Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ikrar Nusa Bhakti mengatakan indikator sosok calon presiden saat ini sudah berubah total. Dia mencontohkan, pada tahun 60-an, sosok presiden populer saat itu dikenal dengan istilah solidarity maker.
"Soekarno yang membuat istilah itu muncul, karena beliau adalah tokoh yang sangat dielu-elukan pada saat itu," kata Ikrar, saat ditemui jelang seminar Presiden Pilihan Perempuan di Hotel Aryaduta, Sabtu (21/12/2013).
Kemudian sejak jaman orde baru, sosok presiden diidentikan dengan tokoh militer. "Bahkan sampai pascareformasi, militer masih dianggap dominan sebagai pemimpin negara," ujar Ikrar. Lalu pada tahun 2004, adanya perpaduan tokoh militer dan ketampanan fisik yang menyebabkan SBY terpilih.
Kini, setelah ada Joko Widodo (Jokowi), yang disebut-sebut sebagai calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, memberikan indikator baru bagi sosok calon presiden Indonesia.
"Jokowi kan tampang ndeso, bukan dari militer, tapi dia yang sekarang malah lebih popular. Padahal dia itu belum dideklarasikan sebagai capres, tapi dari berbagai survei, elektabilitas dia paling tinggi," ujar Ikrar. "Ini kan artinya ada indikator baru."
Ikrar mengatakan terpilihnya Jokowi, sapaan Joko Widodo, sebagai Gubernur DKI Jakarta, adalah bentuk bahwa masyarakat saat ini butuh sosok pemimpin yang tidak hanya tampan, tapi juga kerakyatan dan jujur. "Apalagi kalau dia mengajukan diri sebagai capres."
Ikrar berani bertaruh, jika Jokowi diadu dengan peserta konvensi capres Demokrat Gita Wirjawan, masyarakat tetap akan memilih mantan Wali Kota Solo itu sebagai presiden. "Meski Gita lebih ganteng ketimbang Jokowi."
Sumber :
tempo.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar