah' bila koordinasi dibutuhkan
diantara dua kementerian di bawah satu Kemenko.
"Kalau sudah antarkementerian lintas Kemenko, itu statusnya sangat
susah. Kalau koordinasi melibatkan kementerian di sebuah Kemenko dan
aparat di Pemda, itu statusnya mustahil," kata Andi.
Maka akan dibuat mekanisme bussines process dengan
meletakkan sebuah lembaga semacam kementerian untuk mengurusinya.
Menurut Andi, pihaknya membayangkan itulah fungsi lembaga semacam UKP4
yang selama ini.
"Cuma harus ada penguatan peran UKP4 itu dan nama lembaganya diubah. Dia akan lebih sebagai katalisator proses," imbuhnya.
Tim Transisi Jokowi-JK juga menyadari kekuatan utama Pemerintan ke
depan adalah pada karakter kepemimpinan Jokowi. Maka ditawarkan bentukan
baru kantor kepresidenan yang sesuai dengan karakter Jokowi.
Misalnya, karena Jokowi senang blusukan sebagai bentuk pengawasan
real time, maka akan disajikan bentuk pemanfaatan teknologi informasi
yang lebih mengoptimalkan executive dashboard di kantor kepresidenan. [beritasatu]
Selain itu, Jokowi juga dinilai cenderung memperhatikan pengawasan
apabila ada proyek vital, semisal proyek Waduk Pluit dan Marunda di
Jakarta. Maka diusulkan agar ke depan ada unit pengawasan khusus di
kantor kepresidenan yang diperkuat dengan koneksi langsung ke Irjen di
Kementerian/Lembaga.
"Bahkan ada usulan membentuk badan khusus pengawasan di bawah kantor presiden. Tapi itu baru usulan," imbuhnya.
"Pada dasarnya, struktur bangunan birokrasi sudah tertata. Cuma perlu
dipush lebih keras lagi, apalagi Jokowi-JK mendambakan proses
pemerintahan yang lebih efektif," tambah Andi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar