Pernyataan Ketua umum Megawati Soekarnoputri pada peringatan ulang tahun PDI Perjuangan 10 Januari 2014 lalu yang menyatakan bahwa penetapan calon presiden 2014 dilakukan setelah pileg 9 April diyakini bukan sebuah keputusan yang baku, tapi dinamis .
"Keputusan soal waktu pencapresan fleksibel. Kecuali kewenangan pencapresannya oleh Bu Mega yang diputuskan resmi di Bali.
Simplenya, melalui hasil rapimnas. Justifikasi dan landasan seandainya ingin dipercepat pencapresan menimbang dinamika yang muncul," ujar Fahmi Alhabsyi inisator Manifesto K.S PDI Perjuangan Pro Jokowi ( PROJO) dalam rilisnya kepada Tribun, Selasa (14/7/2014).
Fahmi menambahkan, banyak variabel yang memungkinkan keputusan pencapresan Jokowi sebelum pileg ini dapat berubah. Seperti hasil keputusan MK gugatan UU Pilpres oleh Yusril yang memungkinkan parpol lain lebih kreatif.
Ataupun, dinamika dan kejadian-kejadian luar biasa didalam internal partai yang membuat kalkulasi politik harus dihitung ulang untuk memastikan suara PDI Perjuangan di pileg tidak jeblok.
K.S.PDI Perjuangan Pro Jokowi, tambahnya, yakin bahwa penetapan Jokowi sebagai capres sebelum pileg adalah jalan kemenangan dan kehormatan bagi PDI Perjuangan.
Fahmi menegaskan kembali, pencapresan Jokowi sebelum pileg sangat memungkinkan dapat menjadi apa yang disebut Bung Karno 'Samenbundelling Van Alle Reformatie Krachten' (bersatunya seluruh kekuatan reformasi) di era sekarang.
"Elit DPP pasti lebih cerdas dibanding kader & simpatisan partai dalam membaca realitas ini. Jadi keraguan mencalonkan sebelum Jokowi pileg akan dibaca publik apa "ada udang dibalik bakwan," mantan aktivis UI 98 ini menambahkan.
Pencapresan Jokowi setelah pileg , tambahnya lagi, sejalan-seirama dengan agenda parpol lain atas nama menjaga keseimbangan demokrasi dengan meniadakan superior mayoritas karena suara partai cenderung merata.
Selain itu memungkinkan peluang koalisi pilpres pasca pileg dan kompetisi seimbang yang berujung politik "dagang sapi".
"Apakah mau para capres lain bertarung menghabiskan uang triliunan tapi kalkulasi politik menampakkan kekalahan dengan munculnya Jokowi. Bisa-bisa, capres lain mundur dan tercipta sejarah bahwa pilpres diikuti satu paket yang sejalan nilai demokrasi yang diajarkan Bung Karno "seakan-akan" musyawarah mufakat "jelasnya.
"Kami ingin rumah besar ini tidak sepi pada Pileg 2014. Ketika dialog dengan berbagai elemen rakyat, kami kesulitan menjawab pertanyaan apakah Jokowi serius akan dicapreskan PDI Perjuangan. Akhirnya kecerdasan politik mereka memilih menunggu di halaman rumah saja," pungkasnya.
Sumber :
tribunnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar