Jumat, 29 Agustus 2014

Kebijakan BBM di Mata Pengusaha dan Politisi

Ketua Komite Tetap Mineral Kadin, Poltak Sitanggang ikut komentar terkait pengelolaan anggaran subsidi BBM yang selama ini memberatkan anggaran negara. Berangkat dari kondisi itu, Poltak setuju jika duet presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK) menaikkan harga BBM bersubsidi.
Menurutnya, kenaikan BBM bersubsidi sangat mendesak. Poltak meyakini, Jokowi bakal menaikkan harga BBM di 100 hari pertama pemerintahannya. Sebab, langkah ini penting untuk mengamankan anggaran bagi sektor lain yang lebih produktif.
"Kita sudah lihat track record Jokowi-JK, mereka pemimpin benar bukan hanya wacana dan bicara, mampu mendengar dan mereka akan menaikkan BBM subsidi di 100 hari kerja," ucap Poltak di Kantor Kadin, Jakarta, Jumat (29/8/2014).
Tidak hanya itu, Poltak juga yakin anggaran infrastruktur di pemerintahan Jokowi juga akan naik dua kali lipat. Jokowi akan melakukan perampingan serta anggaran subsidi akan digunakan untuk pembangunan.
"Menaikkan harga BBM tidak bisa ditolak lagi. Tapi tidak hanya menaikkan saja. Kalau menaikkan saja akan menciptakan kemiskinan dan inflasi. Harus ada substitusinya," tegasnya.
Untuk jangka pendek dan jangka menengah, Poltak menyarankan Jokowi untuk memperbaiki infrastruktur tata kelola migas. Sebab, sektor pertambangan juga berpotensi memperbesar pendapatan negara.
"Sekarang kita kaya tapi dikuasai kelompok, regulasi tidak kondusif. BBM langsung naikkan saja tapi harus dibuat bantalan, pembangunan infrastruktur signifikan," tambahnya.
Poltak mengklaim, industri pertambangan tidak keberatan dengan kenaikan harga BBM subsidi. "Industri dan pertambangan tidak menggunakan BBM industri. Ini tidak terpengaruh," tutupnya.

Setelah Pelantikan
Di tempat terpisah, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani menyatakan keputusan resmi terkait naik atau tidaknya harga bahan bakar minyak (BBM) baru akan diputuskan setelah pelantikan Jokowi-JK.
"Kami menaikkan atau tidak menaikkan (harga BBM) nanti lihat setelah Pak Jokowi dilantik. Jadi tidak bisa bilang PDIP ingin menaikkan, dilantik saja belum, presidennya saja masih Pak SBY," kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (29/8/2014).
Menurut Puan kebijakan menyangkut harga BBM tidak bisa dilepaskan dari upaya pembangunan bangsa ke depan. Postur anggaran pendapatan belanja negara harus diperhitungkan.
"Dalam artian, kalau kita naikkan bagaimana nanti. Apakah konsumsi harus kita kembalikan, lalu bagaimana dengan yang dicita-citakan APBN," ujar Puan.
Karena itu, Puan meminta penilaian bahwa pemerintah Jokowi-JK akan menaikkan harga BBM ditahan dulu. Karena Jokowi masih mempersiapkan masa transisi kepemimpinan dari pemerintahan SBY.
"Jadi saya juga bingung kalau teman-teman mengatakan PDIP dulu menolak (kenaikan harga BBM), sekarang menerima. Presidennya aja masih yang sekarang," kata Puan.

