Perubahan sikap Partai Demokrat terkait RUU Pilkada dianggap tak
berkorelasi langsung dengan dukungan terhadap koalisi pendukung Joko
Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Kalau pun ada, hal itu baru terlihat
setelah Jokowi mengumumkan jajaran kabinetnya.
"Tak ada kaitan langsung yang kelihatan dari luar. Kita tak tahu
secara infra," ujar anggota Komite I DPD, Paulus Yohanes Sumino, Senin (22/9/2014).
Menurutnya, perubahan Demokrat terkait RUU Pilkada bisa terjadi lebih
karena adanya tuntutan kepada ketua umum Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY). Khususnya, agar ia konsisten mengawal demokrasi. Selain itu, juga
agar pelaksanaan demokrasi tidak mengalami kemunduran.
Karenanya, RUU Pilkada menjadi ujian untuk komitmen dan soliditas SBY
di Koalisi Merah Putih. "SBY diuji komitmennya pada perwujudan
demokrasi pemilihan langsung oleh rakyat," tuturnya.
Di satu sisi, kata dia, SBY dituntut untuk meneruskan demokrasi yang
telah berjalan. Di sisi lain, Demokrat membutuhkan eksistensi akan jati
diri untuk tumbuh sebagai partai penyeimbang pada pemerintahan
Jokowi-JK.
Apalagi saat ini, tambah dia, UU Pilkada telah menjadi ajang unjuk gigi Koalisi Merah Putih di parlemen.
Saya sangat mendukung sikap Demokrat yang konsisten thd PILKADA langsung yg telah berjalan di pemerintahannya. Secara factual ini adalah program dari pemerintahan SBY. Kalau Demokrat memilih PILKADA tidak langsung berarti partai menilai program pilkada langsung selama pemerintahan SBY gagal, sehingga tidak dilanjutkan. Dan otomatis demokrasi di Indonesia mundur ke belakang. Kalau masalah kabinet, Siapapun yang diberi kesempatan untuk ikut serta membangun bangsa dan negara demi untuk menghadirkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat , itu adalah merupakan tujuan hidup setiap manusia , untuk menebarkan manfaat bagi kemanusiaan. Untuk itu semestinya tidak boleh menolak kalau memang mempunyai kapasitas dan kapabilitas. jadi tanggung jwb untuk partisipasi ini tidak bisa dipisahkan oleh sekat2 apapun termasuk parpol. dmk
BalasHapus