Tak Perlu Tergesa-gesa
Senada dengan Puan, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah menyatakan Jokowi-JK tak perlu memaksakan kehendak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Kalau pada akhirnya, karena alasan formal dan dukungan parlemen bagi Jokowi tidak terpenuhi, Jokowi juga jangan memaksakan diri untuk menaikkan harga BBM. Sebab rakyat yang akan menilai, rakyat pula yang akan merasakan dampak dari masalah kenaikan harga BBM terhadap perekonomian, pembangunan ekonomi termasuk kesejahteraan rakyat," kata Basarah di Jakarta, Jumat (29/8/2014).
Kenaikan harga BBM atau pencabutan subsidi BBM, kata Basarah, harus dilihat dari sudut pandang kebijakan ekonomi.
Basarah lebih lanjut mengemukakan Jokowi harus bisa memberikan penjelasan yang komprehensif, terbuka, objektif kepada masyarakat tentang plus-minus bila harga BBM dinaikkan atau tidak dinaikkan.
"Pemerintahan Jokowi harus bisa melakukan suatu proses revolusi mental untuk mengubah mindset para pemangku kepentingan negara ketika keputusan untuk menaikkan harga BBM itu harus diambil," kata Basarah.
Dia mengemukakan, Jokowi harus bisa memberikan suatu pemahaman yang utuh pada masyarakat ketika menaikkan harga BBM.
"Dia harus mampu jelaskan asas kemanfaatannya bagi kepentingan rakyat, asas kegunaan bagi masyarakat. Kalau kemudian Jokowi telah menjelaskan ke masyarakat tentang asas dan kegunaan kepada masyarakat dari rencana menaikkan harga BBM itu dapat diterima dengan baik oleh rakyat, maka Jokowi harus mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM itu. Kalau kemudian terdapat tentangan di parlemen maka DPR juga harus mampu jelaskan kepada masyarakat tentang alasan penolakan tersebbut," kata Basarah.

Dilantik Juga Belum
Di lain pihak, Jokowi mengaku belum bisa memutuskan mengenai rencana menaikkan harga BBM. Menurutnya, dirinya masih belum punya hak untuk menjawab itu.
"Setelah Oktober. Orang dilantik aja belum," ujar Jokowi di Posko relawan Jokowi-JK, Jalan Sisingamangaraja, Jaksel, Jumat (29/8/2014).
Jokowi mengatakan, harus membicarakan dulu bersama kabinetnya sebelum menaikkan atau tidak harga BBM. "Semua harus dikalkulasi dan dihitung bagaimana dampaknya ke masyarakat. Tidak hanya ekonomi dan politiknya saja," ujar Jokowi.
Apakah setuju dengan kenaikan harga BBM?
"Nanti sajalah," ucap singkat Jokowi sambil tersenyum.

Jokowi Tak Tahu Apa-apa
Rencana Jokowi ini mengundang reaksi pedas dari sejumlah kalangan, termasuk politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Wakil Sekretaris Jenderal PKS, Fahri Hamzah, berpendapat Jokowi tidak perlu menjadi presiden jika tidak mempunyai solusi baru untuk mengatasi kekurangan anggaran negara.
Menurut Fahri, opsi menaikkan harga BBM bersubsidi sebenarnya sudah dilakukan pemerintah-pemerintah sebelumnya. "Kirain punya ilmu supaya harga BBM tidak naik. Ternyata tidak punya ilmu apa-apa," kata Fahri, Jumat (29/8/2014).
Fahri pun mempertanyakan kemampuan Jokowi saat memutuskan menjadi calon presiden. "Tulis saja, punya ilmu apa elo? Ternyata bisanya mencabut subsidi orang miskin," kata Fahri.
Sepengetahuan Fahri, Jokowi dan juga Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memiliki ideologi memperjuangkan nasib rakyat kecil. Sehingga, selama menjadi oposisi mereka selalu menolak kebijakan kenaikan BBM bersubsidi dari pemerintahan SBY.
"Nanti publik akan menilai, kalau jadi presiden mau naikin harga BBM ngapain jadi presiden? Makanya tidak usah jadi presiden, lebih baik urus aja busway saja," imbuhnya.
Fahri menegaskan, bila Jokowi-JK sudah dilantik dan mengambil kebijakan menaikkan BBM bersubsidi maka PKS akan menolaknya. "Kami tolak kebijakan itu," lanjut dia. 

1 komentar:

  1. Sudah bertahun-tahun kemajuan ekonomi negara dihambat oleh subsidi BBM. Sudah bertahun-tahun rakyat Indonesia didorong untuk mengkonsumsi di luar batas kemampuan.

    Jaman dahulu rakyat dikasih BBM subsidi karena Indonesia adalah negara pengekspor minyak. Sudah saatnya menyuluh rakyat bahwa Indonesia sekarang sudah jadi negara pengimpor dan bukan pengekspor minyak. Sudah saatnya mendidik bangsa untuk berhenti berfoya-foya pada saat negara terbelenggu hutang.

    Walaupun pemerintah harus giat menghemat dan berupaya meningkatkan pendapatan; tetap saja para pemimpin wajib mendidik bangsa untuk bertanggungjawab membayar apa yang mereka pakai. Kalau makan, bayar ~ sama: pake bensin, bayar.

    BalasHapus